Home · Tajwid · Sharaf · Nahwu · Balaghah · Do'a · Daftar Isi

Nama-nama Juz di Al-Quran

Kita sudah familiar dengan juz 30 atau disebut juga juz amma. Namun, apabila ditanya nama juz yang lainnya pasti kita mikir dulu, padahal setiap juz ada nama masing-masing yang diambil dari beberapa kata permulaan juz tersebut.

Mushaf

Berikut nama-nama juz di Al-Quran beserta dengan artinya:

1. Alīf-Lām-Mīm (آلم)  artinya "Alif-Lam-Mim".

2. Sayaqūlu (سَيَقُولُ) artinya "akan berkata"

3. Tilkar Rusulu (تِلْكَ ٱلْرُّسُلُ) artinya "Rasul-rasul itu"

4.  Kulluth ṭha'āmi (كُلُّ الطَّعَامِ) "Semua makanan itu"                         

5. Walmuḥṣanātu (وَٱلْمُحْصَنَاتُ) arinya "dan (diharamkan juga kamu menikahi) perempuan yang bersuami"

6. Lā yuḥibbu-’llāhu (لَا يُحِبُّ ٱللهُ) artinya "Allah tidak menyukai"

7. Wa ’Idha Samiʿū (وَإِذَا سَمِعُوا) artinya "Dan apabila mereka mendengar"

8. Walaw annanā (وَلَوْ أَنَّنَا) artinya "Dan sekalipun Kami benar-benar

9. Qāla ’l-mala’u (قَالَ ٱلْمَلَأُ) artinya "Berkata para pemuka-pemuka"

10. Wa-’aʿlamū (وَٱعْلَمُواْ) artinya "Dan ketahuilah"

11. Yaʿtadzirūn (يَعْتَذِرُونَ) artinya  "Mereka akan membuat alasan"

12. Wa mā min dābbatin (وَمَا مِنْ دَآبَّةٍ) artinya "Dan tidak satupun makhluk bergerak"

13. Wa mā ubarri’u (وَمَا أُبَرِّئُ) artinya "Dan tidak aku membebaskan"

14. Rubamā (رُبَمَا) artinya "Mungkin"

15. Subḥāna ’lladzī (سُبْحَانَ ٱلَّذِى) artinya "Mahasuci (Allah), yang ... "         

16. Qāla ’alam (قَالَ أَلَمْ) artinya Dia berkata, "Bukankah ...

17. Iqtaraba li’n-nāsi (ٱقْتَرَبَ لِلْنَّاسِ) artinya “Telah semakin dekat kepada manusia”

18. Qad ’aflaḥa (قَدْ أَفْلَحَ) artinya "Sungguh beruntung"

19. Waqālal ladzīna (وَقَالَ ٱلَّذِينَ) artinya "Berkata orang orang yang"

20. ’A’man Khalaqa (أَمَّنْ خَلَقَ) artinya "Bukankah Dia (Allah) yang menciptakan"  

21. Utlu ma uhiya (أُتْلُ مَاأُوْحِیَ) artinya "Bacalah Kitab (Al-Qur'an) yang telah diwahyukan kepadamu"

22. Waman yaqnut (وَمَنْ يَّقْنُتْ) artinya "Dan barangsiapa di antara kamu (istri-istri Nabi) tetap taat"

23. Wama li (وَمَآ لي) artinya "Dan mengapa aku tidak"          

24. Faman ’adhlamu (فَمَنْ أَظْلَمُ) artinya "Maka siapakah yang lebih zalim daripada"

25. Ilaihi yuraddu (إِلَيْهِ يُرَدُّ) artinya "KepadaNya lah dikembalikan"

26. Ḥā’ Mīm (حم) artinya Ha-Mim

27. Qāla famā khaṭbukum (قَالَ فَمَا خَطْبُكُم) artinya “Dia (Ibrahim) berkata, “Apakah urusanmu yang penting"

28. Qad samiʿa ’llāhu (قَدْ سَمِعَ ٱللهُ) artinya "Sesungguhnya Allah telah mendengar"

29. Tabāraka ’lladzī (تَبَارَكَ ٱلَّذِى) artinya "Mahasuci Allah yang"                  

30. Amma (عَمَّ) artinya "Tentang apakah"

Artikel keren lainnya:

Berbagai Do'a Setelah Tahiyat dan Sebelum Salam dengan Latin dan Terjemah

Apabila ada waktu senggang antara akhir tasyahud dan salam, ada baiknya membaca do’a antara keduanya. Apalagi berdo’a setelah tahiyat dan sebelum salam merupakan salah satu waktu yang mustajab do’a.

