Home · Tajwid · Sharaf · Nahwu · Balaghah · Do'a · Daftar Isi

Kuis Nahwu Sharaf Beserta Jawabannya

Bahasa arab itu memang sangat unik. Buktinya adalah bahwa suatu kata bisa dibaca dengan beberapa variasi. Berikut diantaranya:
Teka-teki Nahwu

1. Teka-teki Sharaf Nahwu 1

Bagaimana cara membaca kalimat berikut?

من من من من من من منه

Yang pasti bukan dibaca “man man man man man man minhu" atau dibaca "min min min min min min minhu". Hmmm lumayan membuat kita pusing ya... padahal hanya terdiri dari “mim”, “nun” dan “ha”

Ternyata berikut cara bacanya:

مَنْ مَنَّ مِنْ مَنٍّ مُنَّ مِنْ مَنِّهِ

“man manna min mannin munna min mannihi” yang artinya "Barang siapa memberi suatu pemberian maka ia akan diberi dari sebab pemberiannya"

Maksudnya, bila kita memberi sesuatu pada seseorang dengan ikhlas, maka kita secara tidak langsung akan mendapat pemberian dari apa yang telah kita beri, baik berupa pahala, atau hal lain yang sifatnya balasan atas kebaikan kita.

Berikut penjelasan setiap katanya:

مَنْ

Dibaca: "man", merupakan isim syarat, mahal nya raf'a berkedudukan menjadi mubtada, memiliki arti "barang siapa"

مَنَّ

Fi’il madli dari kata "Manna yamunnu (tsulasy mujarrod bab awal dari bina mudho'af) mempunyai arti "Memberi", kedudukan jumlah kalimat Fi'il dan fail nya mahal raf'a jadi khobar mubtada, kira-kira kalau di irob begini:

من فعل ماض مبني للفاعل والفاعل ضمير مستتر فيه جوازا تقدره هو يعود على مَنْ والجملة من الفعل والفاعل في محل رفع خبر المبتدأ

مِنْ

Dibaca: "min", merupakan huruf jar

مَنٍّ

Dibaca: "mannin", merupakan mashdar dari manna-yamunnu, berkedudukan menjadi majrur, memiliki arti "pemberian". Dan kedudukan jumlah (jar+majrur) mahal nashab menjadi maf'ul bih dari lafadz (مَنَّ).

مُنَّ

Dibaca: "munna", merupakan fi’il madli mabni majhul, naib fa’il nya mustatir yaitu lafadz (هو) dengan ruju' kepada  marj'i nya yaitu lafadz "man"...... kedudukan jumlah Fi'il dan naib fa'il nya mahal jazem menjadi jawab syarat ''man", memiliki arti "maka diberi".

مِنْ

Dibaca: "min", merupakan huruf jar yang bermakna sababiyyah

مَنٍّ

Dibaca: "mannin", merupakan mashdar dari manna-yamunnu, berkedudukan menjadi majrur sekaligus mudhaf, memiliki arti "pemberian"

هِ

Dibaca: "hi", merupakan isim dlamir (kata ganti) bariz muttashil majrur, berkedudukan menjadi mudhaf ilaih, memiliki arti "nya/dia" dengan ruju' pada marj'i nya yaitu "man"

2. Teka-teki Sharaf Nahwu 2

Salah satu hal unik dari bahasa Arab adalah kata dari susunan beberapa huruf bisa dibaca berbeda-beda dan tentunya harus tetap mengacu pada kaidah nahwu dan sharaf. Nah sekarang coba baca kalimat di bawah ini!

رجل رجل رجل رجل رجل

Meskipun hanya terdiri dari “ra”, “jim” dan “lam” di setiap katanya, tapi cara bacanya berbeda. Kalau bingung, yuk langsung temukan jawabannya:

رَجَلَ رَجُل رِجْلَ رَجُلٍ رَجِل

Yang artinya:
"Seorang laki-laki mengikat kaki laki-laki lainnya yang sedang berjalan".

Berikut penjabarannya per katanya:

رَجَلَ

Dibaca “rajala” dan merupakan fi’il madhi yang artinya mengikat.

رَجُلٌ

Dibaca “rajulun” karena berkedudukan sebagai fa’il yang artinya seorang laki-laki.

رِجْلَ

Dibaca “rijla” karena berkedudukan sebagai maf’ul dan artinya kaki.

