Pengertian Ijaz | Pembagian Ijaz
Ijaz adalah mengungkapkan kata-kata dengan lafaz yang sedikit (ringkas) tetapi memiliki
makna yang luas, melebihi susunan kalimat.
Ijaz terbagi
menjadi dua, yaitu Ijaz al-Qashr dan Ijaz al-Hadzf.
1. Ijaz Al-Qashr
Ijaz al-Qashr adalah mengungkapkan kata-kata dengan susunan lafaz yang
sedikit dan ringkas tetapi memiliki makna yang luas dan padat (maknanya lebih
luas dari susunan kalimat).
Contoh:
اَلاَ لَهُ الْخَلْقُ وَالأَمْرُ (اعراف: 54)
“...Ketahuilah milik Allah segala urusan dan
penciptaan....” (QS. Al-A’rāf [7]: 54)
Kata (الخلق) yang artinya penciptaan dan kata (الأمر) yang artinya urusan mengandung makna semua atau segala hal yang
berkaitan dengan penciptaan makhluk dan urusannya seperti hidup, mati, senang,
bahagia dan lain-lain itu sudah terkandung dalam makna ayat ini.
Contoh lain:
الضَّعِيْفُ أَمِيْرُ الرَّكْبِ
“Orang yang lemah adalah kepala dalam rombongan.”
Begitu juga kata (الضعيف) orang yang lemah adalah pemimpin/penguasa
dalam suatu rombongan karena ketika kita berada dalam satu rombongan dengan
orang yang lemah maka kita harus memberikan perhatian yang cukup untuknya
karena ia tidak bisa bergerak dan berjalan sesuai dengan gerakan orang lain
yang dalam keadaan sehat.
2. Ijaz Al-Hadzf
Ijaz al-Hadzf adalah meringkas pengungkapan kata-kata dengan tidak
menyebutkan suatu lafaz atau kalimat. Jadi dalam Ijaz
al-Hadzf ada lafaz atau kalimat yang tidak disebutkan (digugurkan).
Contoh:
وَاسْأَلِ الْقَرْيَةَ الَّتِي كُنَّا فِيهَا
“Bertanyalah
kepada desa yang pernah kami diami….” (QS. Yūsuf: 82)
Pada contoh
pertama tidak disebutkan lafazh (أهل), yang asalnya:
واسئل
أهل القرية
karena seseorang
tidak mungkin bertanya kepada desa. Tetapi seseorang akan bertanya kepada
penduduk (orang-orang yang berada) di desa tersebut.
Contoh lain:
أَكَلْتُ فَاكِهَةً وَمَاءً
“Saya makan buah-buahan dan air”
Contoh kedua tidak disebutkan lafaz (شربت), yang asalnya:
أكلت فاكهة وشربت ماء
karena untuk air kata yang tepat dipergunakan adalah minum bukan makan.
Contoh lain:
وَمَنْ تَابَ وَعَمِلَ صَالِحًا
“Barang siapa yang bertaubat dan beramal saleh
(baik)”
Contoh ketiga tidak disebutkan lafaz (عملا) asalnya:
ومن تاب وعمل عملا
صالحا
karena yang dikerjakan perbuatan yang salih bukan kesalihan itu sendiri. Adapun shalih adalah sifat dari
suatu perbuatan.
Contoh lain:
فَسَقَىٰ لَهُمَا
ثُمَّ تَوَلَّىٰ إِلَى الظِّلِّ فَقَالَ رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنْزَلْتَ إِلَيَّ
مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ.
فَجَاءَتْهُ
إِحْدَاهُمَا تَمْشِي عَلَى اسْتِحْيَاءٍ قَالَتْ إِنَّ أَبِي يَدْعُوكَ
لِيَجْزِيَكَ أَجْرَ مَا سَقَيْتَ لَنَا...
“Maka
Musa memberi
minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang
teduh lalu berdoa: “Ya Tuhanku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu
kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku". Kemudian datanglah kepada Musa
salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata:
"Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberikan balasan terhadap
(kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami…." (QS. al-Qashash:24-25)
Contoh keempat
ada beberapa kalimat yang tidak disebutkan,
فَذَهَبَتَا إِلَى أَبِيْهِمَا
وَقَصَّتَا عَلَيْهِ مَا كَانَ مِنْ أَمْرِ مُوْسَى فَأَرْسَلَ إِلَيْهِ
“Maka keduanya pergi kepada bapaknya dan
menceritakan tentang perbuatan Nabi Musa.“
Contoh lain:
وَقَالَ الَّذِي
نَجَا مِنْهُمَا وَادَّكَرَ بَعْدَ أُمَّةٍ أَنَا أُنَبِّئُكُمْ بِتَأْوِيلِهِ
فَأَرْسِلُونِ.
يُوسُفُ أَيُّهَا الصِّدِّيقُ أَفْتِنَا فِي
سَبْعِ بَقَرَاتٍ سِمَانٍ يَأْكُلُهُنَّ سَبْعٌ عِجَافٌ وَسَبْعِ سُنْبُلَاتٍ
خُضْرٍ وَأُخَرَ يَابِسَاتٍ لَعَلِّي أَرْجِعُ إِلَى النَّاسِ لَعَلَّهُمْ
يَعْلَمُونَ.
“Dan
berkatalah orang yang selamat di antara mereka berdua dan teringat (kepada
Yusuf) sesudah beberapa waktu lamanya: aku akan memberikan kepadamu tentang
(orang yang pandai) mena’birkan mimpi itu, maka utuslah aku kepadanya. Yusuf
hai orang yang amat dipercaya”. (QS. Yūsuf: 45-46)
Pada contoh
kelima ada beberapa kalimat yang tidak disebutkan,
فَأَرْسِلُوْنِيْ
إِلَى يُوْسُفَ ِلأَطْلُبَ مِنْهُ تَأْوِيْلَ الرُّؤْيَا فَأَرْسَلُوْهُ فَأَتَاهُ
وَقَالَ لَهُ: يُوْسُفُ أَيُّهَا الصِّدِّيْقُ
“Orang yang selamat itu berkata kepada
para pembesar kerajaan: utuslah aku kepada Yusuf untuk menanyakan kepadanya
tentang ta’wil mimpi raja. Lalu mereka mengutusnya dan ia menemui Yusuf dan
bertanya: Yusuf, hai orang yang amat dipercaya.”
Pada jenis Ijaz
al-Hadzf ini disyaratkan adanya dalil (bukti) yang menunjukkan pengguguran itu
boleh (masuk akal). Kalau tidak demikian, maka pengguguran lafazh tersebut
tidak diperbolehkan.
saya kurang faham sikit , mungkin sbb saya baru belajar balaghah
ReplyDeleteAfwan, itu sepertinya nomor 2 salah ketik. Seharusnya ijaz al-hadzf
ReplyDelete