Kaligrafi Shalat

Berikut beberapa do’a yang diajarkan oleh Rasulullah SAW yang bisa dibaca setelah tasyahud dan sebelum salam. Do’a-do’a di bawah ini dilengkapi cara baca latin dan terjemahnya untuk memudahkan dalam menghafal dan memahami isinya.

Do’a Setelah Tahiyat Sebelum Salam #1

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ

Latin: “Allahumma inni audzubika min adzabi jahannama, wa min adzabil-qabri, wa min fitnatil mahya wal-mamati, wa min syarri fitnatil masiihid Dajali.”

Artinya: Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka jahanam, dari siksa kubur, dari bencana kehidupan dan kematian, serta dari kejahatan fitnah dajjal

Do’a Setelah Tahiyat Sebelum Salam #2

اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَفِتْنَةِ الْمَمَاتِ، اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ

Latin: “Allahumma inni a’udzu bika min ‘adzabil qabri, wa a’udzu bika min fitnatil masiihid dajjal, wa a’udzu bika min fitnatil mahyaa wa fitnatil mamaat. allahumma inni a’udzu bika minal ma’tsami wal maghram"

Artinya: “Ya Allah, aku meminta perlindungan pada-Mu dari siksa kubur, aku meminta perlindungan pada-Mu dari cobaan Al Masih Ad Dajjal, aku meminta perlindungan pada-Mu dari musibah ketika hidup dan mati. Ya Allah, aku meminta perlindungan pada-Mu dari perbuatan dosa dan sulitnya berutang.” (HR. Bukhari, no. 832 dan Muslim, no. 589).

Do’a Setelah Tahiyat Sebelum Salam #3

اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ، وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ أُرَدَّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الدُّنْيَا، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ

Latin: “Allahumma inni a’udzu bika minal jubni, wa a’udzu bika an arudda ilaa ardzalil ‘umur, wa a’udzu bika min fitnatid dunyaa, wa a’udzu bika min ‘adzabil qabri.”

Artinya: Ya Allah, aku meminta perlindungan pada-Mu dari lemah melakukan ibadah yang mulia, aku meminta perlindungan pada-Mu dari keadaan tua yang jelek, aku meminta perlindungan pada-Mu dari tergoda syahwat dunia (sehingga lalai dari kewajiban), aku meminta perlindungan pada-Mu dari siksa kubur).” (HR. Bukhari no. 2822).

Do’a Setelah Tahiyat Sebelum Salam #4

اللَّهمَّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي ظُلْمًا كَثِيرًا كَبِيْرًا وَلَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ، فَاغْفِرْ لِي مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ، وَارْحَمْنِي إِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Latin: “Allâhumma innî zhalamtu nafsî zhulman katsîran kabîran wa lâ yaghfirudz dzunûba illâ anta, faghfir lî maghfiratan min ‘indika, warhamnî innaka antal ghafûrur rahîm.”

Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku telah menzalimi diriku dengan kezaliman yang banyak, tidak ada yang mengampuni dosa selain engkau. Ampunilah aku dengan ampunan di sisi-Mu dan kasihilah aku, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (HR. Al-Bukhari)

Do’a Setelah Tahiyat Sebelum Salam #5

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ يَا اللهُ بِأَنَّكَ الْوَاحِدُ الْأَحَدُ الصَّمَدُ الَّذِي لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ أَنْ تَغْفِرَ لِي ذُنُوبِي إِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Latin: “Allahumma as’aluka ya Allah, biannakal wahidush shamadul ladzi lam yalid wa lam yulad wa lam yakul lahu kufuwan ahadun an taghfira li dzunubi innaka antal ghafurur rahim.”

Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ya Allah, Yang Maha Esa lagi tempat bergantungnya seluruh makhluk, Yang tidak beranak, tidak pula diperanakkan, dan tidak ada yang setara dengan-Nya, agar engkau mengampuni dosa-dosaku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Al-Jami’us Shohih Lis Sunani Wal Masaanid 32/319)

Do’a Setelah Tahiyat Sebelum Salam #6

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ، وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ، وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي، أَنْتَ الْمُقَدِّمُ، وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ

Latin: “Allamughfirli ma qaddamtu wa ma akh-khart, wa ma asrartu wa ma a’lantu, wa ma anta a’lamu bihi minni, antal muqaddimu wa antal muakhkhiru, la ilaha illa anta.”

Artinya: “Yaa Allâh, ampunilah dosaku yang telah aku lakukan dan yang telah aku tinggalkan, yang aku rahasiakan dan yang aku lakukan dengan terang-terangan, serta segala dosa yang Engkau lebih mengetahuinya daripada aku. Engkau adalah al Muqaddim (Dzat Yang memajukan orang yang Engkau kehendaki) dan Engkau adalah al Muakhkhir (Yang memundurkan orang yang Engkau kehendaki). Tidak ada yang berhak disembah kecuali Engkau”. (HR. An-Nasai, lafazh hadis menurut riwayatnya 3/52 dan Ahmad 4/338. Dinyatakan Al-Albani shahih dalam Shahih An-Nasai 1/280).

Do’a Setelah Tahiyat Sebelum Salam #7

اللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا، وَاهْدِنَا سَبِيلَ السَّلامِ وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ، وَجَنِّبْنَا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَبَارِكْ لَنَا فِي أَسْمَاعِنَا , وَأَبْصَارِنَا , وَقُلُوبِنَا وَأَزْوَاجِنَا , وَذُرِّيَّاتِنَا، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ، وَاجْعَلْنَا شَاكِرِينَ لِنِعَمِكَ مُثْنِينَ بِهَا قَابِلِيهَا , وَأَتِمَّهَا عَلَيْنَا

Latin: “Allahumma allif bayna qulubina washlih dzata baynina, wahdina sabilas salami wanajjina minadh dhulumati ilan nur, wa janabnal fawakhisya ma dhoharo minha wa ma bathona wa baroka lana fi asma’ina, wa absharina, wa qulubina wa azwajina, wa dzurriyatuna, wa tub alaina innaka antat tawwabur rahim, waj’alna syakirina lini’amika, mutsnina biha qabiliha, wa atimmaha alayna.”

Artinya: ”Ya Allah, pertautkanlah di antara hati kami, perbaikilah hubungan di antara kami, tunjukkan kami jalan kedamaian, selamatkan kami dari kegelapan menuju kepada terang, jauhkan kami dari semua keburukan, yang tampak maupun yang tidak tampak. Berkahilah kami dalam pendengaran kami, penglihatan kami, hati kami, istri dan keturunan kami. Terimalah taubat kami, Engkau yang maha penerima taubat dan maha penyayang. Jadikan kami orang-orang yang bersyukur pada nikmat-Mu, pemuji nikmat-Mu, penerima nikmat-Mu, dan sempurnakanlah nikmat-Mu kepada kami.” (Imam al-Hakim, Abu Daud dan Ibnu Hibban)

*********

Do’a lainnya

Do’a setelah tasyahud dan sebelum salam bag 1

Do’a setelah tasyahud dan sebelum salam bag 2

Do’a setelah tasyahud dan sebelum salam bag 3

Artikel keren lainnya:

Memaknai Arti Barakah (Dr. Salim Segaf Al Jufri )

Memaknai Arti Barokah

( Dr. Salim Segaf Al Jufri )

Barokah atau berkah adalah kondisi yang diinginkan oleh hampir semua hamba yang beriman, karenanya orang akan mendapat limpahan kebaikan dalam hidup.

Barokah bukanlah serba cukup dan mencukupi saja, akan tetapi barokah ialah bertambahnya ketaatanmu kepada Allah dengan segala keadaan yang ada, baik berlimpah atau sebaliknya.

Barokah itu: "...albarokatu tuziidukum fii thoah." Barokah itu menambah taatmu kepada Allah.