رَجُلٍ

Dibaca “rajulin” karena berkedudukan sebagai mudhaf ilaih dari (رِجْلَ) yang artinya seorang laki-laki.

رَجِلَ

Dibaca “rajila” dan merupakan fi’il madhi yang artinya berjalan.

Artikel keren lainnya:

Mu'jizat Al-Qur'an | Ulumul Qur'an

A. PENGERTIAN IJAZ QURAN DAN MUKJIZAT

Pengertian i’jaz menurut bahasa:

Kata I’jaz adalah isim mashdar dari ‘ajaza-yu’jizu-i’jazan yang mempunyai arti “ketidakberdayaan atau keluputan” (naqid al-hazm). Kata i’jaz juga berarti “terwujudnya ketidakmampuan”, seperti dalam contoh: a’jaztu zaidan “aku mendapati Zaid tidak mampu".

Pengertian i’jaz secara istilah:

Penampakan kebenaran pengklaiman kerasulan nabi Muhammad SAW dalam ketidakmampuan orang Arab untu menandingi mukjizat nabi yang abadi, yaitu al-Quran.

Perbuatan seseorang pengklaim bahwa ia menjalankan fungsi ilahiyah dengan cara melanggar ketentuan hukum alam dan membuat orang lain tidak mampu melakukannya dan bersaksi akan kebenaran klaimnya.

Pengertian mukjizat:

هِيَ أَمْرٌ خَارِقٌ لِلْعَادَةِ مَقْرُوْنٌ بِالتَّحدي سَالِمٌ عَنِ الْمُعَارِضَةِ يَظْهُرُ عَلَى يَد مدعي النُّبُوَةِ مُوَافِقاً لِدَعْوَاهُ

Mukjizat adalah  sebuah perkara luar biasa (khoriqun lil ‘adah) yang disertai tantangan (untuk menirunya), yang selamat dari pengingkaran, dan muncul pada diri seorang yang mengaku nabi menguatkan /menyesuaikan dakwahnya.

Dari pengertian mukjizat di atas, maka ada beberapa syarat disebut mukjizat,yaitu:

1. Hal yang di luar kebiasaan : seperti tongkat berubah ular, menghidupkan orang mati, dll

2. Disertai Tantangan : untuk meniru, agar mereka yang ditantang merasa 'tidak mampu' untuk kemudian mengakui bahwa itu dari Allah SWT

3. Selamat dari pengingkaran : artinya tantangan itu berupa sebuah tantangan yang layak bukan sesuatu yang tidak masuk akal. Misalnya : tantangan membuat Al-Quran untuk orang Arab yang berbahasa Arab, bukan untuk orang Jawa.

4. Muncul dari Nabi : untuk menguatkan risalah kenabiannya, jika bukan dari nabi biasa disebut dengan Karomah.

B. PEMBAGIAN JENIS MUKJIZAT & HIKMAHNYA

Secara umum mukjizat dapat digolongkan menjadi dua klasifikasi, yaitu:

1. Mu’jizat Indrawi (Hissiyyah)

Mukjizat jenis ini diderivasikan pada kekuatan yang muncul dari segi fisik yang mengisyaratkan adanya kesaktian seorang nabi. Secara umum dapat diambil contoh adalah mukjizat nabi Musa dapat membelah lautan, mukjizat nabi Daud dapat melunakkan besi serta mukjizat nabi-nabi dari bani Israil yang lain.

2. Mukjizat Rasional (’aqliyah)

Mukjizat ini tentunya sesuai dengan namanya lebih banyak ditopang oleh kemampuan intelektual yang rasional. Dalam kasus al-Quran sebagai mukjizat nabi Muhammad atas umatnya dapat dilihat dari segi keajaiban ilmiah yang rasional dan oleh karena itulah mukjizat al-Quran ini bias abadi sampai hari Qiamat.

Imam Jalaludin as-Suyuthi, berkomentar mengenai hikmah pembagian mukjizat tersebut  dimana beliau berpendapat bahwa kebanyakan maukjizat yang ditanpakkan Allah pada diri para nabi yang diutus kepada bani Israil adalah mukjizat jenis fisik.  Beliau menambahkan hal itu dikarenakan atas lemah dan keterbelakangan tingkat intelegensi bani Israil.

