Alhamdulillah.
Sampai juga di materi isti’arah. Apa itu isti’arah? Apa saja macam-macam isti’arah?
Itulah pertanyaan yang akan dijawab oleh artikel ini. Isti'arah merupakan bagian dari majaz lughawi. Penulis sarankan agar
yang ingin mempelajari isti’arah harus memahami materi tasybih terlebih dahulu
supaya lebih mudah mempelajarinya.
A.
Pengertian Isti’arah
Isti’arah (اِسْتِعَارَة)
menurut bahasa berarti meminta pinjaman. Sedangkan dalam istilah ilmu balaghah,
isti’arah adalah:
هيَ تَشْبيهٌ حُذِفَ
أحَدُ طَرفَيْهِ، فَعلاقتها المشابهةُ دائماً
Isti‘arah adalah tasybih
yang dibuang salah satu tharafnya, maka ‘alaqah pada isti’arah adalah musyabahah
(unsur kesamaan) selamanya.
Dalam isti’arah terdapat
peminjaman makna suatu kata dari makna aslinya (makna hakiki) kepada makna baru
(makna majazi). Seperti (أَسَد)
yang makna aslinya singa dipakai untuk makna
seorang yang memiliki sifat pemberani.
Contoh:
رَأَيْتُ
بَحْرًا فِي السُّوْقِ
Artinya: saya
melihat “laut” itu di pasar.
Kata (بَحْرًا)
pada contoh di atas tidak dimaknai sebagai hakikat melainkan merujuk pada
seseorang yang pemurah.
Untuk diingat bahwa
isti‘arah merupakan bagian dari al-majaz. Kesamaannya dengan majaz mursal dan majaz
aqli terletak pada keharusan adanya qarinah (redaksi kalimat) yang mencegah
suatu kata dari makna aslinya. Adapun perbedaannya terletak pada ‘alaqah, di
mana pada majaz mursal dan majaz aqli, ‘alaqah (hubungan) antara makna asli dan
makna baru adalah ghair musyabahah (tidak ada unsur kesamaan). Sedangkan pada
isti‘arah, hubungan antara makna asli dan makna baru adalah musyabahah (adanya
unsur kesamaan).
B.
Rukun-rukun Isti’arah
Suatu kalimat
dinamakan isti’arah jika terpenuhi tiga unsur berikut:
1.
Musta’ar minhu (مُسْتَعَار
مِنْه), yaitu kata yang dipinjam darinya atau musyabbah bih.
2.
Musta’ar lahu (مُسْتَعَار
لَه), yaitu kata yang dipinjam untuknya atau musyabbah.
3.
Musta’ar (مُسْتَعَار),
yaitu sifat yang dipinjamkan.
Pada contoh yang
pertama yang menjadi musta’ar minhu adalah kata (بَحْرًا),
yang menjadi musta’ar lahunya (رَجُل كَرِيْم)
dan yang menjadi musta’arnya adalah (الكَرَم).
C.
Pembagian Isti’arah
Dari segi
qarinahnya, isti’arah dibagi menjadi tashrihiyyah dan makniyyah.
1.
Isti’arah Tashrihiyyah
هي
ما صُرَّحَ فيها بلَفظِ المشبَّه بهِ
Isti’arah
tashrihiyyah adalah isti’arah yang disiratkan dengan musyabbah bih.
Contoh:
رَأَيْتُ أَسَدًا فِي
الْفَصْلِ
Artinya: Saya
melihat “singa” di kelas.
الر كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ
لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَى
صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ
Artinya: “Alif, Lam
Ra. (Ini adalah) Kitab yang kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan
manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan
mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.” (QS.
Ibrahim [14]: 1)
Pada contoh di atas,
seorang yang pemberani (رَجُل شُجَاع)
diserupakan dengan (أسدا)
(singa), karena sama-sama memiliki sifat keberanian. Pada contoh kedua diserupakan
lafaz (الضَّلَالَة) artinya
kesesatan dengan (الظلمات)
artinya kegelapan dan lafaz (الِهدَايَة)
artinya petunjuk dengan (النور)
artinya cahaya.
2.
Isti’arah Makniyyah
هي ما حُذِفَ فيها المشَبَّهُ بهِ
ورُمِزَ لهُ بشيء مِنْ لوازمه
Isti’arah makniyyah adalah
kalimat yang musyabbah bihnya dibuang lalu disiratkan dengan sesuatu dari salah
satu sifatnya.
Contoh:
غَرَّدَ الشاعر
بِقَصِيْدَة
Artinya: Penyair itu
berkicau (bernyanyi).
قَالَ رَبِّ إِنِّي وَهَنَ الْعَظْمُ
مِنِّي وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا وَلَمْ أَكُنْ بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا
Artinya: “Ia Berkata
"Ya Tuhanku, Sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi
uban, dan Aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, Ya Tuhanku.” (QS.
Maryam [19]: 4).
Pada contoh pertama,
penyair diserupakan dengan burung karena sama-sama bernyanyi yang disiratkan
dengan kata (غَرَّدَ)
yang artinya berkicau. Sedang pada contoh kedua kata uban disamakan dengan api
yang sama-sama menyala dan disiratkan dengan kata (اشْتَعَلَ).
Dari segi kata
pembentuknya, isti’arah dibagi menjadi ashliyyah dan taba’iyyah.
1.
Isti’arah Ashliyyah
إِذا
كان اللفظُ الذي جَرَتْ فيه اسماً جامدًا
Isti’arah ashliyyah
adalah apabila lafaz yang tempat berlangsungnya al-isti‘arah itu terbentuk dari
isim jamid. Isti’arah ashliyyah qarinahnya tashrihiyyah.
Contoh:
رَأَيْتُ
أَسَدًا فِي الْفَصْلِ
رَأَيْتُ
بَحْرًا فِي السُّوْق
كِتَابٌ
أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ
إِلَى النُّوْرِ
2.
Isti’arah Taba’iyyah
إِذا
كانَ اللفظُ الذي جَرَتْ فيه مُشْتَقًّا أَوْ فِعْلا
Isti’arah taba’iyyah
adalah lafaz yang tempat berlangsungnya al-isti‘arah itu terbentuk dari isim
musytaq atau fi’il. Isti’arah taba’iyyah qarinahnya makniyyah.
Contoh:
غَرَدَ الشَّاعِرُ بِقَصِيْدَةٍ
وَإِذَا
الْمَنِيَّةُ أَنْشَبَتْ أَظْفَارَهَا
وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا
Dari segi tanda, isti’arah
dibagi menjadi murasysyahah, mujarradah, dan muthlaqah.
1.
Murasysyahah
ما
ذُكِرَ معها مُلائم المشبَّهِ بهِ
Yaitu isti’arah yang
disebutkan tanda musyabbah bihnya.
Contoh:
أُولَئِكَ
الَّذِينَ اشْتَرَوُا الضَّلَالَةَ بِالْهُدَى فَمَا رَبِحَتْ تِجَارَتُهُمْ وَمَا
كَانُوا مُهْتَدِينَ
Artinya: “Mereka
itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung
perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah: 16).
Yang menjadi
isti’arah adalah kata (اشْتَرَوُا)
yang berarti membeli dan yang dimaksudkan memilih. Kata tersebut ditandai
dengan kata (فَمَا رَبِحَتْ)
yang artinya tidak mendapat untung.
2. Mujarradah
ما
ذكِرَ معها مُلائمُ المشبَّهِ
Yaitu isti’arah yang
disebutkan tanda musyabbahnya.
Contoh:
ولَيْلَةٍ
مَرِضَتْ من كُلِّ ناحِيَةٍ ... فلا يُضيءُ لها نَجْمٌ ولا قَمَرُ
Artinya: dan malam
yang sakit dari segala penjuru, maka bintang juga bulan tidak meneranginya.
Kata (مَرِضَتْ)
yang berarti sakit merupakan penyerupaan dari (ظلم)
yang berarti gelap. Kata (ظلم)
sebagai musyabbah diisyaratkan dengan kalimat (فلا
يُضيءُ) yang berarti
tidak menerangi.
3.
Muthlaqah
ما
خَلَتْ منْ مُلائماتِ المشبَّهِ به أو المشبَّه
Yaitu isti’arah yang
tidak ada tanda musyabbah bih atau musyabbahnya.
Contoh:
إِنَّا
لَمَّا طَغَى الْمَاء حَمَلْنَاكُمْ فِي الْجَارِيَةِ
Artinya: “Sesungguhnya
Kami, tatkala air telah naik (sampai ke gunung) Kami bawa (nenek moyang) kamu,
ke dalam bahtera.” (QS. Al-Haqqah: 11).
Kata (طَغَى) bermakna (زَادَ) dan
setelahnya tidak ada tanda yang menjelaskan keduanya.
Alhamdulillah bagus bgt...jd tambah pengetahuan...trmks
ReplyDeleteAssalamu'alaikum mbak..ada gk pnjelasan tentang majas Mursal SMA penjelasan uslub
ReplyDeleteWaalaikumus salam.
DeleteAda, cari saja di blog ini.
Bagaimana dengan kalimat
ReplyDeleteوأقبل يمشى في البساط فمادرى إلى البحر يسعى أم إلى البدر يرتقى. Manakah dalam kalimat tersebut yang dimaksud dengan isti'arahnya?🙏
Kalimat البحر +البدر
Deleteسيف الدولة كالبدر
Maasyaallah.. barakallah... Saya izin share ya..
ReplyDeleteMaasyaaAllah..
ReplyDeleteBarakallah..
Kalimat لمعت ازهار السماء itu,asalnya bagaimana?
ReplyDeleteAlhamdulillah sangat membantu. Smoga menjadi amal jariah😇
ReplyDeleteSayangnya gak ada referensinya .. padahal matetinya membantu banget
ReplyDeleteIni sama dengan isi dr kitab samarqondi
DeleteAlhamdulillah langsung paham terima kasih ya..
ReplyDeleteMantap ieu mah pang SAE na sakitu Weh ti pusat mah ngajoak Weh pokok na mah
ReplyDeleteAjiiib
ReplyDeleteAlhamdulillah sangat membantu
ReplyDeleteTerimakasih sangat membantu
ReplyDeletemaaf ust, bisa tolong jelasin mksd dri kalimat "kata yg tdk diphmi dgn mkna asli dan mulanya uslub tasybih yg dibuang salah satu THARAFnya" gmna ya ust mksdnya? -syukran
ReplyDeleteYang dibuang musyabbah bih nya, dan tersisa musyabbah. Yang mana asalnya uslub tasybih harus terdiri dari musyabbah dan musyabbah bih
DeleteSaya sangat terbantu dg tulisan² yg ada disini
ReplyDeleteSaya butuh nomor WA-nya penulis atau saya tunggu di no.082302287910
ReplyDeleteAssalamu'alaikum izin bertanya
ReplyDeleteيَاحَبِيْبِى يَامُحَمَّدْ
apakah kalimat ini termasuk dalam Isti'arah?
Mohon penjelasannya
Berkat artikel ini saya bisa nyontek pas ujian pokoknya terimakasih
ReplyDeleteTerimakasih
ReplyDeleteYg Khabar tidak ada kah
ReplyDeleteI'nt understand
ReplyDeleteTerimakasih
ReplyDelete