Hidup yang barokah bukan hanya sehat, tapi kadang sakit itu justru barokah sebagaimana Nabi Ayyub AS, sakitnya menambah taatnya kepada Allah.

Barokah itu tak selalu panjang umur, ada yang umurnya pendek tapi dahsyat taatnya layaknya Mus'ab ibn Umair.

Tanah yang barokah itu bukan karena subur dan panoramanya indah, karena tanah yang tandus seperti Makkah punya keutamaan di hadapan Allah ...tiada banding....tiada tara.

Makanan barokah itu bukan yang komposisi gizinya lengkap, tapi makanan itu mampu mendorong pemakannya menjadi lebih taat setelah makan.

Ilmu yang barokah itu bukan yang banyak riwayat dan catatan kakinya, akan tetapi yang barokah ialah yang mampu menjadikan seorang meneteskan keringat dan darahnya dalam beramal & berjuang untuk agama Allah.

Penghasilan barokah juga bukan gaji yg besar dan berlimpah, tetapi sejauh mana ia bisa jadi jalan rejeki bagi yang lainnya dan semakin banyak orang yang terbantu dengan penghasilan tersebut.

Anak-anak yang barokah bukanlah saat kecil mereka lucu dan imut atau setelah dewasa mereka sukses bergelar & mempunyai pekerjaan & jabatan hebat, tetapi anak yang barokah ialah yang senantiasa taat kepada Rabb-Nya dan kelak di antara mereka ada yang lebih shalih & tak henti-hentinya mendo'akan kedua Orangtuanya.

Semoga segala aktifitas kita penuh keberkahan

Barrkallahu fiik

SELAMAT MENUNAIKAN SHOLAT HARI INI🌴🙏🤲👍🕌🕋🏆

Artikel keren lainnya:

Jumlah Yang Memiliki Dan Yang Tidak Memiliki Mahal Irab

 Jumlah yang memiliki i’rab dan jumlah yang tidak memiliki i’rab

Yang dimaksud jumlah disini adalah kalimat yang terdiri dari mubtada’ dan khabar yang disebut dengan jumlah ismiyyah atau kalimat yang terdiri dari fi’il dan fa’il yang disebut dengan jumlah fi’liyyah.

Jumlah atau kalimat dalam kaidah bahasa Arab ada yang mempunyai kedudukan i’rab dan ada pula yang tidak memiliki i’rab.

Jumlah

A. Jumlah yang Mempunyai Kedudukan I’rab

Jumlah yang mempunyai kedudukan i’rab ada 8 macam:

1. Khabar

Jumlah yang menempati posisi khabar maka mahal irabnya adalah rafa’. Contoh:

أَحْمَدُ يَقْرُأٌ الْقُرْأَنَ

أَحْمَدُ أَبُوْهُ مُدَرِّسٌ

Jumlah fi’liyyah pada contoh pertama dan jumlah ismiyyah pada contoh kedua berkedudukan sebagai khabar dari mubtada’ yakni kata “Ahmad”.

2. Khabar Kana dan Saudaranya

Karena menduduki posisi khabar kana, maka i’rabnya pada tempat nashab. Contoh:

كَانَ الْمُهَنْدِسُ يَكْتُبُ التَقْرِيْرَ

كَانَ أَحْمَدُ أَبُوْهُ مُدَرِّسٌ

3. Khabar Inna dan Saudaranya

I’rab khabar inna adalah rafa’ maka jumlah yang berposisi sebagai khabar inna mahal irabnya rafa’

 

إِنَّ الْمُهَنْدِسَ يَكْتُبُ التَقْرِيْرَ

إِنَّ أَحْمَدَ أَبُوْهُ مُدَرِّسٌ

4. Hal

Jumlah berkedudukan sebagai hal dan mahal irabnya nashab dengan dua syarat:

Shahibul hal berupa ma’rifah

Pada jumlah yang menjadi hal ada dhamir yang kembali ke shahibul hal

Contoh:

