Nahwu: Amil Nawasikh (Pengertian, Pembagian, dan Contoh)
Nawasikh adalah amil yang masuk ke mubtada dan khabar serta mengubah
keadaan ‘irabnya. Nawasikh ada 3 macam, yaitu:
1. kana (كَانَ) dan saudaranya,
2. inna (إِنَّ) dan saudaranya,
3. zhonna (ظَنَّ) dan saudaranya.
|
Amil Nawasikh |
Berikut penjelasan dari ketiga amil tersebut:
1. Kana (كَانَ)
dan Saudaranya
Kana (كَانَ)
dan saudara-saudaranya adalah amil yang masuk ke mubtada’ dan khabarrnya serta
beramal merafa’kan mubtada’ dan menashabkan khabar. Mubtada’ yang telah
dimasuki kana dan saudaranya disebut dengan isim kana dan khabarnya menjadi
khabar kana.
Contoh:
كَانَ أَحْمَدُ مُدَرِّسًا
Artinya:
Ahmad adalah seorang guru.
Adakalanya kana ini tidak diterjemahkan secara
tersurat. Artinya terjemahan mubtda’ khabar yang ada kana atau yang tidak ada
kana sama saja.
Saudara-saudara Kana
Amil kana dan kawan-kawannya merupakan fi’il. Akan
tetapi, ada yang mutsharrif dan ada pula yang jamid.
Saudara-saudara Kana adalah:
1. (أَصْبَحَ)
Artinya menjadi atau pada pagi hari. Contoh:
أَصْبَحَتِ الشَّجَرَةُ مُثْمِرَةً
2. (أَضْحَى)
Artinya menjadi atau pada waktu dhuha. Contoh:
أَضْحَى المُهَنْدِسُونَ مُهْتَمِّينَ بِعَمَلِهِمْ
3. (ظَلَّ)
Artinya menjadi atau pada siang hari. Contoh:
ظَلَّ العَامِلُ مُكِبًّا عَلَى عَمَلهِ
4. (أَمْسَى)
Artinya menjadi atau pada waktu sore. Contoh:
أَمسَتِ السَّمَاءُ مُمْتِرَةً
5. (بَاتَ)
Artinya menjadi atau pada malam hari. Contoh:
بَاتَ النَّجْمُ لامِعًا
6. (صارَ)
Artinya menjadi dan menunjukkan perubahan. Contoh:
صارَ القُطْنُ نَسِيْجًا
7. (لَيسَ)
Artinya bukan atau tidak. Contoh:
لَيسَ النَّجَاحُ سَهْلًا
8. (مَا زَالَ)
Artinya masih. Contoh:
مَا زَالَ الطِّفْلُ نَائِمًا
9. (مَا بَرِحَ)
Artinya masih. Contoh:
مَا بَرِحَ الطِّفْلُ نَائِمًا
10. (مَا
انْفَكَّ)
Artinya masih. Contoh:
مَا انْفَكَّ الطِّفْلُ نَائِمًا
11. (مَا
فَتِئَ)
Artinya masih. Contoh:
مَا فَتِئَ الطِّفْلُ نَائِمًا
11. (مَا دامَ)
Artinya selama dan harus diawali dengan jumlah. Contoh:
لَنْ يَنتَصِرَ العَدُوُّ مَا دامَ التَّعَاوُنُ قَائِمًا
2. Inna (إِنَّ)
dan Saudaranya
Inna (إِنَّ)
dan saudaranya atau huruf nasikhah adalah amil yang masuk ke mubtada’ khabar
dan beramal menashabkan mubtada’ dan merafa’kan khabar. Kemudian mubtada’
disebut dengan isim inna dan khabar menjadi khabar inna. Disebut huruf nasikhah
karena inna dan teman-temannya mengubah keadaan mubtada’ khabar.
Contoh:
إِنَّ
الْكِتَابَ جَدِيْدٌ
Asalnya:
الْكِتَابُ
جَدِيْدٌ
Pada contoh
di atas kata (الْكِتَابَ) dibaca nashab dengan ditandai fathah
diujungnya. Kedudukannya sebagai isim inna. Apabila tidak dimasuki inna maka
irabnya rafa’ dan berkedudukan sebagai mubtada’. Adapun kata (جَدِيْدٌ) berkedudukan sebagai khabar inna dan berirab rafa’.
Saudara Inna
(إِنَّ)
1. Inna (إِنَّ)
Kata (إِنَّ) memiliki makna (تَوْكِيْد)
yaitu menguatkan dan diterjemahkan sesungguhnya. Contoh:
إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
2.
Anna (أَنَّ)
Kata (أَنَّ) memiliki makna (تَوْكِيْد)
yaitu menguatkan dan diterjemahkan sesungguhnya. Anna harus berada setelah
kalam. Contoh:
أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
3.
Kaanna (كَأَنَّ)
Kata (كَأَنَّ) memiliki makna (تَشْبِيْه)
yaitu menyerupakan atau menyangkakan dan diterjemahkan seakan-akan atau seperti
jika khabarnya isim jamid serta diterjemahkan seakan-akan jika khabarnya isim
musytaq. Contoh:
كَأَنَّ أَحْمَدَ أَسَدٌ
كَأَنَّ أَحْمَدَ مُهَنْدِسٌ
4. Lakinna (لَكِنَّ)
Kata (لَكِنَّ) memiliki makna (إِسْتِدْرَاك)
yaitu menetapkan setelahnya dan menganulir pernyataan sebelumnya. Artinya
sebelum lakinna harus ada kalam terlebih dahulu. Lakinna diterjemahkan tetapi.
Contoh:
عِرْفَانُ قَوِيٌّ وَلَكِنَّ أَحْمَدَ أَقْوَى مِنْهُ
5.
Laalla (لَعَلَّ)
Kata (لَعَلَّ) memiliki makna (تَرَجِي)
yaitu mengharap sesuatu yang dekat atau mudah didapatkan dan diterjemahkan
semoga atau mudah-mudahan. Contoh:
لَعَلَّ النَّصْرَ قَرِيْبٌ
6. Laita (لَيْتَ)
Kata (لَيْتَ) memiliki makna (تَمَـــنِّى)
yaitu mengharapkan sesuatu yang berat untuk dicapai bahkan tidak mungkin
tercapai. Biasanya diterjemahkan ingin sekali atau andai. Contoh:
لَيْتَ الْإِمْتِحَانَ سَهْلٌ
7. La
nafi (لَا)
Kata (لَا) memiliki makna (نَفِي) yakni meniadakan dan diterjemahkan tidak atau
tidak ada. Contoh:
لَا رَجُلَ فِي الْبَيْتِ
3. Zhonna (ظَنَّ) dan Saudaranya
Fi’il zhonna dan saudaranya apabila masuk ke
mubtada dan khabar akan beramal menashabkan keduanya karena berposisi sebagai
maf’ul. Artinya mubtada menjadi maf’ul pertama dan khabar menjadi maf’ul kedua.
Contoh:
Asalnya:
زَيْدٌ
طَالِبٌ
Artinya: Zaid seorang murid.
Kemudian dimasuki fi’il zhonna, sehingga menjadi:
ظَنَنْتُ
زَيْدًا طَالِبًا
Artinya: Saya menyangka Zaid seorang murid.
Kata (زَيْدًا) dan (طَالِبًا) beruabah ‘irabnya
menjadi nashab setelah didahului oleh fi’i zhonna.
Perlu diingat bahwa zhonna itu termasuk fi’il. Oleh
karena itu harus ada fa’il yang mendampinginya, baik berupa fa’il zhahir atau fa’il
dhamir.
Mubtada’ dan khabar yang berubah menjadi ‘irab
nashab tentunya harus berupa mufrad. Apabila mubtada’ dan khabarnya berupa isim
mabni atau berupa jumlah atau syibhul jumlah, maka tidak ada perubahan tetapi ‘irabnya
menduduki tempat manshub. Contoh:
ظَنَّ
أَحْمَدُ خَالِدًا يَنَامُ فِي الْغُرْفَةِ
Zhonna dan
Saudaranya
Adapun
yang dimaksud dengan zhonna dan saudaranya fi’il yang menashabkan mubtada’ dan
kahabrnya karena keduanya dianggap sebagai maf’ul. Fi’il zhonna dan saudaranya
dikelompokkan menjadi 4 macam:
a. Berfaedah
menunjukkan makna prasangka, yaitu (ظَنَّ), (حَسِبَ), (خَالَ), dan (زَعَمَ).
b. Berfaedah
menunjukkan makna yakin, yaitu (رَأَى), (عَلِمَ), dan (وَجَدَ).
c. Berfaedah
menunjukkan makna perubahan atau pergantian, yaitu (اتَّخَذَ) dan (جَعَلَ).
d. Berfaedah
menunjukkan makna penglihatan, yaitu (سَمِعَ).
Berikut
penjelasannya:
1. (ظَنَّ)
Artinya menyangka
atau menduga. Contoh:
ظَنَنْتُ
زَيْدًا فِي الْبَيْتِ
2. (حَسِبَ)
Artinya menyangka
atau menduga. Contoh:
حَسِبْتُ
الْمَالَ نَافِعًا
3. (خَالَ)
Artinya membayangkan
atau mengira. Contoh:
خِلْتُ
الشَّجَرَةَ مُثْمِرَةً
4. (زَعَمَ)
Artinya menganggap
atau mengklem. Contoh:
زَعَمْتُ
خَالِدًا شُجَاعًا
5. (رَأَى)
Artinya meyakini. Contoh:
رَأَيْتُ
الْعِلْمَ نَافِعًا
Apabila artinya “melihat”
maka tidak termasuk saudara zhonna dan hanya perlu satu maf’ul saja.
6. (عَلِمَ)
Artinya mengetahui.
Contoh:
عَلِمْتُ
الْخِيَانَةَ عَارًا
7. (وَجَدَ)
Artinya mendapati
atau menemukan. Contoh:
وَجَدْتُ
زَيْدًا بَاكِيًا
8. (اتَّخَذَ)
Artinya mengambil
atau menjadikan. Contoh:
اتَّخَذَ
أَحْمَدَ الْكِتَابَ جَلِيْسًا
9. (جَعَلَ)
Artinya menjadikan
atau membuat. Contoh:
جَعَلَ
أَحْمَدُ الطِّيْنَ جَرَّةً
“Ahmad membuat
tanah menjadi guci”
10. (سَمِعَ)
سَمِعْتُ
خَلِيْلًا مَرِيْضًا
*************
ولله
أعلم بالصواب
وصلى
الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
سبحانك
اللهم وبحمدك، أشهد أن لا إله إلا أنت، أستغفرك وأتوب إليك
Belum ada tanggapan untuk "Nawasikh (Amil yang Masuk ke Mubtada dan Khabar) | Nahwu"
Post a Comment