A. Pengertian Ilmu Badi’
Ilmu badi' merupakan cabang dari ilmu balaghah. Secara bahasa, badi’ diartikan menciptakan sesuatu yang baru, modern, dan asing. Dalam Al-Quran disebutkan:
بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَإِذَا قَضَىٰ أَمْرًا فَإِنَّمَا
يَقُولُ لَهُ كُن فَيَكُونُ
Artinya: (Allah) pencipta langit dan bumi. Apabila Dia hendak menetapkan
sesuatu, Dia hanya berkata kepadanya, "Jadilah!" Maka jadilah sesuatu
itu. (QS. Al-Baqarah: 117)
Ilmu Badi |
Adapun dalam istilah ilmu balaghah, ilmu badi’ adalah ilmu yang mempelajari
tentang keindahan suatu kalimat baik dari segi lafaz maupun makna.
Dari pengertian di atas, dapat kita fahami bahwa tujuan mempelajari ilmu
badi’ adalah agar pembicaraan kita enak didengar oleh mustami’. Tentunya agar
pembicaraan kita indah, kita harus memilih diksi kata yang tepat baik dilihat
dari segi pelafalan maupun maknanya.
B. Bahasan Ilmu Badi’
Dalam ilmu badi’, ada dua tema bahasan, yaitu muhassinatul lafhdziyyah dan
muhassinatul ma’nawiyyah.
1. Muhassinat Lafdziyyah
Muhassinatul lafdziyyah adalah cara untuk memperindah kata dari segi
pelafalan atau bunyinya.
a. Jinas
Jinas adalah penggunaan dua kata dalam sama atau mirip satu ungkapan namun berbeda
dalam maknanya. Ada dua macam jinas, yaitu:
1). Jinas tam, yaitu dua kata yang sama pengucapannya dalam empat hal,
yaitu: jenis huruf, harakat huruf, jumlah huruf dan urutan huruf. Dari keempat
tersebut ada yang perlu diketahui bahwa huruf tambahan selain dalam shighat
tashrif seperti alif lam ta’rif dan juga harakat terakhir tidak termasuk
kategori 4 hal tersebut.
Contoh di Al-Qur’an:
وَيَوْمَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ
يُقْسِمُ الْمُجْرِمُوْنَ مَا لَبِثُوْا غَيْرَ سَاعَةٍ
كَذَالِكَ كَانُواْ يُؤْفَكُوْن
Artinya: “Dan pada hari (ketika)
terjadinya kiamat, orang-orang yang berdosa bersumpah, bahwa mereka berdiam
(dalam kubur) hanya sesaat saja. Begitulah dahulu mereka dipalingkan dari
kebenaran.” (QS. Ar-Rum: 55)
2). Jinas ghair
tam, yaitu dua
kata yang mirip pengucapannya tetapi tidak sama pada salah satu dari empat hal,
yaitu: jenis huruf, harakat huruf, jumlah huruf dan urutan huruf.
Contoh:
ذَلِكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَفْرَحُوْنَ فِيْ الأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقّ وَبِمَا كُنْتُمْ تَمْرَحُوْنَ
Artinya: "Yang demikian itu disebabkan
karena kamu bersuka ria di muka bumi dengan tidak benar dan karena kamu selalu
bersuka ria (dalam kemaksiatan). (QS. Ghafir: 75)
b. Iqtibas
Iqtibas adalah
mengutip suatu kalimat dari Al-Qur’an atau Hadist, lalu disisipkan ke dalam
prosa atau syair tanpa dijelaskan bahwa kalimat yang dikutip tersebut diambil
dari Al-Qur’an dan Hadist.
Contoh:
لاَ تَغُرَّنَّكَ مِن الظَّلَمَةِ كَثْرَةُ الْجُيُوْشِ
وَالْأَنْصَارِ
(إِنَّمَا نُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيْهِ الْأَبْصَارُ)
Artinya: Jangan engkau
tertipu daya dalam kezaliman dengan banyaknya bala tentara dan pelindung,
sesungguhnya kami tangguhkan (azab mereka)
pada hari di mana mata terbelalak.
c. Saja’
As-saja‘ adalah
kesamaan huruf akhir pada dua fashilah atau susunan kalimat. Yang dimaksud
fashilah bisa bait, ayat, kalimat, atau penggalan kalimat.
Contoh:
إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا،
وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا
Artinya: Apabila
ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia
amat kikir, (QS. Al-Ma’arij: 20-21)
2. Muhsinat Ma’nawiyah
Muhassinatul ma’nawiyyah adalah cara mengindahkan makna dalam suatu
ungkapan.
a. Tauriyah
Tauriyah adalah mengungkapkan suatu lafaz yang
mempunyai dua makna: pertama, makna dekat dan jelas yang tidak dimaksud. Kedua,
makna jauh dan samar dan inilah yang dimaksud mutakallim.
Contoh pada kisah Nabi Ibrahim ketika beliau dalam perjalanan dengan
istrinya Siti Hajar. Di tengah perjalanan keduanya di tangkap oleh penguasa
yang sangat kejam dan bengis. Untuk menyelamatkan istrinya dari kebengisan sang
penguasa, Nabi Ibrahim menjawab dengan menggunakan uslub at-tauriyah ketika
diintrogasi oleh sang penguasa, “Siapa perempuan ini?” Nabi Ibrahim menjawab,
هَذِهِ أُخْتِيْ
Artinya dia adalah
saudariku.
Kata (أختي) dalam konteks kalimat ini mengandung
tauriyah yang mempunyai dua makna. Bisa dimaknai saudari karena nasab atau
saudara karena seagama. Sedangkan yang dimaksud Nabi Ibrahim as adalah saudara
seagama. Kata tersebut sengaja diucapkan Nabi Ibrahim
untuk menjaga identitas istrinya. Seandainya beliau menjawab Hajar adalah istrinya
bisa jadi dia akan dibunuh.
b. Thibaq
Thibaq adalah
berkumpulnya dua makna yang berlawanan dalam satu kalimat.
Contoh Thibaq:
وَتَحْسَبُهُمْ أَيْقَاظًا وَهُمْ رُقُودٌ
Artinya: “Dan kamu mengira
mereka itu bangun padahal mereka tidur….” (QS. al-ahfi : 18)
c. Muqabalah
Muqabalah adalah mengungkapkan dua lafaz atau
lebih lalu diiringi dua lafaz lain yang merupakan antonim (lawan kata) dari dua
lafaz pertama dan disebutkan secara beriringan.
Contoh:
فَلْيَسْهَرُوْا
كَثِيْرًا وَلْيَنَامُوْا قَلِيْلاً
artinya:
“Hendaklah mereka sering
terbangun (malam hari) dan sedikit tidur!”
Kata (يَسْهَرُوْا) dan (كَثِيْرًا) berantonim dengan (يَنَامُوْا) dan (قليلا).
d. Husnut ta’lil
Husnut ta’lil adalah pengingkaran seorang sastrawan
secara terang-terangan atau pun terpendam tentang alasan suatu peristiwa yang
telah dikenal umum, dan ia mendatangkan alasan lain yang bernilai sastra yang
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapainya.
Contoh:
كَانَ احْتِرَاقُ
الدَّارِ حُزْنًا عَلَى غِيَابِ أَهْلِهَا
Artinya: Terbakarnya
rumah itu karena ia sedih ditinggalkan penghuninya
e. Uslub al-Hakim
Uslub al-hakim
adalah gaya bahasa yang disampaikan oleh seseorang dalam memberikan jawaban
terhadap sebuah persoalan dengan jawaban yang keluar dari topik persoalan.
Contoh:
يَسْئَلُونَكَ عَنِ اْلأَهِلَّةِ
قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ
Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang hilal. Katakanlah “itu adalah
(petunjuk) waktu bagi manusia dan (ibadah) haji. (Al-Baqarah: 189)
Selain uslub di atas, para ulama balaghah masih
banyak menyebutkan pola-pola lain seperti itbâ’, istitbâ’, tafrî’ dan
sebagainya,
namun diantara yang paling sering dikemukakan dan kita jumpai adalah lima pola
diatas.