جَاءَنِيْ أَحْمَدُ يَضْحَكُ

جَاءَ أَحْمَدُ وَيَدَاهُ عَلَى رَأْسِهِ

5. Sifat

Mahal i’rab jumlah yang menjadi sifat atau na’at mengikuti maushufnya dan jumlah bisa menempati posisi sifat atau naat dengan ketentuan:

Maushuf berupa nakirah

Pada jumlah yang menjadi sifat terdapat dhamir yang kembali ke maushuf

Contoh:

رَأَيْتُ طِفْلًا وَجْهُهُ جَمِيْلٌ

إنَّهُ طَالِبٌ يُكْرِمُ مُدَرِّسَهُ

6. Maf’ul

Menempati mahal irab nashab dan biasanya menjadi maf’ul bagi fi’il yang membutuhkan maf’ul satu seperti setelah “qaul” atau yang semakna dan menjadi maf’ul bagi fi’il yang membutuhkan dua maf’ul. Contoh:

قَالَ الرَّجُل الْحِلْمُ سَيِّدُ الْأَخْلَاقِ 

عَلِمْتُ أنَّ الدَّرسَ تَأَجَّلَ

7. Idhafah

Jumlah yang menempati posisi i’rab mudhaf ilaih (majrur), baik dari pola ismiyyah atau fi’liyyah bisa diidentifikasi ketika jumlah tersebut berada setelah dzahaf-dzharaf berikut:

 حِيْنَ - يَوْمَ - إذْ - إذا - مذْ - مُنْذُ - حَيْثُ - لَمَّا

Contoh:

زُرْتُ خَالدًا إِذْ هُوَ في الْمُسْتَشْفَى

نَادَيْتُ خَالدًا فَإِذَا هُوَ وَاقِفٌ أَمَامَ الْبَابِ

أَحْتَرِمُكَ حِيْنَ تَحْتَرِمُنِي

كُنْتُ مَعَكَ يَوْمَ سَافَرْتَ

Tulisan dengan cetak biru merupakan jumlah yang menempati mudhaf ilaih dan mudhafnya adalah dzaraf.

8. Jawab Syarat (Jazm)

Jumlah yang berposisi sebagai jawab syarat bisa menempati mahal jazm dengan ketentuan:

Ada ‘amil jazim di jumlah syarat

Dibarengi dengan “fa” rabithah atau “idza” fajaiyah

Contoh:

مَنْ يَجْتَهِدْ فَالنَّجَاحُ حَلِيْفَهُ

إِنْ لَمْ تُحَافِظْ عَلى صِحَّتِكَ إِذَا أَنْتَ مَرِيْضٌ

Jumlah yang dicetak biru menempati ‘irab jazm karena menjadi jawab dari syarat yang ada jazimnya.

9. Jumlah yang Mengikuti Kedudukan Jumlah Sebelumnya

Jumlah juga bisa menjadi tabi’ atau mengikuti mahal ‘irab jumlah sebelumnya. Hal ini bisa kerena menjadi ma’thuf ataupun menjadi badal dari jumlah sebelumnya. Adapun mahal ‘rabnya tergantung untuk mathbuahnya atau jumlah yang diikuti.

Contoh:

اَلْمَالُ يَرُوْحُ وَ يَأْتِى
كُنْتُ أدرسُ وَ أشربُ الْقَهْوَةَ

وَجَدْتُ الْعِلْمَ يَرْفَعُ صَاحِبَهُ وَ يَسْعَدُهُ

أَحْتَرِمُكَ حِيْنَ تَحْتَرِمُنِي وَ تَحْتَرِمُ أَبِيْ

Mahal ‘irab jumlah yang berwarna biru mengikuti mahal ‘irab jumlah sebelumnya. Pada contoh pertama menempati mahal i’rab rafa’ karena jumlah sebelumnya berkedudukan khabar. Adapun jumlah pada contoh yang kedua bermahal ‘irab nashab karena mengikuti jumlah sebelumnya yang berposisi sebagai khabar kana. Begitu pun jumlah pada contoh yang ketiga bermahal ‘irab nashab karena mengikuti jumlah sebelumnya yang berposisi sebagai khabar maf’ul. Sedangkan jumlah pada contoh yang keempat bermahal ‘irab khafadh karena mengikuti jumlah sebelumnya yang berposisi sebagai khabar mudhaf ilaih.

