Perbedaan Majaz Aqli dan Majaz Mursal
Sebelum kita memaparkan yang menjadi benang merah perbedaan antara majaz aqli dan majaz mursal, mari kita ulas sekilas tentang majaz aqli dan majaz mursal.
|
Majaz
|
MAJAZ AQLI
A. Pengertian
Majaz aqli adalah menyandarkan
perbuatan (aktivitas) kepada suatu atau benda yang bukan aslinya karena adanya
‘alaqah ghair al-musyabahah (hubungan tidak adanya unsur kesamaan antara makna
asli dan makna yang mengalami perubahan) dan qarinah (susunan kalimat) yang
mencegah terjadinya penyandaran makna ke lafaz tersebut. Dinamakan aqli, karena
majaz jenis ini bisa diketahui penunjukan maknanya dengan menggunakan akal.
Sebagai contoh dalam bahasa
Indonesia: “Bupati Garut membangun 100 taman baru”. Pada dasarnya yang
membangun itu bukan Pak Bupati, melain para pekerja dan tukang bangunan. Akan
tetapi, Pak Bupati menjadi penyebab terjadinya pembangunan taman tersebut.
B. Alaqah Dalam Majaz Aqli
Alaqah dalam majaz aqli:
1. As-sababiyah (السببية)
Yaitu penyandaran suatu perbuatan
kepada penyebab langsung (pelaku).
Contohnya:
وَقَالَ فِرْعَوْنُ
يَا هَامَانُ ابْنِ لِي صَرْحًا لَعَلِّي أَبْلُغُ الْأَسْبَابَ
Artinya: “Dan berkatalah Fir'aun:
"Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang Tinggi supaya Aku
sampai ke pintu-pintu,(yaitu) pintu-pintu langit,” (QS. Ghafir: 37)
Pada ayat ini disebutkan bahwa
perbuatan (aktivitas) membangun gedung yang menjulang disandarkan kepada
seorang bernama Haman padahal ia bukan pelaku sebenarnya. Yang membangun itu
adalah para pekerja, tetapi Haman bertindak sebagai pengawas proses pembangunan
itu.
2. Az-zamaniyah (الزمانية)
Yaitu penyandaran suatu perbuatan
kepada masa/waktu terjadinya.
Contohnya:
نَهَارُ الْـمُؤْمِنِ
صَائِمٌ ولَيْلُهُ قَائِمٌ
Artinya: "Siangnya orang
mukmin itu berpuasa dan malamnya bangun (untuk ibadah).”
Pada contoh ini disebutkan bahwa
perbuatan (aktivitas) puasa disandarkan kepada masa/waktu yaitu “siang” padahal
“siang” itu bukan pelaku sebenarnya, tetapi yang melakukan puasa itu adalah
seorang mukmin pada waktu siang hari.
3. Al-Makaniyah (المكانية)
Yaitu penyandaran suatu perbuatan
kepada tempat terjadinya.
Contohnya:
وَعَدَ اللَّهُ
الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ
خَالِدِينَ فِيهَا وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ وَرِضْوَانٌ مِنَ
اللَّهِ أَكْبَرُ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (72)
Artinya: “Allah menjanjikan
kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang
dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat)
tempat-tempat yang bagus di surga 'Adn. dan keridhaan Allah adalah lebih besar;
itu adalah keberuntungan yang besar.” (QS. at-Taubah [9]: 72)
Pada ayat ini disebutkan bahwa
perbuatan (aktivitas) mengalir disandarkan kepada sungai-sungai padahal sungai-sungai itu bukan
pelaku sebenarnya, tetapi yang mengalir itu adalah air-air yang bertempat di
sungai-sungai.
4. Al-Mashdariyah (المصدرية)
Yaitu penyandaran suatu perbuatan
kepada mashdarnya (kata dasar/asal).