Sementara, sebab yang melatarbelakangi diberikannya mukjizat rasional atas umat nabi Muhammad adalah keberadaan mereka yang sudah relative matang dibidang intelektual. Beliau menambahkan, oleh karena itu al-Quran adalam meukjizat rasional, maka sisi i’jaznya hanya bisa diketahui dengan kemampuan intelektual, lain halnya dengan mukjizat fisik yang bias diketahui dengan instrument indrawi.

Meskipun al-Quran diklasifikasian sebagai mukjizat rasional ini tidak serta merta menafikan mukjizat-mukjizat fisik yang telah dianugerahkan Allah kepadanya untuk memperkuat dakwahnya.

C. PERBEDAAN MUKJIZAT QURAN DENGAN NABI-NABI SEBELUMNYA

Ada beberapa perbedaan besar antara mukjizat Al-Quran dengan mukjizat para Nabi-nabi sebelumnya, antara lain:

1. Mukjizat Nabi sebelumnya bersifat fisik (hissiyah), maka habis sesuai dengan berlalunya zaman. Generasi setelahnya tidak lagi bisa menyaksikan mukjizat tersebut. Sementara Al-Quran adalah mukjizat yang terjaga, abadi dan berkelanjutan. Karenanya hingga hari ini masih banyak temuan-temuan tentang mukjizat Al-Quran.

2. Mukjizat Nabi-nabi sebelumnya terfokus pada 'penakjuban pandangan', sementara mukjizat Al-Quran mengarah pada 'pembukaan hati dan penundukan akal', karena itu daya pengaruhnya lama dan bertahan. Sementara mukjizat 'pandangan' kadang begitu mudah terlupakan.

3. Mukjizat Nabi sebelumnya di luar konteks isi risalah mereka dan tidak bersesuain, karena fungsinya utamanya hanya untuk menguatkan kenabian atau membuktikan bahwa mereka adalah utusan Allah SWT. Contoh : menghidupkan orang mati, tongkat menjadi ular, tidak ada hubungan langsung dengan isi kitab Taurat dan Injil. Sementara Al-Quran benar-benar mukjizat yang bersesuaian dan menguatkan isi risalah kenabian.

D. BIDANG MUKJIZAT AL-QURAN

Mukjizat al-Quran terdiri dari berbagai macam segi mukjizat, antara lain:

Mu'jizat Al-Quran

1. Segi bahasa dan susunan redaksinya ( I'jaz Lughowi)

Sejarah telah menyaksikan bahwa bangsa Arab pada saat turunnya al-Quran telah mencapai tingkat yang belum pernah dicapai oleh bangsa satu pun yang ada didunia ini, baik sebelum dan sesudah mereka dalam bidang kefashihan bahasa (balaghah). Mereka juga telah meramba jalan yang belum pernah diinjak orang lain dalam kesempurnaan menyampaikan penjelasan (al-bayan), keserasian dalam menyusun kata-kata, serta kelancaran logika.

Oleh karena bangsa Arab telah mencapai taraf yang begitu jauh dalam bahasa dan seni sastra, karena sebab itulah al-Quran menantang mereka. Padahal mereka memiliki kemampuan bahasa yang tidak bias dicapai orang lain seperti kemahiran dalam berpuisi, syi’ir atau prosa (natsar), memberikan penjelasan dalam langgam sastra yang tidak sampai oleh selain mereka. Namun walaupun begitu mereka tetap dalam ketidakberdayaan ketika dihadapkan dengan al-Quran.

2. Segi isyarat ilmiah ( I'jaz Ilmi)

Pemaknaan kemukjizatan al-Quran dalam segi ilmiyyah  diantaranya :

a. Dorongan serta stimulasi al-Quran kepada manusia untuk selalu berfikir keras atas dirinya sendiri dan alam semesta yang mengitarinya.

b. Al-Quran memberikan ruangan sebebas-bebasnya pada pergulan pemikiran ilmu pengetahuan sebagaimana halnya tidak ditemukan pada kitab-kitab agama lainnya yang malah cenderung restriktif.

c. Al-Quran dalam mengemukakan dalil-dalil, argument serta penjelasan ayat-ayat ilmiah, menyebutkan isyarat-isyarat ilmiah yang sebagaiannya baru terungkap pada zaman atom, planet dan penaklukan angkasa luar sekarang ini. Diantaranya adalah :

Isyarat tentang Sejarah Tata Surya .

