Seorang muslim harus meyakini bahwa terjadinya gerhana
merupakan salah satu tanda kekuasaan Allah SWT. Allah Taala berfirman:
وَمِنْ
آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لَا تَسْجُدُوا
لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ
كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
“Sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya ialah malam, siang,
matahari, dan bulan. Jangan kalian bersujud pada matahari dan jangan (pula)
pada bulan, tetapi bersujudlah kalian kepada Allah yang menciptakan semua itu,
jika kamu hanya menyembah-Nya.” (QS Fushilat [41]: 37).
|
Shalat Gerhana |
Nabi Muhammad SAW memerintahkan kepada kita bila terjadi
gerhana untuk berdo’a kepada Allah, mendirikan salat sunnah gerhana, bertakbir
dan bersedekah, Sebagaimana sabda beliau:
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari:
إِنَّ الشَّمْسَ
وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا
لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا
وَتَصَدَّقُوا
"Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari
tanda-tanda kebesaran Allah, dan tidak akan mengalami gerhana disebabkan karena
mati atau hidupnya seseorang. Jika kalian melihat gerhana, maka banyaklah
berdoa kepada Allah, bertakbirlah, dirikan shalat dan bersedekahlah."
Ada keunikan dalam shalat gerhana, yakni dalam satu rakaat
terdapat dua kali ruku’. Berikut dalil yang menerangkan tentang sifat shalat
gerhana dalam hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:
عَنْ عَائِشَةَ
زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ: خَسَفَتْ الشَّمْسُ
فِي حَيَاةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ
فَصَفَّ النَّاسُ وَرَاءَهُ، فَكَبَّرَ، فَاقْتَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قِرَاءَةً طَوِيلَةً، ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ رُكُوعًا
طَوِيلًا، ثُمَّ قَالَ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ. فَقَامَ وَلَمْ
يَسْجُدْ، وَقَرَأَ قِرَاءَةً طَوِيلَةً، هِيَ أَدْنَى مِنْ الْقِرَاءَةِ
الْأُولَى. ثُمَّ كَبَّرَ وَرَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا ، وَهُوَ أَدْنَى مِنْ
الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ. ثُمَّ قَالَ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ
رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ. ثُمَّ سَجَدَ، ثُمَّ قَالَ فِي الرَّكْعَةِ
الْآخِرَةِ مِثْلَ ذَلِكَ. فَاسْتَكْمَلَ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ، فِي أَرْبَعِ
سَجَدَاتٍ
“Terjadi gerhana matahari pada saat Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam masih hidup, kemudian Beliau keluar menuju masjid untuk melaksanakan
sholat, dan para sahabat berdiri dibelakang Beliau membuat barisan shof sholat,
lalu Beliau bertakbir dan membaca surat yang panjang, kemudian bertakbir dan
ruku’ dengan ruku’ yang lama, lalu bangun dan mengucapkan : ‘sami’allahu liman
hamidah’. Kemudian bangkit dari ruku’ dan tidak dilanjutkan dengan sujud, lalu
membaca lagi dengan surat yang panjang yang bacaannya lebih singkat dari bacaan
yang pertama tadi. Kemudian bertakbir, lantas ruku’ sambil memanjangkannya,
yang panjangnya lebih pendek dari ruku’ yang pertama. Lalu mengucapkan :
‘sami’allahu liman hamidah, rabbanaa wa lakal hamd’, kemudian sujud. Beliau
melakukan pada raka’at yang terakhir seperti itu pula maka sempurnalah empat
kali ruku’ pada empat kali sujud” (HR. Bukhori no. 1046, Muslim no. 2129).
Shalat gerhana dilakukan sebanyak 2 rakaat dan dilanjutkan khutbah dua
kali. Di setiap rakaat membaca Al-Fatihah 2 kali, membaca surat 2 kali, dan
ruku’ 2 kali. Berikut detailnya:
[1] Niat
Niat shalat gerhana matahari:
اُصَلِّى
سُنَّةً لِكُسُوْفِ الشَّمْسِ رَكْعَتَيْنِ (اِمَامًا|مَأْمُوْمًا) للهِ تَعَالَى
Latin: Ushalli sunnatal likusufilsy syamsi rak’ataini
(imaman/ma’muman) lillahi ta’ala.
Niat shalat gerhana bulan:
اُصَلِّى
سُنَّةً لِخُسُوْفِ الْقَمَرِ رَكْعَتَيْنِ (اِمَامًا|مَأْمُوْمًا) للهِ تَعَالَى
Latin: Ushalli sunnatal likhusyufil qamai rak’ataini
(imaman/ma’muman) lillahi ta’ala.
[2] Takbiratul ihram diiringi membaca Allahu akbar dan
mengangkat tangan.
[3] Membaca surat al-Fatihah
[4] Membaca ayat atau surat al-Qur’an
Mebaca surat Al-Fatihan dan surat lainnya dikeraskan sebagaimana
dalam hadits dari Aisyah:
جَهَرَ النَّبِىُّ –
صلى الله عليه وسلم – فِى صَلاَةِ الْخُسُوفِ بِقِرَاءَتِهِ
“Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam menjaherkan bacaannya
ketika shalat gerhana.” (HR. Bukhari no. 1065 dan Muslim no. 901)
[5] Ruku’
[6] Berdiri dari ruku’ sambil mengucap ’sami’allahu liman hamidah,
[7] Membaca surah al-Fatihah lagi
[8] Membaca ayat/surah dalam al-Qur’an
[9] Ruku’ kedua
[10] I’tidal
[11] Sujud dua kali
[12] Berdiri untuk rakaat kedua dengan tatacara yang sama pada rakaat
pertama.
[13] Tasyahud dan diakhiri dengan salam
[14] Setelah shalat selesai, disunnahkan adanya seorang khatib yang
membaca khutbah terkait gerhana. Khutbah yang disampaikan berisi anjuran untuk
berdzikir, berdo’a, beristighfar, sedekah, dan membebaskan budak. (Lihat Zaadul
Ma’ad, Ibnul Qayyim, 349-356, Darul Fikr dan Shohih Fiqih Sunnah, 1: 438)
Belum ada tanggapan untuk "Tatacara Shalat Gerhana Matahari dan Gerhana Bulan Disertai Dalilnya"
Post a Comment