Home · Tajwid · Sharaf · Nahwu · Balaghah · Do'a · Daftar Isi

Majaz Aqli Dalam Ilmu Balaghah

Majaz Aqli Dalam Ilmu Balaghah
Pernah mendengar kata majaz? Kalau belum pernah maka disini saya akan menjelaskan secara singkat tentang majaz dalam bahasan ilmu balaghah. Majaz ada dua macam yaitu majaz lughawi dan majaz aqli. Majaz lughawi terbagi dua macam yaitu majaz istiarah dan majaz mursal. Pada artikel ini hanya akan dijelaskan tentang majaz aqli saja.
Semoga bermanfaat!
Pengertian Majaz Aqli
اَلْمَجَازُ الْعَقْلِيُّ أَوْ يُسَمَّى بِالْإِسْنَادِ الْمَجَازِي هُوَ إِسْنَادُ الْفِعْلِ أَوْ مَا فِي مَعْنَاهُ إِلَى غَيْرِهِ مَا هُوَ لَهُ لِعَلَاقَةٍ مَعَ قَرِيْنَةٍ مَانِعَةٍ مِنْ إِدَارَةِ الْحَقِيْقِ
Majaz aqli atau disebut juga isnad majazi adalah menyandarkan perbuatan (aktivitas) atau yang semakna kepada sesuatu yang bukan aslinya karena adanya ‘alaqah serta  qarinah (susunan kalimat) yang mencegah terjadinya penyandaran makna ke lafaz tersebut. Dalam majaz aqli hubungan makna yang asli dengan majaz bukan karena hubungan musyabbahah seperti pada pembahasan tasybih. Dinamakan aqli, karena majaz jenis ini bisa diketahui penunjukan maknanya  dengan menggunakan akal.
Alaqah Majaz Aqli
Ada beberapa ‘alaqah yang terdapat dalam majaz aqli.
1.     As-sababiyah (السببية)
Yaitu penyandaran suatu perbuatan kepada penyebab langsung (pelaku).
Contohnya:
وَقَالَ فِرْعَوْنُ يَا هَامَانُ ابْنِ لِي صَرْحًا لَعَلِّي أَبْلُغُ الْأَسْبَابَ (٣٦) أَسْبَابَ السَّمَاوَاتِ فَأَطَّلِعَ إِلَى إِلَهِ مُوسَى وَإِنِّي لَأَظُنُّهُ كَاذِبًا وَكَذَلِكَ زُيِّنَ لِفِرْعَوْنَ سُوءُ عَمَلِهِ وَصُدَّ عَنِ السَّبِيلِ وَمَا كَيْدُ فِرْعَوْنَ إِلَّا فِي تَبَابٍ (٣٧)
Artinya: “Dan berkatalah Fir'aun: "Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang Tinggi supaya Aku sampai ke pintu-pintu,(yaitu) pintu-pintu langit, supaya Aku dapat melihat Tuhan Musa dan Sesungguhnya Aku memandangnya seorang pendusta". Demikianlah dijadikan Fir'aun memandang baik perbuatan yang buruk itu, dan dia dihalangi dari jalan (yang benar); dan tipu daya Fir'aun itu tidak lain hanyalah membawa kerugian.” (QS. Ghafir [40]: 36-37)
Pada ayat ini disebutkan bahwa perbuatan (aktivitas) membangun gedung yang menjulang disandarkan kepada seorang bernama Haman padahal ia bukan pelaku sebenarnya. Yang membangun itu adalah para pekerja, tetapi Haman bertindak sebagai pengawas proses pembangunan itu.
2.     Az-zamaniyah (الزمانية)
Yaitu penyandaran suatu perbuatan kepada masa/waktu terjadinya.
Contohnya:
نَهَارُ الْـمُؤْمِنِ صَائِمٌ ولَيْلُهُ قَائِمٌ
Artinya: "Siangnya orang mukmin itu berpuasa dan malamnya bangun (untuk ibadah).”
Pada contoh ini disebutkan bahwa perbuatan (aktivitas) puasa disandarkan kepada masa/waktu yaitu “siang” padahal “siang” itu bukan pelaku sebenarnya, tetapi yang melakukan puasa itu adalah seorang mukmin pada waktu siang hari.
3.     Al-Makaniyah (المكانية)
Yaitu penyandaran suatu perbuatan kepada tempat terjadinya.
Contohnya:
وَعَدَ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ وَرِضْوَانٌ مِنَ اللَّهِ أَكْبَرُ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (٧٢)
Artinya: “Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga 'Adn. dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar.” (QS. at-Taubah [9]: 72)
Pada ayat ini disebutkan bahwa perbuatan (aktivitas) mengalir disandarkan kepada  sungai-sungai padahal sungai-sungai itu bukan pelaku sebenarnya, tetapi yang mengalir itu adalah air-air yang bertempat di sungai-sungai.
4.   Al-Mashdariyah  (المصدرية)
Yaitu penyandaran suatu perbuatan kepada mashdarnya (kata dasar/asal).
Contohnya:
سَيَذْكُرُنِي قَوْمِيْ إِذَا جَدَّ جِدُّهُمْ # وَفِي اللَّيْلَةِ الظَّلْمَاءِ يُفْتَقَدُ البَدْرُ
Artinya: “Kaumku akan teringat kepadaku apabila mereka menghadapi kesulitan. Pada malam yang gelap bulan purnama baru dirindukan (dicari-cari)”
Pada syair ini disebutkan bahwa aktivitas menghadapi kesusahan disandarkan kepada mashdar (kata dasar) yaitu kata (جِدُّ) padahal mashdar itu bukan pelaku sebenarnya, tetapi yang mengalami kesusahan adalah orang-orang yang susah.

5. Al-Fa’iliyyah (الفاعلية)

Yaitu penyandaran suatu perbuatan kepada fa’ilnya padahal yang dimaksud maf’ulnya.

Contoh:

فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَّاضِيَةٍ

Artinya: “Maka orang itu berada dalam kehidupan yang diridhai.” (Al-Haqqah: 21)

Kata (رَاضِيَةٍ) bermakna meridhai atau semakna dengan bina ma’lum dan yang dimaksud adalah (مَرْضِيَّةٍ) yang artinya yang diridhai.

6. Al-Maf’uliyyah (المفعولية)

Yaitu penyandaran suatu perbuatan kepada maf’ulnya padahal yang dimaksud fa’ilnya.

وَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ جَعَلْنَا بَيْنَكَ وَبَيْنَ الَّذِيْنَ لاَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْآخِرَةِ حِجَابًا مَسْتُوْرًا سَاتِرًا

Artinya: “Dan apabila kamu membaca Al Quran niscaya Kami adakan antara kamu dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, suatu dinding yang tertutup.” (Al-Isra: 45)

Kata (مَسْتُوْرًا) bermakna tertutup atau semakna dengan bina majhul dan yang dimaksud adalah (سَاتِرًا) yang artinya yang menutupi.

--------------
Selanjutnya : Majaz Mursal
--------------

Artikel keren lainnya:

5 Tanggapan untuk "Majaz Aqli Dalam Ilmu Balaghah"

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  2. Izin mengoreksi, ‘alaqah yang terdapat dalam majaz aqli antara Al-Fa’iliyyah (الفاعلية) dengan Al-Maf’uliyyah (المفعولية) mungkin terbalik Ustadz....

    ReplyDelete