Allah SWT berfirman : “Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman?” (QS. Al-Anbiya’: 30).

Isyarat tentang Fungsi Angin dalam Penyerbukan Bunga

 Allah SWT berfirman : “Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya.” (QS. Al-Hijr: 22)

Isyarat tentang Sidik Jari manusia

Allah SWT berfirman :  “ Bukan demikian,  Sebenarnya kami Kuasa menyusun (kembali) jari jemarinya dengan sempurna" . (QS Al-Qiyamah 4)

Banyak buku yang sudah di tulis mengenai masalah Keajaiban Ilmiah Al-Quran, ada yang menyebutnya dengan Mukjizat Ilmiah, dan ada pula yang membuat bahasan lain dan menyebutnya dengan Tafsir Ilmiah. Beberapa ulama berbeda pendapat tentang tafsir Ilmiah, khususnya jika yang terjadi adalah memaksakan ayat-ayat Quran untuk koheren dengan teori-teori ilmiah hasil penelitian manusia. Rujuk kembali perbedaan seputar ini dalam kitab : Bagaimana berinteraksi dengan Al-Quran (Kaifa nata'amal ma'al quran) -Dr.Yusuf Qaradhawi.

3. Segi Sejarah & pemberitaan yang ghaib (I'jaz tarikhiy)

Surat-surat dalam al-Quran mencakup banyak berita tentang hal ghaib. Kapabilitas al-Quran dalam memberikan informasi-informasi tentang hal-hal yang ghaib seakan menjadi prasyarat utama penopang eksistensinya sebgai kitab mukjizat. Diantara contohnya adalah:

a. Sejarah / Keghaiban masa lampau.

Al-Quran sangat jelas dan fasih seklai dalam menjelaskan cerita masa lalu seakan-akan menjadi saksi mata yang langsung mengikuti jalannya cerita. Dan tidak ada satupun dari kisah-kisah tersebut yang tidak terbukti kebenarannya. Diantaranya adalah: Kisah nabi Musa & Firaun, Ibrahim, Nabi Yusuf, bahkan percakapan antara anak-anak Adam as.

b. Kegaiban Masa Kini

Diantaranya terbukanya niat busuk orang munafik di masa rasulullah. Allah SWT berfirman : Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, Padahal ia adalah penantang yang paling keras.(QS. Al-Baqoroh: 204)

c. Ramalan kejadian masa mendatang

Diantaranya ramalan kemenangan Romawi atas Persia di awal surat ar-Ruum.

4. Segi petunjuk penetapan hukum ( I'jaz Tasyri'i)

Diantara hal-hal yang mencengangkan akal dan tak mungkin dicari penyebabnya selain bahwa al-Quran adalah wahyu Allah, adalah terkandungnya syari’at paling ideal bagi umat manusia, undang-undang yang paling lurus bagi kehidupan, yang dibawa al-Quran untuk mengatur kehidupan manusia yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Meskipun memang banyak aturan hukum dari Al-Quran yang secara 'kasat mata' terlihat tidak adil, kejam dan sebagainya, tetapi sesungguhnya di balik itu ada kesempurnaan hukum yang tidak terhingga.

Diantara produk hukum Al-Quran yang menakjubkan dan penuh hikmah tersebut antara lain:

a. Hukuman Hudud bagi pelaku Zina, Pencurian, dsb (QS An-Nuur 2-3)

b. Hukuman Qishos bagi Pembunuhan ( QS Al-Baqoroh 178-180)

c. Hukum Waris yang detil  (QS An- Nisa 11-12)

d. Hukum Transaksi Keuangan dan Perdagangan.(QS Al-Baqoroh 282)

e. Hukum Perang & Perdamaian. (QS Al-Anfal 61)

f. Dan lain-lain

 

Artikel keren lainnya:

Khutbah Jumat: Inspirasi Hijrah di Tahun Baru Hijriah

Contoh Khutbah Jumat Menyambut  Tahun Baru Hijriah

Khutbah Jumat

Muqaddimah

Ma’asyirol muslimin rahimakumullah.

Tak terasa kini kita berada di penghujung tahun hijriah. Beberapa hari lagi kita akan meninggalkan bulan Zulhijah, bulan terakhir dalam tahun hijriah dan akan memasuki bulan Muharram sebagai awal  tahun 1443 H.

Sejarah mencatat, ketika dimasa Khalifah Umar bin Khatab hendak menentukan penanggalan khusus bagi kaum muslimin, maka ditetapkanlah bulan Muharram sebagai bulan pertama dan tanggal satunya merupakan awal tahun. Kemudian ditetapkan peristiwa hijrahnya Rasulullah saw dan para sahabatnya dari Mekah ke Madinah sebagai tahun pertama, sehingga kemudian penanggalan ini dikenal sebagai tahun hijriah. Maka kalau nanti dikatakan tahun 1443 H, itu artinya sudah berlalu 1443 tahun dari peristiwa hijrahnya Rasulullah saw.

Mengapa peristiwa hijrah dijadikan sebagai patokan dalam menetapkan tahun Islam ini? Karena hijrah merupakann peristiwa yang sangat agung, sangat fenomel dan peristiwa yang sangat menentukan bagi perjuangan dan dakwah Islam. Rasulullah saw dan para sahabatnya ketika masih di Mekah berada dalam posisi lemah, tertindas, dan selalu dizalimi, namun setelah hijrah ke Madinah kondisinya dapat dibalik, memiliki kehormatan, kekuatan dan kemenangan sehingga akhirnya dapat menundukkan kota Mekah dalam pangkuan keimanan kepada Allah Taala.

Karena itu kaum muslimin yang dimuliakan Allah Taala. Pergantian tahun hijriah hendaknya mengingatkan kita pada spirit dan pelajaran besar dari peristiwa hijrahnya Rasulullah saw dan para sahabatnya. Karena walaupun hijrah secara praktis tidak kita lakukan, namun semangat dan spiritnya dapat kita ambil untuk meraih kehidupan yang lebih baik.

Setidaknya ada dua pelajaran yang dapat kita ambil dari peristiwa hijrah;

Pertama, keselamatan agama adalah paling utama.

Rasulullah dan para sahabat demi menyelamatkan imannya, islamnya dan keyakinannya, mereka tinggalkan kampung halamannya, tanah kelahirannya dan harta bendanya, menempuh perjalanan panjang, melelahkan dan penuh resiko. Demi apa? Demi menyelamatkan agamanya. Ini harus menginspirasi kita, bahwa apapun yang terjadi dalam kehidupan kita, berbagai godaan, cobaan dan ujian jangan sampai membuat kita meninggalkan agama kita. Sebab jika itu terjadi, maka sungguh itu merupakan musibah paling besar dalam kehidupan.

Justeru seharusnya setiap apa yang terjadi pada diri kita, baik kenikmatan atau musibah, untung atau rugi, senang atau susah semestinya membuat kita semakin teguh di jalan Allah. Sebab ketakwaan akan mengundang ridha Allah, ridha Allah akan mendatangkan kebaikan dan keberkahan, mendatangkan solusi dan membuka pintu rizki dari Allah Taala.

وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

 

“Siapa yang bertakwa kepada Allah akan diberikan jalan keluar baginya dan diberikan rizki dari jalan yang tidak diduga.” (QS. Ath-Thalaq:2-3)

Pelajaran kedua: Mencapai sesuatu dengan ikhtiar maksimal.

Rasulullah saw ketika hendak melaksanakan hijrah, jauh-jauh hari beliau sudah menyewa hewan kendaraannya beserta penunjuk jalannya, lalu beliau diam-diam keluar dari rumahnya bersama sahabatnya Abu Bakar Ash-Shiddiq menuju Gua Tsur dan bersembunyi di sana beberapa hari menghindari kejaran kaum kafir quraisy, lalu setelah itu beliau berangkat menuju Madinah melalui jalur yang tidak biasa ditempuh, juga untuk menghindari kejaran kaum kafir Quraisy.

Rasulullah saw yang keimanannya sempurna, tawakkalnya total, ibadahnya tak terkira, namun beliau tetap melakukan ikhtiar maksimal untuk mencapai tujuan yang diinginkan atau menghindari sesuau yang membahayakan. Ini sungguh merupakan pelajaran berharga bagi kita setiap muslim, bahwa selain keimanan yang kuat, ibadah yang benar, penyandaran yang tinggi kepada Allah, kitapun harus berikhtiar dan berusaha maksimal sesuatu hukum sebab akibat telah diketahui.

Maka ketika sahabat Abu Bakar ashidiq sangat khawatir jika persembunyian mereka di gua Tsur diketahui oleh kaum kafir Quraisy, Rasulullah saw menangkannya seraya berucap;

لاَ تَحْزَنْ إِنَّ اللهَ مَعَنَا

“Jangan bersedih, Allah bersama kita.”

Beliau ucapkan hal ini bukan tanpa ikhtiar, tapi justeru dia ucapkan setelah serangkaian ikhtiar maksimal yang telah beliau lakukan. Karenanya, jangan sampai keimanan kita menghalangi ikhtiar, jangan sampai ikhtiar kita membuat kita mengabaikan masalah keimanan dan ketaatan. Keduanya harus berjalan seiring.

Perkara ini berlaku untuk urusan apa saja. Berkeluarga, bermasyarakat, berusaha, menempuh karir, studi, berdagang, dsb.

Dan di masa pandemi ini kita sedang benar-benar diuji, agar tetap berada dalam keimanan dan ketakwaan kepada Allah dan terus berikhtiar untuk mendapatkan keselamatan agar terhindar dari wabah sesuai arahan-arahan pihak yang berkompeten dengan melakukan prokes yang sudah diajarkan.

Insya Allah dengan dua prinsip ini, kita dapat melalui ujian ini dengan sebaik-baiknya dan Allah berikan jalan keluar terbaik atas ujian yang sedang sama-sama kita hadapi. Aamin yaa rabbal aalamin.

بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم ونفعني وإياكم يما فيه من الآيات والذكر الحكيم أقول ما تسمعون وأستغفر الله لي ولكم إنه هو الغفور الرحيم

Artikel keren lainnya:

Fi'il Tsulatsi dan Ruba'i (Mujarrad dan Mazid)

Bila dilihat dari segi jumlah huruf pada fi’il, maka fi’il terbagi mmenjadi fi’il tsulatsi dan fi’il ruba’i.

A. FI’IL TSULATSI (الفعل الثلاثي)

Fi’il tsulatsi adalah fi’il yang huruf asli pada fi’il madhinya terdiri dari tiga huruf. Fi’il tsulatsi terbagi lagi menjadi mujarrad dan mazid.

1. Fi’il Tsulatsi Mujarrad

مَا كَانَ كُلُّ حُرُوْفِهِ أَصْلِيَّةً وَيَكُوْنُ ثُلَاثِيًا

Fi’il tsulatsi mujarrad adalah fi’il semua hurufnya asli dan terdiri dari tiga huruf.

Fi’il tsulatsi mujarrad memiliki enam pola (wazan) sebagai berikut:

فَعَلَ – يَفْعُلُ = نَصَرَ – يَنْصُرُ

فَعَلَ – يَفْعِلُ = جَلَسَ - يَجْلِسُ

فَعَلَ – يَفْعَلُ = فَتَحَ – يَفْتَحُ

فَعِلَ – يَفْعَلُ = عَلِمَ – يَعْلَمُ

فَعِلَ –يَفْعِلُ = حَسِبَ – يَحْسِبُ

فَعُلَ – يَفْعُلُ = كَبُرَ يَكْبُرُ

2. Fi’il Tsulatsi Mazid

Fi’il tsulatsi mazid adalah fi’il yang pada fi’il madhinya terdiri dari tiga huruf dan ditambah satu, dua, atau tiga huruf.

a. Fi’il Tsulatsi Mazid Ruba’i

Fi’il tsulatsi mazid ruba’i adalah fi’il yang asalnya tiga huruf kemudian ditambah satu huruf. Disebut ruba’i karena jumlahnya empat huruf, yakni tiga huruf asal dan satu huruf tambahan. Wazan dari fi’il tsulatsi mazid ruba’i ada tiga macam:

أفْعَلَ – يُفْعِلُ = أَكْرَمَ – يُكْرِمُ

Huruf tambahannya adalah hamzah qatha di awal fi’il madhi.

فَعَّلَ – يُفَعِّلُ = حَسَّنَ – يُحَسِّنُ

Huruf tambahannya adalah huruf sejenis ‘ain.

فَاعَلَ – يُفَاعِلُ = بَاعَدَ - يُبَاعِدُ

Huruf tambahannya adalah alif antara fa’ dan ‘ain fi’il.

b. Fi’il Tsulatsi Mazid Khumasi

Fi’il tsulatsi mazid khumasi adalah fi’il tsulatsi yang diberikan dua huruf tambahan sehingga menjadi lima huruf dan disebut khumasi.

Berikut wazan fi’il tsulatsi mazid khumasi:

اِنْفَعَلَ – يَنْفَعِلُ = اِنْكَسَرَ – يَنْكَسِرُ

Huruf tambahannya adalah hamzah dan nun di awal fi’il madhi.

اِفْتَعَلَ – يَفْتَعِلُ = اِجْتَمَعَ – يَجْتَمِعُ

Huruf tambahannya adalah hamzah di awal dan ta’ antara fa’ dan ‘ain fi’il madhi.

اِفْعَلَّ – يَفْعَلُّ = اِحْمَرَّ – يَحْمَرُّ

Huruf tambahannya adalah hamzah di awal dan huruf sejenis lam fi’il madhi.

تَفَعَّلَ – يَتَفَعَّلُ = تَعَلَّمَ – يَتَعَلَّمُ

Huruf tambahannya adalah ta’ di awal dan huruf sejenis ‘ain fi’il madhi.

تَفَاعَلَ – يَتَفَاعَلُ = تَجَاهَلَ – يَتَجَاهَلُ

Huruf tambahannya adalah ta’ di awal dan alif setelah fa’ fi’il madhi.

c. Fi’il Tsulatsi Mazid Sudasi

Fi’il tsulatsi mazid sudasi adalah fi’il tsulatsi yang ditambahkan tiga huruf tambahan sehingga menjadi enam huruf sehingga dinamakan sudasi.

Berikut wazan fi’il tsulatsi mazid sudasi:

اسْتَغْفَرَ - يَسْتَغْفِرُ اسْتَفْعَلَ – يَسْتَفْعِلُ

Huruf tambahannya adalah hamzah, sin dan ta’ di awal fi’il madhi.

اِفْعَوْعَلَ – يَفْعَوْعِل = اعْشَوْشَبَ - يَعْشَوْشِبُ

Huruf tambahannya adalah hamzah di awal, sejenis ‘ain dan wawu antara dua ‘ain pada fi’il madhi.

اِفْعَوَّل – يَفْعَوِّلُ = اِجْلَوَّذَ - يَجْلَوِّذُ

Huruf tambahannya adalah hamzah di awal dan dua wawu setelah ‘ain pada fi’il madhi.

اِفْعَالَّ – يَفْعَالُّ = اِحْمَارَّ - يَحْمَارُّ

Huruf tambahannya adalah hamzah di awal, alif setelah ‘ain dan sejenis lam pada fi’il madhi.

3. Fi’il Ruba’i Mujarrad

مَا كَانَ كُلُّ حُرُوْفِهِ أَصْلِيَّةً وَيَكُوْنُ رُبَاعِيًّا

Fi’il ruba’i mujarrad adalah fi’il yang semua hurufnya asli dan terdiri dari 4 huruf.

Fi’il ruba’i mujarrad hanya terdir dari satu wazan:

فَعْلَلَ – يُفَعْلِلُ = دَحْرَجَ – يُدَحْرِجُ

4. Fi’il Ruba’i Mazid

Fi’il ruba’i mazid adalah fi’il yang pada fi’il madhinya terdiri dari empat huruf dan ditambahkan huruf tambahan.

a. Fi’il Ruba’i Mazid Khumasi

Fi’il ruba’i mazid khumasi adalah fi’il ruba’i dengan tambahan satu huruf. Wazannya hanya ada satu.

تَفَعْلَلَ - يَتَفَعْلَلُ = تَدَخْرَجَ - يَتَدَخْرَجُ

b. Fi’il Ruba’i Mazid Sudasi

Fi’il ruba’i mazid sudasi adalah fi’il ruba’i dengan tambahan dua huruf. Wazannya ada dua, yaitu:

اِفْعَلَلَّ - يَفْعَلِلُّ = اِطْمَأَنَّ - يَطْمَئِنُّ

Huruf tambahannya adalah hamzah di awal dan huruf sejenis lam yang kedua pada fi’il madhinya.

***********************

Tambahan

Selain wazan-wazan di atas, adapula yang disebut dengan mulhaq. Mulhaq merupakan imitasi dari wazan yang ada.

1. Mulhaq Ruba’i Mujarrad

Mulhaq ruba’i mujarrad adalah tsulasi mazid ruba’i yang menyerupai wazan fi’il ruba’i mujarrad. Berikut pola fi’il mulhaq ruba’i mujarrad:

فَوْعَلَ - يُفَوْعِلَ = حَوْقَلَ – يُحَوْقِلُ

Polanya adalah fi’il madhinya terdiri dari 4 huruf dengan 3 huruf asli dan tambahan wau setelah fa’.

فَيْعَلَ - يُفَيْعِلُ = بَيْطَرَ - يُبَيْطِرُ

Polanya adalah fi’il madhinya terdiri dari 4 huruf yang mana 3 huruf merupakan huruf asli dan tambahan ya’ setelah fa’.

فَعْوَلَ - يُفَعْوِل = جَهْوَرَ – يُجَهْوِرُ

Polanya adalah fi’il madhinya terdiri dari 4 huruf yang mana 3 huruf merupakan huruf asli dan tambahan wau setelah ‘ain.

فَعْيَلَ - يُفَعْيِل = عَثْيَرَ – يُعَثْيُرُ

Polanya adalah fi’il madhinya terdiri dari 4 huruf yang mana 3 huruf merupakan huruf asli dan tambahan ya’ setelah ‘ain.

فَعْلَلَ – يُفَعْلِلُ = جَلْبَبَ – يُجَلْبِبُ

Polanya adalah fi’il madhinya terdiri dari 4 huruf yang mana 3 huruf merupakan huruf asli dan tambahan huruf sejenis lam.

فَعْلَى - يُفَعْلِى = سَلْقَى – يُسَلْقَى

Polanya adalah fi’il madhinya terdiri dari 4 huruf yang mana 3 huruf merupakan huruf asli dan tambahan ya’ di akhir.

2. Mulhaq Ruba’i Mazid

Mulhaq ruba’i mazid adalah tsulasi mazid yang menyerupai wazan fi’il ruba’i mazid.

a. Menyerupai pola (تَفَعْلَلَ)

تَفَعْلَلَ - يَتَفَعْلَلُ = تَجَلْبَبَ – يَتَجَلْبَبُ

Polanya adalah fi’il madhinya terdiri dari 5 huruf yang mana 3 huruf merupakan huruf asli dan tambahan ta’ di awal dan huruf sejenis lam.

تَفَوْعَلَ -  يَتَفَوْعَلُ = تَجَوْرَبَ – يَتَجَوْرَبُ

Polanya adalah fi’il madhinya terdiri dari 5 huruf yang mana 3 huruf merupakan huruf asli dan tambahan ta’ di awal dan wau setelah fa’.

تَفَيْعَلَ - يَتَفَيْعَلُ = تَشَيْطَنَ – يَتَشَيْطَنُ

Polanya adalah fi’il madhinya terdiri dari 5 huruf yang mana 3 huruf merupakan huruf asli dan tambahan ta’ di awal dan ya’ setelah fa’.

تَفَعْوَلَ - يَتَفَعْوَلُ = تَرَهْوَكَ – يَتَرَهْوَكُ

Polanya adalah fi’il madhinya terdiri dari 5 huruf yang mana 3 huruf merupakan huruf asli dan tambahan ta’ di awal dan wau setelah ‘ain.

تَفَعْلَى - يتَفَعْلَى = تَسَلْقَى – يَتَسَلْقَى

Polanya adalah fi’il madhinya terdiri dari 5 huruf yang mana 3 huruf merupakan huruf asli dan tambahan ta’ di awal dan ya’ di akhir.

b. Menyerupai pola (اِفْعَلَلَّ)

اِفْعَنْلَلَ - يَفْعَنْلِل = اِقْعَنْسَسَ – يَقَعَنْسَسُ

Polanya adalah fi’il madhinya terdiri dari 5 huruf yang mana 3 huruf merupakan huruf asli dan tambahan hamzah washal di awal dan huruf sejenis lam.

اِفْعَنْلَى - يَفْعَنْلَى = اِسْلَنْقَى – يَسْلَنْقَى

Polanya adalah fi’il madhinya terdiri dari 5 huruf yang mana 3 huruf merupakan huruf asli dan tambahan hamzah washal di awal dan huruf ya’ di akhir.

Artikel keren lainnya: