Home · Tajwid · Sharaf · Nahwu · Balaghah · Do'a · Daftar Isi

Isim Syarat Jazimah (Menjazmkan Fiil Mudhari): Pengertian, Arti, Dan Contoh

Pengertian Isim Syarat
Isim syarat adalah isim yang menghubungkan dua kalimat dimana kalimat yang pertama disebut syarat dan kalimat yang kedua disebut jawab syarat. Isim syarat ini berada di kalimat syarat. Kalau dalam bahasa Indonesia, syarat dan jawabnya disebut konjungsi sebab akibat.
Isim Syarat
Yang termasuk isim syarat yang bisa manjadikan fiil mudhariamudhari berirab jazm adalah:
 مَنْ – مَا – مَتَى – أَيَّانَ – أَيْنَ – أَيْنَمَا – أَنىَّ – حَيْثُمَا – كَيْفَمَا - أَيُّ
Beberapa ketentuan tentang isim syarat jazimah:
• Semua isim syarath adalah mabni kecuali (أَيُّ). Contoh:
 مَنْ جَدَّ وَجَدَ
إِنَّ مَنْ جَدَّ وَجَدَ
Meskipun menempati i’rab yang berbeda tetapi kata (مَنْ) tidak berubah harakatnya.
• Apabila fi’ilnya merupakan fi’il mudhari, maka fi’ilnya menjadi majzum baik fi’il di syarat atau pada jawabnya.
مَنْ يَزْرَعْ يَحْصُدْ
• Membedakan istifham, syarat, maushul
Mungkin ada yang merasa bingung karena isim syarat sama dengan isim istifham bahkan ada yang dipakai sebagai isim maushul. Untuk membedakannya adalah kalau istifham itu digunakan untuk mengumpulkan informasi. Adapun isim syarat digunakan untuk menyatukan dua kalimat yang berhubungan sebab akibat. Sedangkan isim maushul digunakan untuk menyambung dua kalimat yang rumpang.
Contoh isim istifham:
مَا هَذَا؟
Contoh isim syarat:
مَا تَقْرَأْ يَزِدْكَ مَعْرِفَةً
Contoh isim maushul:
اِقْرَأْ مَا أَكْتُبُ
Isim Syarat Dengan Arti Dan Contoh
Berikut penjelasan isim syarat yang dilengkapi dengan arti dan contoh:
1. (مَنْ)
Artinya barang siapa. Contoh:
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ
Artinya: Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.
2. (مَا)
Artinya apa yang. Contoh:
مَا نَنسَخْ مِنْ آيَةٍ أَوْ نُنسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِّنْهَا أَوْ مِثْلِهَا
Artinya: Apa yang Kami batalkan dari suatu ayat atau Kami Hilangkan dari ingatan, pasti Kami ganti dengan yang lebih baik atau yang sebanding dengannya.
3. (مَتَى)
Artinya ketika. Contoh:
مَتَى يَحْضُرْ اَحْمَدُ يَحْضُرْ حَامِدٌ
Artinya: ketika Ahmad datang, maka datanglah Hamid.
4. (أَيَّانَ)
Artinya ketika, bila mana. Contoh:
أَيَّانَ يَكْثُرْ فَرَاغُ الشَّبَابِ يَكْثُرْ فَسَادُهُمْ
Artinya: Ketika para pemuda banyak waktu nganggurnya, maka banyak pula kerusakkannya.
5. (أَيْنَ)
Artinya dimana. Contoh:
أَيْنَ يَكُنْ اَحْمَدُ يَكُنْ حَامِدٌ
Artinya: Dimana ada Ahmad, maka ada Hamid.
6. (أَيْنَمَا)
Artinya dimana. Contoh:
أَيْنَمَا تَكُوْنُوْ يُدْرِكْكُّمُ الْمَوْتُ
Artinya: dimana saja kalian berada, kematian akan mendapatkan kalian.
7. (أَنَّى)
Artinya dimana saja. Contoh:
أَنَّى يَنْزِلْ ذُو الْعِلْمِ يُكْرَمْ
Artinya: dimana saja orang berilmu turun, maka ia akan dihormati.
8. (حَيْثُمَا)
Artinya dimana saja. Contoh:
حَيْثُمَا تَجِدْ صِدِّيْقًا وَفِيًا تَجِدْ كَنْزًا ثَمِيْنًا
Artinya: dimana saja kamu menemukan kejujuran, maka kamu dapati simpanan yang berharga.
9. (كَيْفَمَا)
Artinya bagaimana pun. Contoh:
كَيْفَمَا تَكُوْنِيْ اُحْبِبْكِ
Artinya: Bagaimana pun keadaanmu, aku mencintaimu.
10. (أَيُّ)
Artinya mana saja. Contoh:
أَيًّا مَّا تَدْعُوْا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى
Artinya: Dengan nama yang mana saja kamu dapat menyeru, karena Dia Mempunyai nama-nama yang terbaik (Asma-ul Husna).

Artikel keren lainnya:

Pengertian, Adat, dan Contoh Mustatsna

Pengertian Mustatsna
Mustatsna adalah isim yang terletak setelah salah satu perangkat istitsna untuk menyelisihi pernyataan sebelumnya. Isim sebelum istitsna disebut muntatsna minhu. Adat istitsna bisa diterjemahkan kecuali atau selain.
Contoh Mustatsna
Contoh:
حَضَرَ الطُّلَابُ إِلَّا زَيدًا
لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ
Artinya:
Para siswa telah hadir kecuali Zaid.
Tidak ada tuhan kecuali Allah.
Kata (زَيدًا) dan (اللهُ) disebut dengan mustatsna.
Dalam uslub isitsna, ada 4 rukun yang harus ada:
1. Hukum
Yaitu perkara yang dikecualikan baik berupa sifat, peristiwa, orang, dll.
2. Mustatsna minhu
Yaitu kata sebelum adat istitsna.
3. Adat istitsna
Yaitu kata yang menjadi perantara yang digunakan untuk istitsna.
4. Mustatsna
Yaitu kata setelah adat istitsna yang dikecualikan dalam hukum.
Kata yang digunakan dalam istitsna adalah:
إِلَّا - غَيرُ - سِوَى - خَلَا - عَدَا - حَاشَا
1. (إِلَّا)
Mustatsna dengan kata (إِلَّا) terdapat 3 hukum yang berlaku:
a. Manshub
Mustatsna harus manshub apabila kalimatnya positif (mutsbat) dan disebutkan mustatsna minhunya.
Contoh:
حَضَرَ الطُّلَابُ إِلَّا أَحْمَدَ
مَرَرْتُ بِالطُّلَابِ إِلَّا أَحْمَدَ
Artinya:
Semua siswa hadir kecuali Ahmad.
Aku melewati semua siswa kecuali Ahmad.
b. Boleh manshub atau menjadi badal
Apabila kalimatnya negatif (manfi) dan disebutkan mustatsna minhunya, maka mustatsna boleh dinashabkan atau mengikuti ‘irab mustatsna minhu sebagai badal.
Contoh yang dinashabkan:
مَا جَلَسَ أَحَدٌ إِلَّا أَحْمَدَ
Artinya:
Tidak ada yang duduk kecuali Ahmad.
‘Irab sama halnya dengan ketentuan pada poin “a”.
Contoh mustatsna yang menjadi badal:
مَا جَلَسَ أَحَدٌ إِلَّا أَحْمَدُ
مَا قَرَأْتُ الْقُرْآنَ إلَّا جُزْءَيْنِ
لَا أَنْظُرُ إِلَى أَحَدٍ إِلَّا زَيْدٍ
Artinya:
Tidak ada yang duduk kecuali Ahmad.
Aku tidak membaca Al-Qur’an kecuali dua juz.
Aku tidak memerhatikan seorang pun kecuali Zaid.
c. Dii'rab sesuai dengan kedudukannya dalam kalimat
Apabila kalimatnya manfi (negatif) dan mustatsna minhu tidak disebutkan, maka irab mustatsna disesuaikan dengan kedudukan dalam kalimat. Artinya apabila kalimat tersebut belum ada fa’il, maka mustatsna berkedudukan sebagai fa’il. Begitu juga, apabila mubtada’ yang belum ada khabarnya, maka mustatsna berkedudukan sebagai khabar.
Contoh:
مَا جَلَسَ إِلَّا أَحْمَدُ
لَا تَعْبُدُوْا إلَّا اللهَ
لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ
Artinya:
Tidak ada yang duduk kecuali Ahmad.
Janganlah kalian menyembah kecuali kepada Allah.
Tidak ada tuhan kecuali Allah.
Kata (أَحْمَدُ) dibaca marfu’ berkedudukan sebagai fa’il. Kata (اللهَ) dibaca manshub karena berkedudukan sebagai maf’ul bih. Sedangkan kata (اللهُ) dibaca marfu’ karena berkedudukan sebagai khabar.
2. (غَيرُ) dan (سِوَى)
Mustatsna setelah kedua kata di atas dibaca majrur karena berkedudukan sebagai mudhaf ilaih. Adapun kata (غَيرُ) dan (سِوَى) di’irab sesuai kedudukannya dalam kalimat.
Contoh:
حَضَرَ الطُّلَابُ غَيْرَ زَيْدٍ
مَا حَضَرَ غَيْرُ زَيْدٍ
كَلَامُكَ غَيْرُ مَفْهُوْمٍ
مَا جَلَسَ أَحَدٌ سِوَى زَيْدٍ
مَا جَلَسَ سِوَى زَيْدٍ
Artinya:
Semua siswa hadir kecuali Zaid.
Tidak ada yang hadir kecuali Zaid.
Perkataanmu tidak bisa difahami.
Tidak seorang pun duduk kecuali Zaid.
Tidak ada yang duduk kecuali Zaid.
3. (خَلَا), (عَدَا), dan (حَاشَا)
Mustatsna dengan ketiga kata di atas dibaca dengan dua ketentuan:
a. Manshub
Mustatsna dibaca manshub karena sebagai maf’ul bih dari (خَلَا), (عَدَا), dan (حَاشَا) yang merupakan fi’il madhi.
Contoh:
حَضَرَ الطُّلَابُ عَدَا زَيْدًا
Artinya:
Semua siswa hadir kecuali Zaid.
Terkadang kata (خَلَا) dan (عَدَا) didahului oleh (مَا) mashdariyah dan mustatsnanya harus dinashabkan sebagai maf’ul bih. Sedangkan kata (حَاشَا) tidak boleh didahului oleh (مَا) mashdariyah.
Contoh:
أَلَا كُلُّ شَيْءٍ مَا خَلَا اللهَ بَاطِلٌ
Artinya:
Ketahuilah bahwa semua yang selain Allah itu batil.
b. Majrur
Mustatsna dibaca majrur dimana kata (خَلَا), (عَدَا), dan (حَاشَا) sebagai huruf jar.
Contoh:
عَادَتِ الطَّائِرَةُ خَلَا طَائِرَةٍ
Artinya:
Semua pesawat telah kembali kecuali satu pesawat.
Mustatsna Yang Berupa Jumlah Atau Syibhul Jumlah
Apabila mustatsna berupa jumlah atau syibhul jumlah, maka i’rabnya sesuai mahal ‘irab dalam kalimat.
Contoh:
لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ
لَا تَجْلِسُوْا إِلَّا وَرَاءَ الْكَمْتَبِ
لَا تُغَادِرُوْا الْصَّفَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ فَاهِمُوْنَ
لَا تُغَادِرُوْا الْصَّفَّ إِلَّا إِذَا فَهِمْتُمْ
Catatan:
Jumlah setelah istitsna pada contoh ketiga dan keempat berkedudukan sebagai hal. Wau athaf setelah istitsna pada contoh ketiga merupakan penyambung karena jumlah pertama dan kedua bila tanpa athaf akan mengaburkan makna. Sedangkan pada contoh keempat sudah kata (إِذَا) yang menjadi penyambung makna.
Contoh Mustatsna Di Al-Qur’an
Al-Fatihah: 7
غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
Hud: 101
وَمَا زَادُوهُمْ غَيْرَ تَتْبِيبٍ
Adz-Dzariyat: 36
فَمَا وَجَدْنَا فِيهَا غَيْرَ بَيْتٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ
Al-Baqarah: 34
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآَدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ
Ali Imran: 102
وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Al-Muzjadalah: 7
مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ وَلَا خَمْسَةٍ إِلَّا هُوَ سَادِسُهُمْ وَلَا أَدْنَى مِنْ ذَلِكَ وَلَا أَكْثَرَ إِلَّا هُوَ مَعَهُمْ أَيْنَ مَا كَانُوا
Al-Muzjadalah: 10
وَلَيْسَ بِضَارِّهِمْ شَيْئًا إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ
Al-Hasyr: 14
لَا يُقَاتِلُونَكُمْ جَمِيعًا إِلَّا فِي قُرًى مُحَصَّنَةٍ أَوْ مِنْ وَرَاءِ جُدُرٍ
Al-Haqqah: 37
لَا يَأْكُلُهُ إِلَّا الْخَاطِئُونَ
Nuh: 28
وَلَا تَزِدِ الظَّالِمِينَ إِلَّا تَبَارًا
Al-Muzzammil: 2
قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا
At-Takwir: 29
وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
Al-Bayyinah: 5
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
==========
Tambahan:
Dalam kajian balaghah, kalimat yang terdapat nafi dan ististna termasuk ke dalam uslub qashr. Qashr adalah mengkhususkan sesuatu dari yang lainnya dengan menggunakan cara tertentu. Maqshur alaihnya atau yang dikhususkannya adalah kata yang berada setelah istitsna.
Contoh:
لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ
Artinya: Tidak ada tuhan kecuali Allah.
مَا زَيْدٌ اِلَّا عَالِـمٌ
Artinya: Tiada zaid kecuali pintar.
وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Artinya: “Tiadalah kehidupan di dunia ini kecuali perhiasan yang menipu daya". (QS. Ali Imran : 185).
وَمَا يَخْدَعُونَ إِلَّا أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ
Artinya: “dan tidaklah mereka menipu kecuali kepada dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.” (QS. Al-Baqarah: 9).
Kalimat yang menggunakan (لَا) dan (إِلَّا) berguna untuk menafikan kata sebelum istitsna dan mengisbatkan kata setelahnya bahkan menunjukkan makna khusus. Maka makna “Tidak ada tuhan kecuali Allah” sama dengan “hanya Allah yang menjadi Tuhan”.
Kalimat yang menggunakan (مَا) dan (إِلَّا) berguna untuk mengisbatkan (mengukuhkan) kata sebelum dan setelah istitsna. Makna “tidaklah mereka menipu kecuali kepada dirinya” semakna dengan “yang menipu diri mereka adalah mereka sendiri”. Karena kata sebelum istitsna juga diisbatkan maka berarti mereka melakukan penipuan selain kepada diri mereka sendiri.
=====
Semoga menambah pemahaman dalam Bahasa Arab khususnya dalam ilmu Nahwu.

Artikel keren lainnya:

Isim Isyarah (Kata Tunjuk dalam Bahasa Arab): Pengertian dan Contoh

Isim Isyarah (Kata Tunjuk dalam Bahasa Arab)
Pengertian Isim Isyarah
Isim isyarah adalah isim ma’rifah yang berfungsi sebagai kata tunjuk baik itu menggunakan tangan atau semacamnya. Begitu pula yang ditunjukknya itu ada di hadapan orang yang menunjukknya ataupun secara maknawi saja.
Isim Isyarah
Yang termasuk isim isyarah adalah:
1. (ذَا) untuk mufrad mudzakkar
2. (ذَانِ) untuk mutsanna mudzakkar
3. (ذِيْ), (ذُهُ), dan (تُهُ) untuk mufrad muannats
4. (تَانِ) untuk mutsanna muannats
5. (أُولَاءِ) untuk jama’ mudzakkar dan jama’ muannats
6. (هُنَا) untuk tempat
Apabila ingin menunjukkan sesuatu yang dekat atau sifat yang umum, maka sebelumnya harus ditambahkan Ha tanbih (هَا). Bisa diterjemahkan ini atau disini (untuk tempat).
1. (هَذَا) untuk mufrad mudzakkar
هَذَا بَابٌ
2. (هَذَانِ) untuk mutsanna mudzakkar
هَذَانِ كِتَابَانِ
3. (هَذِهِ) untuk mufrad muannats
هَذِهِ مَدْرَسَةٌ
4. (هَتَانِ) untuk mutsanna muannats
هَتَانِ مَدْرَسَتَانِ
5. (هَؤُلَاءِ) untuk jama’ mudzakkar dan jama’ muannats
هَؤُلَاءِ طُلَّابٌ
6. (هَهُنَا) untuk tempat
هَهُنَا كِتَابٌ
Apabila digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang jauh, maka diujungnya ditambahkan kaf khithab (ك) atau ditambahkan lam (ل) dan kaf (ك).
1. (ذَلِكَ) atau (ذَاكَ) untuk mufrad mudzakkar
ذَلِكَ بَيْتٌ
2. (ذَانِكَ) untuk mutsanna mudzakkar
ذَانِكَ بَيْتَانِ
3. (تِلْكَ) untuk mufrad muannats
تِلْكَ مَدْرَسَةٌ
4. (تَانِكَ) untuk mutsanna muannats
تَانِكَ مَدْرَسَتَانِ
5. (أُولَئِكَ) untuk jama’ mudzakkar dan jama’ muannats
أُولَئِكَ طَالِبَاتٌ
6. (هُنَاكَ) atau (هُنَالِكَ) untuk tempat
هُنَاكَ مَسْجِدٌ
Kaidah Isim Isyarah
1. Isim isyarah merupakan isim ma’rifah.
Isim ma’rifah adalah kata definitif atau menujukkan makna khusus.
2. Semua isim isyarah hukumnya mabni kecuali (هَذَانِ) dan (هَتَانِ).
Kata (هَذَانِ) dan (هَتَانِ) hukumnya seperti isim mutsana. Selain kedua kata tersebut hukumnya mabni. Contoh:
هَذِهِ مَدْرَسَةٌ
إِنَّ هَذِهِ الْمَدْرَسَةَ وَسِيْعَةٌ
أَتَعَلَّمُ فِي هَذِهِ الْمَدْرَسَةِ
Contoh pengunnaan (هَذَانِ) dan (هَتَانِ):
هَذَانِ كِتَابَانِ
إِنَّ هَذَيْنِ كِتَابَانِ
مَرَرْتُ بِهَذَيْنِ الطَّالِبَيْنِ
إِنَّ هَتَينِ مَدْرَسَتَانِ
أَتَعَلَّمُ فِي هَتَينِ الْمَدْرَسَتَيْنِ
3. Isim ma’rifah setelah isim isyarah bisa berkedudukan sebagai badal atau khabar.
Perlu kejelian dan ketelitian dalam memahami konteks kalimat yang ada isim isyarahnya. Coba perhatikan kalimat-kalimat di bawah ini:
هَذِهِ مَدْرَسَةُ اللُّغَةِ الْعَرَبِيَّةِ
هَذِهِ مَدْرَسَةُ اللُّغَةِ الْعَرَبِيَّةِ وَسِيْعَةٌ
Kata yang bercetak biru pada contoh yang pertama merupakan khabar, sedangkan pada contoh yang kedua merupakan badal. Tentunya apabila berposisi sebagai badal, maka irabnya mengikuti isim isyarahnya. Contoh kata setelah isim isyarah yang menjadi badal:
ذَلِكَ الْبَيْتُ جَدِيْدٌ
إِنَّ هَذِهِ الْمَدْرَسَةَ وَسِيْعَةٌ
أَتَعَلَّمُ فِي هَتَينِ الْمَدْرَسَتَيْنِ
4. Kata (هَذِهِ) dan (تِلْكَ) bisa digunakan untuk jama’ ghair ‘aqil.
هَذِهِ كُتُبٌ جَدِيْدَةٌ
تِلْكَ الْبُيُوْتُ جَدِيْدَةٌ
5. Huruf kaf khithab yang disebutkan mukhathabnya, maka kafnya disesuaikan dengan ‘adad mukhthabnya.
ذَلِكَ كِتَابٌ يَا أَحْمَدُ
ذَلِكَمَا كِتَابٌ يَا أَحْمَدُ وَعِرْفَانُ
ذَلِكُمْ كِتَابٌ يَا أَصْدِقَائِيْ
ذَلِكُنَّ كِتَابٌ يَا طَالِبَاتِيْ
6. Pada isim isyarah (ذَا) bisa didahului kaf tasybih menjadi (كَذَا)
عَلِمْتُ أَحْمَدَ فَاضِلًا وَعِلِمْتُ أَخَاهُ كَذَا
Boleh juga dimasuki Ha’ tanbih sebelumnya menjadi (هَكَذَا) atau ditambahkan lam dan kaf khithab menjadi (كَذَلِكَ).
أَهَكَذَا بَيْتُكَ؟
عَلِمْتُ أَحْمَدَ فَاضِلًا وَعِلِمْتُ أَخَاهُ كَذَلِكَ
========
Catatan:
Mari kita perhatikan kedua contoh berikut:
هَذَا بَيْتٌ جَدِيْدٌ
هَذَا الْبَيْتُ جَدِيْدٌ
Sekilas kedua contoh di atas sama, namun bila kita perhatikan lebih teliti bahwa kedua kalimat di atas memiliki perbedaan yang cukup signifikan terutama pada kata (بَيْتٌ). Bila kita terjemah ke dalam bahasa Indonesia, berikut hasilnya:
Ini adalah rumah baru.
Rumah ini baru.
Atau kalau dalam bahasa Inggris:
This is new home.
This home is new.
Pada contoh pertama, kata (بَيْتٌ) berkedudukan sebagai khabar dan (جَدِيْدٌ) sebagai na’at. Sedangkan kata (الْبَيْتُ) pada kalimat kedua berkedudukan sebagai badal dan kata (جَدِيْدٌ) sebagai khabarnya.
========
Contoh Isim Isyarah di Al-Qur’an
Berikut ada beberapa contoh isim isyarah yang terdapat di Al-Qur’an dilengkapi dengan keterangan ayat dan suratnya:
Ali Imran: 140
وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ
Al-Mujadalah: 12
ذَلِكَ خَيْرٌ لَكُمْ وَأَطْهَرُ
Al-Baqarah: 5
أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Al-Mujadalah: 3
ذَلِكُمْ تُوعَظُونَ بِهِ
Al-Qashash: 27
قَالَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنْكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ
Al-Mudatstsir: 24
فَقَالَ إِنْ هَذَا إِلَّا سِحْرٌ يُؤْثَرُ
Al-Insan: 27
إِنَّ هَؤُلَاءِ يُحِبُّونَ الْعَاجِلَةَ وَيَذَرُونَ وَرَاءَهُمْ يَوْمًا ثَقِيلًا
Al-Insan: 29
إِنَّ هَذِهِ تَذْكِرَةٌ
Al-Baqarah: 113
كَذَلِكَ قَالَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ مِثْلَ قَوْلِهِمْ
*****
Sumber:
Mulakhash qawaidul lughah ‘arabiyyah
Al-Qur’an Al-Karim
Semoga menambah ilmu dan semakin memahami bahasa Arab dan Al-Qur'an. Sekian dan demikian. Semoga tulisan ini bermanfaat. Amin.

Artikel keren lainnya: