Home · Tajwid · Sharaf · Nahwu · Balaghah · Do'a · Daftar Isi

Majaz (Aqli dan Lughawi) dalam Ilmu Balaghah

Majaz Dalam Ilmu Balaghah

Majaz adalah kata yang digunakan bukan pada makna aslinya karena adanya hubungan (alaqah) dan alasan yang menghalangi untuk difahami dengan makna aslinya atau makna kamus. Dalam ilmu bayan, majaz dibagi menjadi dua, yaitu majaz aqli dan majaz lughawi.

Majaz

A. Majaz Aqli

Majaz aqli adalah menyandarkan perbuatan (aktivitas) kepada suatu atau benda yang bukan aslinya karena adanya ‘alaqah ghair al-musyabahah (hubungan tidak adanya unsur kesamaan antara makna asli dan makna yang mengalami perubahan) dan qarinah (susunan kalimat) yang mencegah terjadinya penyandaran makna ke lafaz tersebut. Dinamakan aqli, karena majaz jenis ini bisa diketahui penunjukan maknanya  dengan menggunakan akal.

Berikut alaqah dan qarinah dalam majaz aqli:

1. As-sababiyyah

Yaitu penyandaran suatu perbuatan kepada penyebab langsung (pelaku).

Contoh:

وَقَالَ فِرْعَوْنُ يَا هَامَانُ ابْنِ لِي صَرْحًا لَعَلِّي أَبْلُغُ الْأَسْبَابَ

Artinya: “Dan berkatalah Fir'aun: "Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi supaya Aku sampai ke pintu-pintu” (QS. Ghafir [40]: 37).

Pada ayat ini disebutkan bahwa perbuatan (aktivitas) membangun gedung yang menjulang disandarkan kepada seorang bernama Haman padahal ia bukan pelaku sebenarnya. Yang membangun itu adalah para pekerja, tetapi Haman bertindak sebagai pengawas proses pembangunan itu.

2. Az-zamaniyyah

Yaitu penyandaran suatu perbuatan kepada masa/waktu terjadinya.

Contohnya:

نَهَارُ الْـمُؤْمِنِ صَائِمٌ ولَيْلُهُ قَائِمٌ

Artinya: "Siangnya orang mukmin itu berpuasa dan malamnya bangun (untuk ibadah).”

Pada contoh ini disebutkan bahwa perbuatan (aktivitas) puasa disandarkan kepada masa/waktu yaitu “siang” padahal “siang” itu bukan pelaku sebenarnya, tetapi yang melakukan puasa itu adalah seorang mukmin pada waktu siang hari.

3. Al-Makaniyyah

Yaitu penyandaran suatu perbuatan kepada tempat terjadinya.

Contohnya:

جَزَاؤُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا

Artinya: “Balasan mereka di sisi Tuhan mereka adalah surga adn yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya.” (Al-Bayyinah: 8).

Pada ayat ini disebutkan bahwa perbuatan (aktivitas) mengalir disandarkan kepada  sungai-sungai padahal sungai-sungai itu bukan pelaku sebenarnya, tetapi yang mengalir itu adalah air-air yang bertempat di sungai-sungai.

4. Al-Mashdariyyah

Yaitu penyandaran suatu perbuatan kepada mashdarnya (kata dasar/asal).

Contohnya:

سَيَذْكُرُنِي قَوْمِيْ إِذَا جَدَّ جِدُّهُمْ # وَفِي اللَّيْلَةِ الظَّلْمَاءِ يُفْتَقَدُ البَدْرُ

Artinya: “Kaumku akan teringat kepadaku apabila mereka menghadapi kesulitan. Pada malam yang gelap bulan purnama baru dirindukan (dicari-cari)”

Pada syair ini disebutkan bahwa aktivitas menghadapi kesusahan disandarkan kepada mashdar (kata dasar) yaitu kata (جِدُّ) padahal mashdar itu bukan pelaku sebenarnya, tetapi yang mengalami kesusahan adalah orang-orang yang susah.

