Pengertian mudhaf dan mudhaf ilaih | Macam-macam idhafah | Contoh idhafah
Idhafah bisa disamakan dengan konsep frasa atau kata majemuk dalam bahasa Indonesia. Namun, tentunya konsep ini tidak sama persis. Untuk lebih jelasnya mari kita lihat penjelasannya di bawah ini.
|
Idhafah |
Pengertian
Idhafah
نِسْبَةٌ
تَقْيِيْدِيَّةٌ بَيْنَ الشَّيْئَيْنِ تُوْجِبُ لِثَانِيْهِمَا جَرًّا أَبَدًا
Artinya:
Idhafah
adalah penyandaran yang membatasi di antara dua kata yang mana kata kedua wajib
jar selamanya.
Bisa juga
didefinisikan:
ضَمُّ
اسْمٍ إِلَـى اسْمٍ بِقَصْدِ تَخْصِيْصِهِ أَوْ تَعْرِيْفِهِ
Artinya:
Mengumpulkan
isim dengan isim yang lain dengan tujuan mengkhususkan atau mendefinitifkan.
Dari kedua definisi
idhafah dapat disimpulkan bahwa idhafah adalah kumpulan dua isim atau lebih
dengan tujuan mengkhususkan makna. Kata yang pertama disebut mudhaf dan kata
yang kedua disebut mudhaf ilaih. Mudhaf ilaih selalu ber’irab jar. Sedangkan
‘irab mudhaf tergantung kedudukannya dalam kalimat.
Contoh mudhaf
dan mudhaf ilah:
كِتَابُ
زَيْدٍ - كِتَابُ
الْفِقْهِ
Kata (كِتَابُ) disebut dengan
mudhaf dan kata (زَيْدٍ) dan (الْفِقْهِ) disebut dengan
mudhaf ilaih.
Syarat
mudhaf:
• Tidak ada alif lam
Adapun alasan
tidak boleh ada alif lam karena akan dianggap seperti na’at man’ut.
• Membuang tanwin
Mudhaf tidak
boleh ada alif lam dan tanwin. Alasan mengapa mudhaf tidak boleh ada tanwin
karena tanwin itu menunjukkan nakirah sedangkan mudhaf adalah ma’rifah. Contoh
kata (كِتَابٌ) dan (زَيْدٌ) apabila
dimudhafkan menjadi:
كِتَابُ
زَيْدٍ
•
Membuang nun
Wajib membuang
nun pada akhir isim mutsanna, jamak mudzakkar salim dan mulhaq-mulhaqnya ketika
diidhafahkan. Contoh:
مُدَرِّسَا
اللُّغَةِ - مُدَرِّسُو اللُّغَةِ
Asalnya:
مُدَرِّسَانِ اللُّغَةِ -
مُدَرِّسُونَ اللُّغَةِ
Pembagian
idhafah
Idhafah
terbagi menjadi dua macam, yakni idhafah mahdhah dan idhafah ghair mahdhah.
Idhafah mahdhah disebut juga idhafah ma’nawi dan idhafah ghair mahdhah disebut
dengan idhafah lafdzi.
1. Idhafah
mahdhah/ma’nawiyah
Idhafah mahdhah atau disebut
juga idhafah ma’nawi dan idhafah haqiqi adalah apabila:
a. Idhafah yang menyisipkan
makna huruf jar yang tiga:
• Makna dari (مِنْ)
Apabila mudhaf merupakan
bagian atau jenis dari mudhaf ilaih. Contoh:
خَاتَمُ
ذَهَبٍ
• Makna milik/untuk (لِ)
Apabila mudhaf merupakan
sesuatu yang dikuasai oleh mudhaf ilaih atau yang diperuntukan untuk mudhaf
ilaih. Contoh:
حَدِيْقَةُ
الْأَسْمَاكِ
• Makna di (فِيْ)
Apabila mudhaf berada di
tempat atau waktu mudhaf ilaih. Contoh:
نَوْمُ
اللَّيْلِ
b. Idhafah mashdar terhadap
ma’mulnya.
أَكْلُ
الْخُبْزِ
c. Isim fa’il terhadap
maf’ulnya.
مُجِيْبُ
السَّائِلِيْنَ
2.
Idhafah ghair mahdhah/lafdziyah
Idhafah lafzhiyyah atau ghair mahdhah adalah apabila mudhafnya terdiri
dari sifat dan mudhaf ilaihnya merupakan ma’mul dari sifat tersebut. Yang
dimaksud sifat adalah isim fa’il, isim maf’ul atau shifat musyabbahah. Sedangkan
ma’mulnya adalah:
• Fa’il
Apabila sifatnya
terdiri dari sifat musyabbahah. Contoh:
حُسْنُ الْوَجْهِ
• Naibul fa’il
Apabila sifatnya
terdiri dari isim maf’ul. Contoh:
مَضْرُوْبُ الْعَبْدِ
• Maf’ul
Apabila sifatnya
terdiri dari isim fa’il. Contoh
ضَارِبُ زَيْدٍ
Makna
Idhafah
Adapun
perbedaannya dalam hal makna dari idhafah mahdhah dan ghair mahdhah adalah:
• Tahshish
(mengkhususkan)
Makna pada idhafah ma’nawiyah apabila mudhaf ilaihnya terdiri dari
isim nakirah. Contoh:
كَتَابُ رَجُلٍ
• Ta’rif
(menjelaskan)
Makna pada idhafah ma’nawiyah apabila mudhaf ilaihnya terdiri dari
isim ma’rifah. Contoh:
كِتَابُ مُحَمَّدٍ
• Takhfif
(meringankan bacaan).
Tujuan idhafah lafzhiyah adalah bukan untuk takhshish ataupun ta’rif,
melainkan berfungsi sebagai takhfif (meringankan bacaan). Sehingga disebut
dengan ghairu mahdhah (tidak wajib). Contoh:
ضَارِبُ زَيْدٍ
Lebih ringan bacaannya dari pada:
ضَارِبُ زيدًا
Tambahan:
1.
Untuk idhafah ma’nawiyah, mudhofnya tidak boleh diberi (ال) secara mutlak.
2. Untuk
idhafah lafdziyah, mudhafnya boleh diberi (ال) dengan syarat, yaitu :
•
Mudhaf ilaihnya harus diberi (ال).
Contoh:
الْكَبِيْرُ الْبَطْنِ
•
Mudhaf ilaihnya harus disandarkan kepada isim yg diberi (ال). Contoh:
الضَّارِبُ رَأْسِ الْجَانِي
• Mudhafnya
harus ditasniyahkan. Contoh:
الضَّارِبَا زَيْدٍ
• Mudhafnya
harus dijamakkan. Contoh:
الضَّارِبُوْا زَيْدٍ
• Mudhaf
ilaihnya tidak boleh berupa sifat karena apabila ia berupa sifat, maka menjadi
na’at man’ut.
makasih
ReplyDelete