Waqaf dan Ibtida' dalam Ilmu Tajwid
Kalau kita membaca Al-Qur'an, maka kita tidak boleh berhenti di sembarang tempat. Ada aturan untuk berhenti dan memulai bacaan atau disebut juga waqaf dan ibtida'.
Tujuan adanya waqaf dan ibtida' adalah untuk menjaga makna dan maksud dari suatu ayat dan memang dari Rasulullah sudah ada ketentuannya.
Sebelum membahas
lebih jauh tentang waqaf dan ibtida’, saya akan mengenal istilah-istilah
terkait dengan membaca Al-Qur’an dan menghentikan bacaan sebagai berikut:
1. Iftitah
(افْتِتَاح)
Adalah pembukaan
ketika hendak membaca Al-Qur’an yang diawali dengan membaca isti’adzah,
basmalah, dan diteruskan dengan membaca ayat.
2. Waqaf (وَقْف)
Adalah menghentikan
bacaan atau suara sementara waktu pada akhir kata/kalimat/ayat untuk mengambil
nafas dengan maksud melanjutkan lagi bacaan. Ketika membaca Al-Qur’an tidak
boleh mengambil nafas di tengah bacaan.
3. Ibtida’
(ابْتِدَأ)
Adalah memulai
bacaan kembali setelah waqaf dari kata tertentu yang tepat supaya tidak merusak
makna.
4. Qatha’
(قَطْع)
Adalah mengakhiri
bacaan Al-Qur’an dengan memotong bacaan sama sekali. Dan apabila hendak membuka
bacaan kembali sesudah melakukan qatha’, disunahkan membaca isti’adzah lagi.
Pembagian Waqaf
1. Waqaf
Ikhtibari (menguji
atau mencoba).
Adalah waqaf yang
dilakukan untuk pembelajaran yakni untuk mengetes pengetahuan murid dalam hal
waqaf.
2. Waqaf
Idhthirari (terpaksa).
Adalah waqaf yang
dilakukan dalam keadaan terpaksa seperti kehabisan nafas, batuk atau bersin dsb.
Selanjutnya kita melanjutkan bacaan dari kata yang tepat supaya tidak merusak
arti dan dimaksud ayat tersebut.
3. Waqaf
Intizhari (menunggu).
Adalah waqaf yang
dilakukan pada kata yang diperselisihkan oleh ulama’ qiraat antara boleh dan
tidak. Untuk menghormati perbedaan pendapat itu, sebaiknya waqaf pada kata itu,
kemudian diulangi dari kata sebelumnya yang tidak merusak arti ayat. Dengan
demikian terwakili dua pendapat yang berbeda itu.
4. Waqaf
Ikhtiari (pilihan).
Adalah waqaf
yang dilakukan secara sengaja dan direncanakan pada akhir kata tertentu.
Waqaf
dan ibitda’ ikhtiari terbagi empat bagian:
1. Tam (Sempurna)
Adalah berhenti pada suatu kata
yang sempurna maknanya dan tidak ada hubungannya dengan
kalimat/ayat berikutnya secara lafadz maupun makna. Kemudian
ibtida’ dari kata setelah kata yang diwaqafkan.
Yang dimaksud hubungan
secara lafadz adalah hubungan gramatikal/nahwu seperti mubtda’ dengan khabar,
fiil dan fail, dll. Adapun yang dikamsud hubungan secara makna adalah tema dan
konten dari ayat.
Contoh:
...وَأُولَئِكَ
هُمُ الْمُفْلِحُونَ (٥) إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا...
Apabila kita waqaf di akhir
ayat 5 dan ibtida’ di awal ayat 6 termasuk tam. Kedua ayat ini tidak
berhubungan secara lafadz dan makna karena ayat 5 berisi tentang orang yang
bertaqwa dan ayat 6 berisi tentang orang kafir.
2. Kafi (Cukup)
Adalah berhenti pada suatu
kata yang sempurna maknanya namun ada hubungannya dengan
kalimat/ayat berikutnya secara makna namun tidak secara lafadz.
Kemudian ibtida’ dari kata setelah kata yang diwaqafkan. Contoh:
إِنَّ
الَّذِينَ كَفَرُوا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ
لَا يُؤْمِنُونَ (٦) خَتَمَ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ وَعَلَى سَمْعِهِمْ...
Apabila kita waqaf di akhir
ayat 6 dan ibtida’ di awal ayat 7 termasuk kafi. Kedua ayat ini sama-sama
membahas tentang kriteria orang kafir namun secara gramatikal ayat 6 tidak
berhubungan dengan ayat 7.
3. Hasan (Baik)
Adalah berhenti pada suatu
kata yang sempurna maknanya namun ada hubungannya dengan kalimat/ayat
berikutnya secara makna dan secara lafadz. Kemudian ibtida’ dari kata setelah
kata yang diwaqafkan. Contoh:
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (٢) الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (٣) مَالِكِ يَوْمِ
الدِّينِ (٤)
Apabila kita waqaf di akhir
tiga ayat di atas termasuk hasan. Ketiga ayat di atas semua berisi sifat Allah
swt dan ayat 3 dan 4 adalah naat/shifat dari kata “Lillah”.
وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ (١)
الَّذِي جَمَعَ مَالًا وَعَدَّدَهُ (٢)
Waqaf pada akhir ayat 1 surat Al-Humazah termasuk
hasan karena sudah sempurna makna dan karena ayat 2 merupakan penjelas ayat
sebelumnya.
4. Qabih (Buruk)
Adalah berhenti pada bacaan
secara tidak sempurna maknanya dan tentunya masih ada hubungannya secara
lafadz dan makna dengan kata/kalimat berikutnya. Wakaf ini harus dihindari
karena bisa merusak makna dan maksud dari ayat tersebut. Kalau kita
memahami bahasa Arab tentunya akan mudah untuk menghindari waqaf ini. Bagi yang
belum memahami bahasa Arab hindari waqaf di huruf jar, mudhaf, fiil yang belum
ada failnya, mubtada’, dll.
Contoh:
إِنَّ
اللَّهَ لَا يَسْتَحْيِي أَنْ يَضْرِبَ مَثَلًا مَا بَعُوضَةً فَمَا فَوْقَهَا
Bila kita berhenti di kata “La yastahi” ini
merupakan waqaf qabih karena menyipati Allah dengan sifat tercela dan maknanya
akan jelas bila diwashalkan.
لَا
يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا
اكْتَسَبَتْ....
Contoh lainnya bila kita
waqaf pada kata “illa” atau “laha”. Bila kita waqaf di kedua kata tersebut akan
menimbulkan kerancuan makna.
Assalamu'alaikum Warohmatullaahi Wabarokaatuh, Ustadz mohon izin copas materi Ilmu Tajwidnya ya Ustadz
ReplyDelete