B. Jumlah yang Tidak Mempunyai Kedudukan I’rab

Jumlah atau kalimat yang tidak memiliki i’rab ada 8 macam, yaitu:
1. Jumlah Ibtidaiyyah

Adalah jumlah yang menjadi pembuka suatu wacana atau paragraf.

Contoh:

أَحْمَدُ طَالِبٌ

ذَهَبْتُ إلى الْمَدرسةِ

2. Jumlah Istinafiyyah

Adalah jumlah yang terputus pengertianya dengaan jumlah sebelumnya.

Contoh:

لَا تَكْذِبْ، إنَّ الكذْبَ مكروه - هَطَلَ المطرُ، عَصَفَتِ الرِّيْحُ

3. Jumlah I’tiradhiyyah

Adalah jumlah yang disisipkan di antara 2 hal yang telah ditetapkan dengan tujuan untuk menguatkan/ memperjelas/ memperbaiki kalimat.ada hubungan ma’na pada kalimat antara bagiannya. Jumlah i’tiradhiyyah ada 9 tempat:
a. Antara fi’il dan fa’il

جاء - أعتقدُ - زيدٌ

b. Antara mubtada’ dan khabar

مصر - حماها الله - جنة الله على الأرض

c. Antara fi’il dan maf’ul

و بُدِلَتْ - وَالدهْرُ ذُوْ تَبْدِلْ - هيفاً دبوراً بالصَباَ والشَمألِ

d. Antara syarat dan jawab

فَإِنْ لَّمْ تَفْعَلُوْا - وَلَنْ تَفْعَلُوْا - فَاتَّقُوا اللهَ

e. Antara qasam dan jawabnya

لعمري – وماعمري علي بهين - ** لقد نطقت بطلا علي الأقارع

f. Antara maushuf dan shifat

وَإِنَّهُ لَقَسَمٌ - لَوْ تَعْلَمُونَ - عَظِيمٌ (الواقعة: 76)

g. Antara isim maushul dan shilah

جاء الذِّيْ – أَظُنُّ – نَجَحَ

h. Antara hal dan shahibul hal

سَعَيْتُ – ورب الكعبة – مُجْتَهِدًا

4. Jumlah Tafsiriyyah

Adalah yang menjelaskan jumlah sebelumnya.

Contoh:

نَظَرْتُ إِلَيْهَ شزرًا أَيْ احْتَقَرْتُهُ

إِنَّ مَثَلَ عِيسَى عِنْدَ اللَّهِ كَمَثَلِ آَدَمَ خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ (أل عمران: 59)

5. Jumlah Shilah Maushul

Adalah jumlah yang menjadi shilah dan posisinya setelah isim maushul.

Contoh:

هذا الذي فازَ بالمسابقة

الحمد لله الذي أنزل على عبده الكتب (الكهف: 1)

6. Jumlah Jawab dari Qasam

Adalah jumlah yang menjadi jawab dari huruf qasam (sumpah).

Contoh:

والله لأصدقنَّ

والله إنَّ الموتَ لحقٌ

7. Jumlah yang Menjadi Jawab Bagi Syarat Selain Jazem

Adalah jumlah yang jatuh sebagai jawab bagi syarat yang bukan jazim (tidak beramal menjazmkan). Di antara syarat ghair jazim:

لَوْ – لَوْلَا – لَمَّا -  كُلَّمَا – إِذَا - أمَّا

Contoh:

لَوْلَا الْهَوَاءُ مَا عَاشَ كَائِنٌ حَيّ

8. Jumlah yang Menjadi Jawab Syarat Jazm tapi Dibarengi Dengan “fa” atau “idza”

Contoh:

إِنْ تَجْتَهِدْ فِي مذاكرتك تَجِدُ التّفوق بانْتِظَارك

9. Jumlah yang Ikut Kepada Jumlah Sebelumnya yang Tidak Memiliki Mahal ‘Irab

Contoh:

العلم نور والجهل ظلام

دَخَلْتُ الْمَسْجِدَ فَصَلَيْتُ

Sekian dan demikian. Terima kasih.

Artikel keren lainnya: