Contoh Khutbah Jumat Menyambut Tahun Baru Hijriah
Khutbah Jumat |
Muqaddimah
Ma’asyirol muslimin
rahimakumullah.
Tak terasa kini kita berada di
penghujung tahun hijriah. Beberapa hari lagi kita akan meninggalkan bulan
Zulhijah, bulan terakhir dalam tahun hijriah dan akan memasuki bulan Muharram
sebagai awal tahun 1443 H.
Sejarah mencatat, ketika dimasa
Khalifah Umar bin Khatab hendak menentukan penanggalan khusus bagi kaum
muslimin, maka ditetapkanlah bulan Muharram sebagai bulan pertama dan tanggal
satunya merupakan awal tahun. Kemudian ditetapkan peristiwa hijrahnya Rasulullah
saw dan para sahabatnya dari Mekah ke Madinah sebagai tahun pertama, sehingga
kemudian penanggalan ini dikenal sebagai tahun hijriah. Maka kalau nanti
dikatakan tahun 1443 H, itu artinya sudah berlalu 1443 tahun dari peristiwa
hijrahnya Rasulullah saw.
Mengapa peristiwa hijrah
dijadikan sebagai patokan dalam menetapkan tahun Islam ini? Karena hijrah
merupakann peristiwa yang sangat agung, sangat fenomel dan peristiwa yang
sangat menentukan bagi perjuangan dan dakwah Islam. Rasulullah saw dan para sahabatnya
ketika masih di Mekah berada dalam posisi lemah, tertindas, dan selalu
dizalimi, namun setelah hijrah ke Madinah kondisinya dapat dibalik, memiliki
kehormatan, kekuatan dan kemenangan sehingga akhirnya dapat menundukkan kota
Mekah dalam pangkuan keimanan kepada Allah Taala.
Karena itu kaum muslimin yang
dimuliakan Allah Taala. Pergantian tahun hijriah hendaknya mengingatkan kita
pada spirit dan pelajaran besar dari peristiwa hijrahnya Rasulullah saw dan
para sahabatnya. Karena walaupun hijrah secara praktis tidak kita lakukan,
namun semangat dan spiritnya dapat kita ambil untuk meraih kehidupan yang lebih
baik.
Setidaknya ada dua pelajaran yang
dapat kita ambil dari peristiwa hijrah;
Pertama, keselamatan agama
adalah paling utama.
Rasulullah dan para sahabat demi
menyelamatkan imannya, islamnya dan keyakinannya, mereka tinggalkan kampung
halamannya, tanah kelahirannya dan harta bendanya, menempuh perjalanan panjang,
melelahkan dan penuh resiko. Demi apa? Demi menyelamatkan agamanya. Ini harus
menginspirasi kita, bahwa apapun yang terjadi dalam kehidupan kita, berbagai
godaan, cobaan dan ujian jangan sampai membuat kita meninggalkan agama kita.
Sebab jika itu terjadi, maka sungguh itu merupakan musibah paling besar dalam
kehidupan.
Justeru seharusnya setiap apa
yang terjadi pada diri kita, baik kenikmatan atau musibah, untung atau rugi,
senang atau susah semestinya membuat kita semakin teguh di jalan Allah. Sebab
ketakwaan akan mengundang ridha Allah, ridha Allah akan mendatangkan kebaikan
dan keberkahan, mendatangkan solusi dan membuka pintu rizki dari Allah Taala.
وَمَن يَتَّقِ
اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
“Siapa yang bertakwa kepada Allah
akan diberikan jalan keluar baginya dan diberikan rizki dari jalan yang tidak
diduga.” (QS. Ath-Thalaq:2-3)
Pelajaran kedua: Mencapai
sesuatu dengan ikhtiar maksimal.
Rasulullah saw ketika hendak
melaksanakan hijrah, jauh-jauh hari beliau sudah menyewa hewan kendaraannya
beserta penunjuk jalannya, lalu beliau diam-diam keluar dari rumahnya bersama
sahabatnya Abu Bakar Ash-Shiddiq menuju Gua Tsur dan bersembunyi di sana
beberapa hari menghindari kejaran kaum kafir quraisy, lalu setelah itu beliau
berangkat menuju Madinah melalui jalur yang tidak biasa ditempuh, juga untuk
menghindari kejaran kaum kafir Quraisy.
Rasulullah saw yang keimanannya
sempurna, tawakkalnya total, ibadahnya tak terkira, namun beliau tetap
melakukan ikhtiar maksimal untuk mencapai tujuan yang diinginkan atau
menghindari sesuau yang membahayakan. Ini sungguh merupakan pelajaran berharga
bagi kita setiap muslim, bahwa selain keimanan yang kuat, ibadah yang benar,
penyandaran yang tinggi kepada Allah, kitapun harus berikhtiar dan berusaha
maksimal sesuatu hukum sebab akibat telah diketahui.
Maka ketika sahabat Abu Bakar
ashidiq sangat khawatir jika persembunyian mereka di gua Tsur diketahui oleh
kaum kafir Quraisy, Rasulullah saw menangkannya seraya berucap;
لاَ تَحْزَنْ إِنَّ
اللهَ مَعَنَا
“Jangan bersedih, Allah
bersama kita.”
Beliau ucapkan hal ini bukan
tanpa ikhtiar, tapi justeru dia ucapkan setelah serangkaian ikhtiar maksimal
yang telah beliau lakukan. Karenanya, jangan sampai keimanan kita menghalangi
ikhtiar, jangan sampai ikhtiar kita membuat kita mengabaikan masalah keimanan
dan ketaatan. Keduanya harus berjalan seiring.
Perkara ini berlaku untuk urusan
apa saja. Berkeluarga, bermasyarakat, berusaha, menempuh karir, studi,
berdagang, dsb.
Dan di masa pandemi ini kita
sedang benar-benar diuji, agar tetap berada dalam keimanan dan ketakwaan kepada
Allah dan terus berikhtiar untuk mendapatkan keselamatan agar terhindar dari
wabah sesuai arahan-arahan pihak yang berkompeten dengan melakukan prokes yang
sudah diajarkan.
Insya Allah dengan dua prinsip
ini, kita dapat melalui ujian ini dengan sebaik-baiknya dan Allah berikan jalan
keluar terbaik atas ujian yang sedang sama-sama kita hadapi. Aamin yaa rabbal
aalamin.
بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم ونفعني وإياكم يما فيه من الآيات والذكر الحكيم أقول ما تسمعون وأستغفر الله لي ولكم إنه هو الغفور الرحيم
Belum ada tanggapan untuk "Khutbah Jumat: Inspirasi Hijrah di Tahun Baru Hijriah"
Post a Comment