Ada yang faham dengan kiasan “keras kepala” dan “kaki
tangan”? Saya yakin kebanyakan dari kita faham kedua ungkapan tersebut. Kedua
ungkapan tersebut bermakna orang yang ingin menang sendiri dan orang
kepercayaan atau suruhan. Nah kiasan seperti di atas dalam bahasa Arab disebut
dengan “kinayah”. Di sini akan dipaparkan mulai dari pengertian, macam, dan
tujuan dari kinayah.
A.
Pengertian
Kinayah
الكنايةُ لَفْظٌ أُطْلِقَ وَأرِيْدَ بِهِ لَازِمُ مَعْنَاهُ مَعَ جَوَازِ
إِرَادَةِ ذَلِكَ الْمَعْنَى
Kinayah adalah lafadz yang
disampaikan dan yang dimaksud adalah kelaziman maknanya, disamping boleh juga
yang dimaksud pada makna yang sebenarnya.
Dari pengertian tersebut dapat
difahami bahwa kinayah adalah suatu ungkapan yang biasa dipakai oleh suatu kaum
(dalam hal ini orang arab sebagai penutur asli bahasa Arab) dan yang dimaksud
adalah bukan makna aslinya walaupun bisa diartikan dengan makna yang
sebenarnya. Apabila masih bingung saya akan ambil penggunaan kinayah dalam
bahasa Melayu atau Indonesia. Perhatikan ungkapan berikut!
Pak Bruno orangnya keras
kepala.
Kata keras kepala diartikan sikap
yang tidak mau diatur, susah dinasehati, atau ingin menang sendiri. Frase keras
kepala memang sudah lazim digunakan oleh masyarakat melayu untuk menunjukkan
sifat yang tadi saya sebutkan walaupun bisa saja diartikan makna sebenarnya
kalau Pak Bruno memang keras kepalanya (padahal semua orang pasti kepalanya
keras. He).
Begitu juga dalam bahasa Arab ada
beberapa ungkapan yang lazimnya digunakan bukan pada makna yang sebenarnya.
Untuk mengetahui maknanya tentu harus menanyakan ke orang Arab langsung. Supaya
lebih valid aja. He. Berikut ada contoh kinayah dari sya’ir maupun dari
Al-Qur’an:
عَلِيٌّ كَثِيْرُ الرَّمَادِ
Artinya:
Ali mempunyai banyak abu.
Maksud
dari ungkapan di atas adalah bahwa Ali adalah orang yang dermawan. Orang Arab
melazimkan bahwa yang dermawan pasti suka menjamu orang dan tentunya sering
masak di rumah. Dahulu kala orang masak menggunakan kayu bakar sehingga
menghasilkan hasil abu yang banyak.
وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ
Artinya: Dan (begitu pula) istrinya (istri Abu Lahab),
pembawa kayu bakar.
Pembawa kayu bakar diartikan penyebar fitnah. Istri Abu
Lahab disebut pembawa kayu bakar karena dia selalu menyebar-nyebarkan fitnah
untuk memburuk-burukkan nabi Muhammad s.a.w. dan kaum Muslim.
Lafadz yang dikinayahkan disebut dengan mukanna ‘anhu dan
lafadz kinayah disebut mukanna bih.
B.
Macam-macam Kinayah
1.
Kinayah ‘An Shifah (كناية عن صفة)
Kinayah ‘an shifah adalah kinayah yang berupa sifat yang
menetap pada maushuf.
yang disebutkan zatnya (makna hakiki) tetapi yang
dimaksudkan adalah sifat dari zat tersebut. Selanjutnya kinayah ‘an shifat
terbagi 2, yaitu:
a.
Kinayah qaribah
Yaitu kinayah yang perpindahan makna mukanna ‘anhu kepada
mukanna bih tanpa melalui perantara. Contoh:
فُلَان ثَوْبُهُ طَوِيْلٌ
Artinya: Fulan panjang bajunya.
Tanpa penjelasan panjang lebar bahwa sekilas dapat
dipahami bahwa yang dimaksud adalah seseorang yang berbadan tinggi.
b.
Kinayah ba’idah
Yaitu kinayah yang perpindahan maknanya melalui
perantara. Perantara di sini tidaklah seperti adat dalam tasybih, melainkan
sebab atau peristiwa tertentu yang menghubungkan kedua makna tersebut. Contoh:
جُحَا يَدُبُّ عَلَى الْعَصَا
Artinya: Juha berjalan dengan tongkat.
Maksudnya adalah Juhad sudah tua. Perantaranya adalah
karena orang yang sudah tua biasanya berjalan dengan menggunakan tongkat untuk
membantu berjalan.
2.
Kinayah ‘An Maushuf (كناية عن موصوف)
Kinayah ‘an maushuf adalah kinayah yang mukanna ‘anhunya
berupa maushuf atau sesuatu yang disifati.
Contohnya:
هُوَ حَارِسٌ عَلَى مَالِه
Artinya: Dia penjaga hartanya.
Maksudnya adalah orang yang kikir.
3.
Kinayah ‘An Nisbah (كناية عن نسبة)
Kinayah ‘an nisbah adalah kinayah yang disebutkan
sifatnya namun tidak disandarkan kepada zat/orang yang memiliki sifat tersebut
tetapi disandarkan kepada sesuatu yang berkaitan erat atau merupakan kemestian
dari zat tersebut.
Kinayah ‘an nisbah adalah yang mukanna ‘anhunya atau
lafadz-lafadz yang dikinayahkan adalah maushuf. Contoh:
الْمَجْدُ يَتْبَعُ ظِلَّه
Artinya: Kemuliaan mengikuti bayangannya.
Sifat (الْمَجْدُ) atau
kemuliaan tidak disandarkan kepada orang yang memiliki sifat mulia tapi
disandarkan kepada sesuatu yang berkaitan dengannya yaitu bayangannya.
C.
Tujuan Kinayah
Adapun tujuan dari kinayah adalah:
1.
Menjelaskan
Kinayah ini digunakan untuk memberikan gambaran yang
tampak dan kelihatan. Contoh:
قَرَعَ اَحْمَدٌ سِنَّهُ
Artinya: Ahmad menghentakkan giginya (marah).
2.
Meringkas kalimat
Ungkapan kinayah bisa digunakan untuk meringkas suatu
kalimat atau ungkapan yang panjang.
Contoh:
فُلَانٌ مَهْزُوْلُ الْفَصِيْلِ
Artinya: Si Fulan itu kurus anak sapinya (dermawan)
3.
Menghindari ungkapan yang dianggap
jelek atau buruk
Penggunaan kinayah dalam mengungkapkan suatu ide bisa
juga bertujuan untuk mengganti suatu kata yang dianggap jelek untuk diucapkan. Contoh:
هُوَ ثَقِيْلُ السَّمْعِ
Artinya: Dia berat pendengarannya. (tuli)
4.
Memelihara kesopanan
Menghindari kata-kata yang dianggap tabu atau malu untuk
diungkapkan. Contoh:
اَوْ لَمَسْتُمُ النِّسَاءَ
Artinya: atau kalian menyentuh perempuan. (berhubungan
suami istri)
5.
Menyembunyikan
Contoh:
اَهْلُ الدَّارِ
Artinya: penghuni rumah (istrinya).
Sampai di sini dulu deh pembahasannya. Pembahasan
selanjutnya saya publish di lain wakyu ya. Trims
----------
Selanjutnya: Kinayah Ta’ridh, Talwih, Ramz, dan Ima’ atau
Isyarah
----------
Baarokallahu.
ReplyDeleteAssalamualaikum
ReplyDeleteSye nak tanye,kami pernah bergaduh terkeluar laa kata"UDAH SIAP KAU" istri sambil marah menjawab terserah lalu di matikan nya video call melalui wa, apakah itu termasuk talak.
Itu blm termasuk talak
Deletemungkin
Deletetergantung niat...
DeleteSyukron
ReplyDeleteReferensi dari kitab mana ya ini??
ReplyDeleteSemua kitab yang terpenting kitab nya membahas ilmu balaghah, apapun judul kitab nya dan pengarang nya pasti isi nya sama. Salah satu kitab ada namanya tuhfatul ikhwan
DeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteMasyaAllah
ReplyDeleteBarokalloh fiykum
ReplyDeleteyyyy
ReplyDeleteKinayah Ta’ridh, Talwih, Ramz, dan Ima’ atau Isyarah
ReplyDeletePembahasan tersebut apakah sudah ada