Contohnya:
سَيَذْكُرُنِي
قَوْمِيْ إِذَا جَدَّ جِدُّهُمْ # وَفِي اللَّيْلَةِ الظَّلْمَاءِ يُفْتَقَدُ
البَدْرُ
Artinya: “Kaumku akan teringat
kepadaku apabila mereka menghadapi kesulitan. Pada malam yang gelap bulan
purnama baru dirindukan (dicari-cari)”
Pada syair ini disebutkan bahwa
aktivitas menghadapi kesusahan disandarkan kepada mashdar (kata dasar) yaitu
kata (جِدُّ)
padahal mashdar itu bukan pelaku sebenarnya, tetapi yang mengalami kesusahan
adalah orang-orang yang susah.
5. Al-Fa’iliyyah (الفاعلية)
Yaitu penyandaran suatu perbuatan
kepada fa’ilnya padahal yang dimaksud maf’ulnya.
Contoh:
فَهُوَ فِي عِيشَةٍ
رَّاضِيَةٍ
Artinya: “Maka orang itu berada
dalam kehidupan yang diridhai.” (Al-Haqqah: 21)
Kata (رَاضِيَةٍ) bermakna meridhai
atau semakna dengan bina ma’lum dan yang dimaksud adalah (مَرْضِيَّةٍ) yang artinya yang
diridhai.
6. Al-Maf’uliyyah (المفعولية)
Yaitu penyandaran suatu perbuatan
kepada maf’ulnya padahal yang dimaksud fa’ilnya.
وَإِذَا قَرَأْتَ
الْقُرْآنَ جَعَلْنَا بَيْنَكَ وَبَيْنَ الَّذِيْنَ لاَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْآخِرَةِ
حِجَابًا مَسْتُوْرًا سَاتِرًا
Artinya: “Dan apabila kamu
membaca Al Quran niscaya Kami adakan antara kamu dan orang-orang yang tidak
beriman kepada kehidupan akhirat, suatu dinding yang tertutup.” (Al-Isra: 45)
Kata (مَسْتُوْرًا) bermakna tertutup
atau semakna dengan bina majhul dan yang dimaksud adalah (سَاتِرًا) yang artinya yang
menutupi.
MAJAZ MURSAL
A. Pengertian
Majaz mursal adalah suatu lafaz
yang dipergunakan bukan pada makna aslinya karena adanya alaqah ghair
musyabahah (hubungan bukan perumpamaan) disertai qarinah (alasan/bukti) yang
mencegahnya dari makna asli. Majaz mursal berbeda dengan kinayah karena pada
kalimat yang berbentuk kinayah tidak harus ada qarinah yang mencegah suatu
lafaz dari makna aslinya. Dinamakan “mursal” karena ia tidak dibatasi oleh
pemaknaan tertentu.
Contoh:
إِنَّ الْأَبْرَارَ
لَفِي نَعِيمٍ
Artinya:“Sesungghnya orang-orang
yang berbakti itu benar-benar berada dalam kenikmatan.” (QS.
Al-Muthaffifin: 22)
Yang dimaksud dengan kenikmatan
pada ayat tersebut adalah tempatnya kenikmatan yaitu surga.
B. Alaqah dan Qarinah dalam
Majaz Mursal
Dalam majaz mursal terdapat
banyak alaqah dan juga qarinahnya yang banyak, di antaranya:
1. As-Sababiyyah (السببية)
ذِكْرُ السَّبَبِ وَإِرَادَةُ
الْمُسَبَّبِ
Yaitu menyebutkan sebab dan yang
dimaksud adalah musabbab/akibat.
Contoh:
لِفُلَانٍ عَلَيَّ
يَدٌ لَا أُنْكِرُهَا
Artinya: Si fulan memiliki
“tangan” (jasa) terhadapku dan itu tidak bisa kupungkiri.
Dari dua contoh di atas, ada kata
(يَدٌ)
yang artinya tangan. Namun yang dimaksud pada ungkapan di atas adalah sesuatu
yang dihasilkan oleh tangan yakni berupa pemberian, jasa, sedekah, dll.
2. Al-Musabbabiyyah (المسببية)
ذِكْرُ الْمُسَبَّبِ
وَإِرَادَةُ السَّبَبِ
Yaitu menyebutkan akibat dan yang
dimaksud adalah sebab.
