A. Pengertian Ilmu Ma’ani
Dalam kitab Al-Jauhar
Al-Maknun dijelaskan:
عِلْمٌ بِهِ لِمُقْتَضَى
الْحَالِ يُرَى * لَفْظٌ مُطَابِقًا....
Artinya :
“Yaitu ilmu yang dengan
ilmu itu dapat diketahui sesuatu lafazh sesuai dengan muqtadhal halnya (situasi dan kondisi).”
Ilmu ma’ani adalah ilmu yang mempelajari
kesesuaian antara konteks pembicaraan dengan situasi dan kondisi sehingga
maksud dan tujuan bisa tersampaikan secara jelas dan gamblang.
Definisi lainnya, ilmu ma'ani adalah pokok-pokok
dan dasar-dasar untuk mengetahui tata cara menyesuaikan kalimat kepada
kontekstualnya (muqtadhal halnya) sehingga cocok dengan tujuan yang
dikehendaki.
Berdasarkan definisi di atas, dalam ilmu ma’ani terdapat dua unsur
yang perlu diperhatikan, yaitu kondisi audien (pendengar) dan obyek (topik
pembicaraan).
1. Kondisi Audien
(pendengar)
Pembicaraan harus disesuaikan dengan kapasitas intelektual audien.
Bahasa yang digunakan ketika berbicara dengan orang yang tingkat intelektualnya
tinggi, tentu berbeda dengan orang yang tingkat intelektualnya rendah. Misalnya
penggunaan cara berbahasa dengan seorang mahasiswa di perguruan tinggi berbeda
dengan seorang murid Sekolah Dasar atau orang yang pernah mengenyam pendidikan
dengan orang yang tidak pernah mengenyam pendidikan.
Kalau berbicara dengan orang terdidik kita cukup menggunakan kalimat
yang singkat dan padat bukan bertele-tele. Dengan cara itu mereka sudah bisa
memahami dan menangkap maksud dan tujuan sang pembicara, tetapi sebaliknya
kalau kita berbicara di hadapan orang yang tidak terdidik maka dibutuhkan
penggunaan kata-kata yang panjang dan bertele-tele sekalipun maksud dan tujuan
yang ingin disampaikan hanya sedikit.
Selain itu, kondisi audiens ketika menanggapi
suatu pembicaraan ada yang yakin, ragu, dan juga ingkar. Tentunya uslub yang
digunakan ketika menyampaikan suatu informasi kepada orang yang yakin, orang
yang ragu, dan orang yang ingkar akan berbeda. Biasanya tambahkan huruf taukid
pada suatu kalimat apabila menyampaikan informasi kepada orang yang ragu,
bahkan taukidnya lebih dari satu apabila audiensnya membantah informasi
tersebut.
2. Obyek/Topik Pembicaraan
Obyek pembicaraan memegang peranan penting dan substansial dalam
ilmu ma’ani. Obyek pembicaraan juga harus disesuaikan dengan kadar intelektual
audien. Karena ada obyek pembicaraan yang bisa dijangkau oleh audien dan
sebaliknya ada obyek-obyek pembicaraan yang tidak bisa terjangkau oleh akal dan
kadar keilmuannya. Kemampuan menganalisa dan problem solving (memecahkan
masalah) tentu tidak akan mampu dilakukan oleh anak-anak yang masih belajar di
bangku sekolah tingkat dasar.
B. Topik Bahasan Ilmu Ma’ani
Ada beberapa topik inti yang menjadi pembahasan para ulama Balāghah
dalam ilmu Ma’ani, yaitu:
● Khabar dan Insya’
Khabar atau kalimat berita adalah ungkapan yang bisa
dinilai bahwa yang menyampaikannya bohong atau tidak. Sedangkan insya’
sebaliknya.
Contoh kalam khabar:
إِنَّ
أَبَاكَ لَمَرِيْضٌ
Artinya: “sesungguhnya ayahmu benar-benar sakit”.
Kalam khabari dengan dua taukid.
Contoh kalam insya’:
فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
Artinya: Maka hendaklah mengatakan yang baik atau
diam”.
Kalam insya’i dengan uslub amr (perintah).
● Musnad dan Musnad Ilaih
Kalimat dalam bahasa Arab terbentuk dari jumlah
ismiyyah (terdiri dari mubtada’ dan khabar) dan jumlah fi’liyyah (terdiri
dari fi‘il dan fa‘il). Dalam Ilmu Balagah kedua unsur pembentuk susunan kalimat
tersebut dinamakan Musnad (المسند) dan
Musnad Ilaih (المسند إليه).
Contoh:
مُحَمَّدٌ قَائِمٌ
قَامَ مُحَمَّدٌ
Dalam kedua kalimat di atas, kata (مُحَمَّدٌ) merupakan tempat disandarkannya perbuatan
berdiri atau disebut musnad ilaih. Sedangkan kata (قَائِمٌ) dan (قَامَ) merupakan perbuatan yang disandarkan kepada
Muhammad atau disebut Musnad.
● Ijaz, Musawah dan
Ithnab
Ijaz adalah kalimat yang ringkas. Musawah adalah ungkapan
yang setara. Sedangkan ithnab adalah kalimat yang bertele-tele.
Contoh ijaz:
اَلاَ لَهُ الْخَلْقُ
وَالأَمْرُ (اعراف: 54)
Artinya: “...Ketahuilah milik Allah segala
penciptaan dan urusan....” (QS. Al-A’rāf [7]: 54)
Kata (الخلق) yang artinya penciptaan dan kata (الأمر) yang artinya urusan mengandung makna
semua atau segala hal yang berkaitan dengan penciptaan makhluk dan urusannya
seperti hidup, mati, senang, bahagia dan lain-lain itu sudah terkandung dalam
makna ayat ini.
Contoh musawah:
مَنْ كَفَرَ
فَعَلَيْهِ كُفْرُهُ
Artinya: ”Barang siapa
yang kafir (ingkar) maka dia sendirilah yang menanggung (akibat) kekafirannya
itu.” (QS. Ar-Rūm: 44)
Contoh ithnab:
قَالَ رَبِّ إنِّيْ وَهَنَ
الْعَظْمُ مِنِّيْ وَاشْتَعَلَ الرَّأْسِ شَيْبًا
Artinya: Ia berkata “Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku
telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, (QS. Maryam: 4).
Maksud
ayat diatas adalah: “Saya sudah tua”.
● Qashr
Qashr adalah gaya bahasa pengkhususan.
Contoh qashr:
وَمَا
يَخْدَعُونَ إِلَّا أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ
Artinya: “dan tidaklah mereka menipu kecuali kepada dirinya sendiri
sedang mereka tidak sadar.” (QS. Al-Baqarah: 9).
● Fashal dan Washal
Fashal dan washal membahas tentang menyambung atau
memisahkan kalimat dengan kalimat yang lainnya menggunakan huruf athaf ‘wau”.
Contoh fashal:
يُدَبِّرُ الْأَمْرَ
يُفَصِّلُ الْأيتِ
Artinya: “Dia (Allah) yang mengatur urusan dan menjelaskan
tanda-tanda” (Ar- Ra’d: 2)
Contoh washal:
وَاعْبُدُوا اللهَ وَلَا تُشْرِكُوْا بِهِ شَيْئًا
Artinya: “Dan sembahlah Allah serta janganlah kalian
menyekutukan-Nya….” (An-Nisa’: 36).
Simpulan:
> Ilmu ma’ani membahas macam-macam uslub (gaya
bahasa) atas dasar struktur kalimat.
> Tujuan dari mempelajari ilmu ma’ani:
• Agar pembicaraan disesuaikan dengan keadaan
audien sehingga bisa berkomunikasi dengan efektif.
• Menjaga lisan dari kesalahan berbicara.
• Mengetahui kemukjizatan al-Qur'an melalui aspek kebagusan
susunan dan sifatnya, keindahan kalimat, kehalusan bentuk ijaz yang telah
diistemawakan oleh Allah dan segala hal yang telah dikandung oleh al-Qur'an itu
sendiri.
• Mengetahui rahasia
balaghah dan fashahah dalam bahasa Arab yang berupa prosa dan puisi agar dapat
mengikutinya dan menyusun sesuai dengan aturannya serta membedakan antara
kalimat yang bagus dengan yang bernilai rendah.
• Apabila berposisi sebagai audiens, kita bisa
lebih memahami maksud pembicara lebih dalam.
sangat membantu paparannya, terima kasih
ReplyDelete