B. Majaz Lughawi

Majaz lughawi adalah kata yang tidak difahami dengan makna aslinya karena ada alaqah dan qarinah yang mencegah makna asli. Dalam majaz lughawi, suatu makna difahami dengan makna lain karena unsur kebahasaan. Majaz lughawi terbagi lagi menjadi istiarah dan majaz mursal.

1. Istiarah

Istiarah adalah kata yang tidak difahami dengan makna aslinya dan mulanya uslub tasybih yang dibuang salah satu tharafnya. Maka alaqah atau hubungan makna asli dan makna yang dimaksud dalam istiarah adalah musyabahah.

Dari segi qarinahnya, isti’arah dibagi menjadi tashrihiyyah dan makniyyah.

a. Isti’arah Tashrihiyyah

Isti’arah tashrihiyyah adalah isti’arah yang disiratkan dengan musyabbah bih.

Contoh:

 رَأَيْتُ أَسَدًا فِي الْفَصْلِ

Artinya: Saya melihat “singa” di kelas.

Pada contoh di atas, seorang yang pemberani (رَجُل شُجَاع) diserupakan dengan (أسدا) (singa), karena sama-sama memiliki sifat keberanian.

b. Isti’arah Makniyyah

Isti’arah makniyyah adalah kalimat yang musyabbah bihnya dibuang lalu disiratkan dengan sesuatu dari salah satu sifatnya.

Contoh:

  غَرَّدَ الشاعر بِقَصِيْدَة

Pada contoh pertama, penyair diserupakan dengan burung karena sama-sama bernyanyi yang disiratkan dengan kata (غَرَّدَ) yang artinya berkicau.

Dari segi kata pembentuknya, isti’arah dibagi menjadi ashliyyah dan taba’iyyah.

a. Isti’arah Ashliyyah

Isti’arah ashliyyah adalah apabila lafaz yang tempat berlangsungnya al-isti‘arah itu terbentuk dari isim jamid. Isti’arah ashliyyah qarinahnya tashrihiyyah.

Contoh:

رَأَيْتُ أَسَدًا فِي الْفَصْلِ

b. Isti’arah Taba’iyyah

Isti’arah taba’iyyah adalah lafaz yang tempat berlangsungnya al-isti‘arah itu terbentuk dari isim musytaq atau fi’il. Isti’arah taba’iyyah qarinahnya makniyyah.

Contoh:

وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا

Dari segi tanda, isti’arah dibagi menjadi murasysyahah, mujarradah, dan muthlaqah.

a. Murasysyahah

Yaitu isti’arah yang disebutkan tanda musyabbah bihnya.

Contoh:

أُولَئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوُا الضَّلَالَةَ بِالْهُدَى فَمَا رَبِحَتْ تِجَارَتُهُمْ وَمَا كَانُوا مُهْتَدِينَ

Artinya: “Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah: 16).

Yang menjadi isti’arah adalah kata (اشْتَرَوُا) yang berarti membeli dan yang dimaksudkan memilih. Kata tersebut ditandai dengan kata (فَمَا رَبِحَتْ) yang artinya tidak mendapat untung.

b. Mujarradah

Yaitu isti’arah yang disebutkan tanda musyabbahnya.

Contoh:

ولَيْلَةٍ مَرِضَتْ من كُلِّ ناحِيَةٍ ... فلا يُضيءُ لها نَجْمٌ ولا قَمَرُ

Artinya: dan malam yang sakit dari segala penjuru, maka bintang juga bulan tidak meneranginya.

Kata (مَرِضَتْ) yang berarti sakit merupakan penyerupaan dari (ظلم) yang berarti gelap. Kata (ظلم) sebagai musyabbah diisyaratkan dengan kalimat (فلا يُضيءُ) yang berarti tidak menerangi.

c. Muthlaqah

Yaitu isti’arah yang tidak ada tanda musyabbah bih atau musyabbahnya.

Contoh:

إِنَّا لَمَّا طَغَى الْمَاء حَمَلْنَاكُمْ فِي الْجَارِيَةِ

Artinya: “Sesungguhnya Kami, tatkala air telah naik (sampai ke gunung) Kami bawa (nenek moyang) kamu, ke dalam bahtera.” (QS. Al-Haqqah: 11).

Kata (طَغَى) bermakna (زَادَ) dan setelahnya tidak ada tanda yang menjelaskan keduanya.

2. Majaz Mursal

Majaz mursal adalah suatu lafaz yang dipergunakan bukan pada makna aslinya karena adanya alaqah ghair musyabahah (hubungan bukan perumpamaan) disertai qarinah (alasan/bukti) yang mencegahnya dari makna asli. Majaz mursal berbeda dengan kinayah karena pada kalimat yang berbentuk kinayah tidak harus ada qarinah yang mencegah suatu lafaz dari makna aslinya. Dinamakan “mursal” karena ia tidak dibatasi oleh pemaknaan tertentu.

a. As-Sababiyyah

Yaitu menyebutkan sebab dan yang dimaksud adalah musabbab/akibat

لِفُلَانٍ عَلَيَّ يَدٌ لَا أُنْكِرُهَا

Si fulan memiliki “tangan” terhadapku dan itu tidak bisa kupungkiri.

Yang dimaksud tangan adalah jasa/budi.

b. Al-Musabbabiyyah

Yaitu menyebutkan akibat dan yang dimaksud adalah sebab

وَيُنَزِّلُ لَكُمْ مِّنَ السَّمَآءِ رِزْقًا

Dan Dia menurunkan untukmu “rezeki” dari langit. (Ghafir: 13)

Yang dimaksud rezeki adalah hujan.

c. Al-Juz’iyyah

Yaitu menyebutkan sebagian dan yang dimaksud adalah keseluruhan

فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ

(Hendaklah) ia memerdekakan leher seorang hamba sahaya yang beriman (An-Nisa: 92).

Yang dimaksud leher pada ayat di atas adalah seluruh badan.

d. Al-Kulliyah

Yaitu menyebutkan keseluruhan dan yang dimaksud adalah sebagian

جَعَلُوا أَصَابِعَهُمْ فِي آذَانِهِمْ

Mereka memasukkan jari-jari mereka ke dalam telinganya (Nuh: 7)

Yang dimaksud jari tersebut adalah hanya ujung jari saja.

e. Al-Mahaliyyah

Yaitu menyebutkan tempat dan yang dimaksud adalah hal

وَاسْأَلِ الْقَرْيَةَ الَّتِي كُنَّا فِيهَا

Tanyakan kepada desa yang tadi kita datangi! (Yusuf: 82)

Yang disebutkan desa dan yang dimaksud adalah penduduk desa.

f. Al-Haliyyah

Yaitu menyebutkan hal dan yang dimaksud adalah tempat

إِنَّ الْأَبْرَارَ لَفِيْ نَعِيْمٍ

Sesungghnya orang-orang yang berbakti itu benar-benar berada dalam kenikmatan (Al-Muthaffifin: 22).

Yang dimaksud dengan kenikmatan adalah surga.

g. ‘Itibar Ma Kana

Yaitu menyebutkan yang terjadi dan yang dimaksud adalah yang akan datang

وَآَتُوا الْيَتَامَى أَمْوَالَهُمْ

Dan berikanlah kepada anak-anak yatim harta mereka! (An-Nisa’: 2)

Yang disebutkan anak yatim dan yang dimaksud ketika baligh.

h. ‘Itibar Ma Yakunu

Yaitu menyebutkan yang terjadi dan yang dimaksud adalah sesuatu yang sebelumnya

وَدَخَلَ مَعَهُ السِّجْنَ فَتَيَانِ قَالَ أَحَدُهُمَا إِنِّي أَرَانِي أَعْصِرُ خَمْرًا

Dan bersama dengan dia masuk pula ke dalam penjara dua orang pemuda. berkatalah salah seorang diantara keduanya: "Sesungguhnya aku bermimpi, bahwa aku memeras arak (Yūsuf: 36)

Yang dimaksud arak pada ayat di atas adalah anggur.

Artikel keren lainnya:

3 Tanggapan untuk "Majaz (Aqli dan Lughawi) dalam Ilmu Balaghah"

  1. tereima kasih monyyet engkaulah sahabat sejati akuu:)

    ReplyDelete
  2. Yang komen pertama adalah "binatang" hehe

    ReplyDelete