Contoh:
هُوَ الَّذِي
يُرِيكُمْ آَيَاتِهِ وَيُنَزِّلُ لَكُمْ مِنَ السَّمَاءِ رِزْقًا وَمَا
يَتَذَكَّرُ إِلَّا مَنْ يُنِيبُ
Artinya: “Dia-lah yang
memperlihatkan kepadamu tanda-tanda (kekuasaan)-Nya dan menurunkan untukmu
rezki dari langit. dan tiadalah mendapat pelajaran kecuali orang-orang yang
kembali (kepada Allah). (QS. Ghafir [40]: 13)
Lafaz (رِزْقًا) yang artinya rezeki
dipergunakan dengan makna (غَيْثًا)
yang artinya hujan, karena rezeki yang berupa buah-buahan dan tanaman itu tumbuh
disebabkan adanya air hujan.
3. Al-Juz’iyyah (الجزئية)
ذِكْرُ الْجُزْءِ وَإِرَادَةُ الْكُلَّ
Yaitu menyebutkan sebagian
sedangkan yang dimaksud adalah keseluruhan.
Contohnya dalam firman Allah:
وَمَا كَانَ
لِمُؤْمِنٍ أَنْ يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلَّا خَطَأً وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً
فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ إِلَّا أَنْ
يَصَّدَّقُوا
Artinya: “Dan tidak layak bagi
seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah
(tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah
(hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat
yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka
(keluarga terbunuh) bersedekah….” (QS. an-Nisa’ [4]: 92)
Kata (رَقَبَةٍ) yang artinya leher
dipergunakan dengan makna hamba secara keseluruhan. Qarinahnya tidak mungkin
memerdekakan sebagian dari anggota tubuhnya yaitu leher saja, tetapi yang
dimerdekakan adalah seluruh anggota tubuh seorang.
4. Al-Kulliyah (الكلية)
ذِكْرُ الْكُلَّ وَإِرَادَةُ
الْجُزْءِ
Yaitu menyebutkan keseluruhan
sedangkan yang dimaksud adalah sebagian.
Contoh:
وَإِنِّي كُلَّمَا
دَعَوْتُهُمْ لِتَغْفِرَ لَهُمْ جَعَلُوا أَصَابِعَهُمْ فِي آَذَانِهِمْ
وَاسْتَغْشَوْا ثِيَابَهُمْ وَأَصَرُّوا وَاسْتَكْبَرُوا اسْتِكْبَارًا
Artinya: “Dan Sesungguhnya setiap
kali Aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka
memasukkan (anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya
(kemukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan
sangat.” (QS. Nuh [71]: 7).
Lafaz (أَصَابِعَهُمْ) yang artinya
jari-jari tangan pada ayat di atas maksudnya adalah (الأَنَامِلُ) yang artinya ujung
jari. Qarinahnya karena seseorang tidak mungkin memasukkan semua jari tangannya
ke dalam telinganya, tetapi yang dimasukkan adalah ujung jari.
5. Al-Mahaliyyah (الْمَحَالِيَّة)
ذِكْرُ الْمَحَالِ وَإِرَادَةُ
الْحَالِ
Yaitu menyebutkan tempat dan yang
dimaksud adalah hal atau yang ada di tempat itu.
Contoh:
وَاسْأَلِ
الْقَرْيَةَ الَّتِي كُنَّا فِيهَا
Artinya: “Tanyakan kepada desa
yang tadi kita datangi!” (QS. Yusuf: 82)
Disebutkan desa tapi yang
dimaksud adalah penduduk desanya.
6. Al-Haliyyah (الْحَالِيَّة)
ذِكْرُ الْحَالِ وَإِرَادَةُ
الْمَحَالِ
Yaitu menyebutkan hal atau
keadaan dan yang dimaksud adalah tempatnya.
Contoh:
إِنَّ الْأَبْرَارَ
لَفِي نَعِيمٍ
Artinya:“Sesungghnya orang-orang
yang berbakti itu benar-benar berada dalam kenikmatan.” (QS.
Al-Muthaffifin: 22)
Yang dimaksud dengan kenikmatan pada
ayat tersebut adalah tempatnya kenikmatan yaitu surga.
7. I‘tibarr Ma Kana (اِعْتِبَارُ مَا
كَانَ)
اِعْتِبَارُ مَا
كَانَ وَإِرَادَةُ مَا يَكُوْنُ
Yaitu menyebutkan sesuatu yang
lalu atau sudah terjadi dan yang dimaksud adalah sesuatu yang akan datang.
Contohnya dalam firman Allah yang
mengisahkan tentang pengembalian harta anak yatim yang sebelumnya diamanahkan
kepada pengasuhnya:
وَآَتُوا الْيَتَامَى
أَمْوَالَهُمْ
Artinya: “Dan berikanlah kepada
anak-anak yatim (yang sudah baligh) harta mereka.” (QS. an-Nisa’ [4]: 2)
Kata (الْيَتَامَى) berarti anak yatim
yang dalam masa kanak-kanak sedangkan yang dimaksud ayat di atas adalah yatim
yang sudah memasuki masa baligh.
8. I’tibar Ma Yakun (اِعْتِبَارُ مَا
يَكُوْنُ)
اِعْتِبَارُ مَا
يَكُوْنُ وَإِرَادَةُ مَا كَانَ
Yaitu menyebutkan sesuatu yang
akan terjadi dan yang dimaksud adalah sesuatu yang telah terjadi. Maksudnya
adalah menyebutkan sesuatu tetapi maksudnya adalah sesuatu yang terjadi
sebelumnya.
Contoh:
وَدَخَلَ مَعَهُ
السِّجْنَ فَتَيَانِ قَالَ أَحَدُهُمَا إِنِّي أَرَانِي أَعْصِرُ خَمْرًا
Artinya: “Dan bersama dengan dia
masuk pula ke dalam penjara dua orang pemuda. berkatalah salah seorang diantara
keduanya: "Sesungguhnya aku bermimpi, bahwa aku memeras arak." (QS. Yūsuf
[12]: 36)
Kata (خَمْرًا) yang artinya arak
sedang yang dimaksud adalah (عَصِيْرا)
yang artinya sari atau perasan. Qarinahnya adalah arak itu tidak diperas tetapi
yang diperas adalah buah anggur yang menghasilkan jus atau sari yang
selanjutnya dicampur dengan zat-zat lain sehingga berubah menjadi khamar.
SIMPULAN
• Titik persamaan majaz aqli dan majaz mursal adalah
keduanya merupakan majaz dimana penggunaan suatu kata bukan pada makna aslinya
dan alaqahnya ghair musyabbahah.
• Majaz aqli menitik beratkan pada penyandaran fi’il
atau suatu perbuatan kepada bukan pelaku yang sebenarnya, sedangkan majaz
mursal penggunaan suatu makna kepada kata yang bukan sesungguhnya.
• Alaqah pada majaz aqli: as-sababiyyah,
az-zamaniyyah, al-makaniyyah, al-mashdadriyyah, al-fa’iliyyah, dan al-maf’uliyyah.
• Alaqah pada majaz mursal: as-sababiyyah,
al-musabbabiyyah, al-juz’iyyah, al-kulliyyah, al-haliyyah, al-maahaliyyah, i’tibaru
ma kana, dan i’tibaru ma yakunu.
• Biarpun ada alaqah yang sama, yaitu as-sababiyyah, namun
kalau majaz aqli menyandarkan fi’il kepada pelaku yang menjadi sebab
terjadinya. Adapun as-sababiyyah dalam majaz mursal adalah menyebutkan suatu
makna (tidak sebagai pelaku) sedang yang dimaksud adalah akibatnya dari adanya
penyebab tersebut.
Belum ada tanggapan untuk "Perbedaan Majaz Aqli Dan Majaz Mursal"
Post a Comment