Home · Tajwid · Sharaf · Nahwu · Balaghah · Do'a · Daftar Isi

Kisah Masuk Islamnya Ummar Bin Khattab

UMAR BIN KHATTAB MASUK ISLAM

1. Amarah Umar

Umar bin Khattab duduk termenung sendiri di rumahnya, di seluruh Mekah tidak ada seorang pun yang mampu melunakkan hati Umar karena ia begitu cepat naik pitam dan garang.

Hatinya tidak pernah bisa luluh oleh rayuan gadis-gadis penghibur setiap kali ia mendatangi para penjual khamr (tuak arak/miras).

Ia tidak pula pernah terbujuk untuk ikut bergabung dengan para pegadang yang suka bergerombol di pelataran rumah sambil mendengarkan para penabuh rebana, sehingga segalanya tidak mampu melembutkan kekerasan hatinya yang suka bertindak garang dan menakutkan.

Namun kini, ia tengah duduk termenung sendiri,

"Hamzah, apa yang terjadi padamu? Engkau menaklukkan dan mempermalukan Abu Jahal, temanmu sendiri! Apa yang membuatmu sehingga terjadi seperti ini? Bahkan, engkau berani meninggalkan agama nenek moyang kita dan bergabung dengan Muhammad!

Ini jelas akan membuat pengikut agama baru ini bisa menjadi sombong dan besar kepala!

Hamzah, bukankah engkau, Abu Jahal, Khalid bin Walid dan aku telah bersama membuat Quraisy sehingga menjadi suku yang paling disegani? Semua itu berkat kerja keras dan keuletan kita berempat. Suku-suku yang lain iri kepada Quraisy karena Quraisy memiliki kita. Ini semua gara-gara Muhammad! Hamzah tidak lagi mau minum-minum bersamaku, betapa sepinya malam-malam tanpa Hamzah!"

"Muhammad, engkau membuat pusing kepala orang-orang miskin, para budak, buruh kasar, dan para perempuan lemah! Engkau membuat mereka berani menentang para majikan! Apa yang engkau sampaikan pasti sebuah sihir!

Muhammad, tegakah engkau melihat para pengikutmu pergi meninggalkan tanah air nya ke Habasyah yang begitu jauh?

Ini benar-benar keterlaluan! Terrlaaluu! Aku harus membunuh Muhammad sekarang juga! Meski aku harus berhadapan dengan Hamzah, aku akan membunuhmu dan membuat mekah kembali seperti dulu!"

Setelah berpikir begitu, Umar bin Khattab mencabut pedangnya, amarahnya dengan cepat naik ke ubun-ubun. Dengan langkah-langkah yang tidak bisa dirintangi, Umar kemudian berjalan cepat menuju Darul Arqam. Matanya mengandung api dan pedangnya membara! Tidak seorang pun bisa menghalangi Umar jika ia sudah bertekat dengan sunguh-sunguh!

2. Duka Umar

Ummu Abdillah adalah seorang perempuan tua, dan ia juga tetangga Umar bin Khattab. Setelah ia sekeluarga memeluk Islam, Umar suka mengganggunya padahal sebelum itu, Umar cukup hormat dan bahkan menyayanginya.

Saat itu, Ummu Abdillah tengah membereskan barang-barang untuk dibawa akan berhijrah ke Habasyah. Tiba-tiba, hatinya berdebar karena ia melihat Umar bin Khattab melangkah dengan pedang terhunus! Karena tidak ada waktu lagi untuk lari ke dalam rumah, Ummu Abdillah kemudian bersembunyi di balik barang-barangnya. Hatinya berdebar tidak karuan, dan tanpa sadar ia kemudian menahan napas ketika Umar semakin mendekat.

Akan tetapi setelah Umar melihatnya kemudian berhenti,

"Jadi engkau benar-benar akan berangkat ke Habasyah hai Ummu Abdillah?"

Ummu Abdillah pun keluar dari tempat persembunyiannya dan ia heran karena suara Umar tidak terdengar marah seperti biasanya.

"Ya, demi Allah, Engkau telah menyakitiku dan menindasku maka aku akan benar-benar pergi ke bumi Allah hingga Allah memberikan jalan keluar bagiku," sahut Ummu Abdillah.

Sesaat, Umar tampak merenung, "Ini dia tetanggaku, mereka akan pergi juga meninggalkan Mekah ke Habasyah."

Umar kemudian berpaling sambil menatap wajah tua Ummu Abdillah dan ia berkata di dalam hati, "Begitu jauh jalan yang akan ditempuh oleh orang tua ini sehingga hanya begitu sedikit barang yang bisa dibawanya."

Akhirnya Umar melangkah pergi sambil berkata parau, "Semoga Allah senantiasa menyertaimu."

Ummu Abdillahpun terpana karena belum pernah Umar berlaku selembut ini sejak mereka memeluk Islam,

"Tidakkah engkau melihat kelemahlembutan dan kedukaan Umar terhadap kita?" tanya Ummu Abdillah kepada putranya.

"Apakah Ibu berharap supaya ia akan memeluk Islam?" tanya sang putra. "Dia tidak akan pernah memeluk Islam sebelum keledai bapaknya juga masuk Islam!"

3. Berita untuk Umar

Umar kemudian melanjutkan langkahnya menuju Darul Arqam,

"Sudah jelas, Muhammad-lah yang menyebabkan semua kesengsaraan ini!

Aku harus membunuhnya agar Mekah kembali damai dan tenang seperti dulu. Mengenai Hamzah, aku akan bertarung dengannya, aku yang mati atau Hamzah yang mati, itu tidak terlalu membuatku risau."

Tiba-tiba, lamunannya buyar ketika Nu'aim bin Abdullah menegurnya, "Hendak kemana, hai putra Khattab?"

"Aku akan menemui Muhammad! Dia yang menukar agama nenek moyang kita, dia yang memecah belah masyarakat Quraisy, dia memiliki banyak angan-angan yang bodoh, dan dia yang mencaci tuhan-tuhan kita.

Untuk semua kesalahannya itu, aku akan menebas lehernya!"

"Demi Allah, engkau telah tertipu oleh dirimu sendiri hai Umar!

Apakah tindakanmu untuk membunuh Muhammad akan dibiarkan begitu saja oleh Bani Abdi Manaf? Tidakkah lebih baik engkau pulang dan mengurusi keluargamu sendiri?"

Umar kemudian berhenti melangkah dan bertanya tajam,

"Keluargaku yang mana?"

"Saudara sepupumu sendiri, Sa'id bin Zaid bin Ammar dan istrinya yang tak lain adalah adik perempuanmu, Fathimah binti Khattab, mereka telah mengikuti ajaran Muhammad, urusi saja mereka dulu!"

Umar pun segera membalikkan badan dan melangkah cepat menuju ke rumah adiknya.

"Kalau itu benar, aku akan bertindak pada Sa'id bin Zaid seperti yang pernah dilakukan oleh ayahku yang garang. Al Khattab, kepada ayah Sa'id, Zaid bin Ammar! Berani-beraninya dia memeluk Islam, sedangkan dia tahu aku membenci agama itu!" pikirnya.

Dengan keras maka Umar bin Khattab kemudian menggedor pintu rumah Sa'id bin Zaid dan Fatimah. Suaranya berdentum-dentum keras sehingga mengejutkan siapa saja yang ada di dalam rumah. Sudah bisa diduga, kali ini akan jatuh lagi korban dalam penganiayaan yang menimpa kaum Muslimin oleh Umar.

4. Amuk Umar bin Khattab

Di dalam rumah, Sa'id dan Fathimah binti Khattab sedang mengikuti ayat Al Qur'an yang dibacakan oleh Khabbab bin Al Arat. Begitu pintu berguncang diketuk Umar, Sa'id dan Fathimah kemudian segera menyembunyikan Khabbab, dan Fathimah segera menyembunyikan lembaran-lembaran yang tadi mereka baca di bawah pahanya.

Sa'id kemudian membuka pintu dan Umar pun bergegas masuk.

"Suara apa yang baru kudengar itu?" bentak Umar.

" Tidak.... kami tidak mendengar suara apa pun tadi "

Seketika amarah Umar bin Khattab meledak, "Kudengar kalian telah mengikuti ajaran Muhammad!"

Belum sepatah kata pun keluar dari mulut kedua suami istri itu, pedang Umar sudah terayun dan gagangnya mengenai Sa'id hingga ia jatuh terjerembab di lantai dan luka. Melihat suaminya berdarah, Fathimahpun kemudian bangkit berusaha untuk melerai, tetapi tangan Umar cepat sekali menampar wajahnya.

Fathimahpun jatuh di samping suaminya dengan darah mengucur dari wajahnya.

Meski garang, Umar terkenal lembut dan penyayang kepada keluarganya sendiri. Setelah melihat darah Fathimah, Umarpun kemudian tertegun.

"Fathimah berdarah," pikirnya, "Mengapa aku bisa sampai begitu? Aku menyayangi adikku ini sepenuh hati, bahkan lebih mirip rasa sayang antara ayah kepada putrinya!"

Fathimah yang lembut dan biasanya selalu patuh kepada Umar, kali ini langsung mengangkat wajahnya dan menentang langsung paras kakaknya itu.

"Baiklah," seru Fathimah

"lakukanlah apa saja yang engkau kehendaki!"

Fathimah sudah siap untuk menghadapi berbagai kemungkinan yang akan terjadi maka ia siap disiksa oleh kakaknya sendiri yang dari kecil begitu menyayanginya, dan ia bahkan siap untuk mati sehingga kedua tangannya terentang, seolah siap menerima tikaman pedang Umar ke dadanya.

5. Al Qur'an bukan Mantra Syair

Suatu malam, Umar bin Khattab secara diam-diam pernah mendengar Rasulullah membaca Al Qur'an pada malam hari kemudian Umar terpesona. Namun, ia berkata dalam hati, "Ah, ini pasti ucapan seorang penyair". Bisik hati Umar.

Saat itu Rasulullah membaca surah Al Haqqah ayat 41,

وَمَا هُوَ بِقَوْلِ شَاعِرٍ ۚ قَلِيلًا مَا تُؤْمِنُونَ

"Dan Al Quran itu bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu beriman kepadanya."

Kembali, Umar bin Khattabpun secara diam-diam pernah datang lagi ke rumah Rasulullah pada tengah malam dan mendengar Rasulullah membaca Al Qur'an lagi. Umar kemudian berkata di dalam hati,

"Kalau ini bukan ucapan tukang tenung, ini pasti ucapan Muhammad, bukan Firman Tuhan."

Namun, sesegera itu juga, Rasulullah kemudian membaca Surah Al Haqqah ayat 43:

تَنْزِيلٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ

"Ia (Al Qur'an) adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan seluruh alam."

6. Surat Thahaa

Akan tetapi Umar tidak bisa melawan rasa sayang kepada adiknya maka marahnya bisa menjadi padam seperti api terguyur hujan. Ia lalu duduk dan diam dalam penyesalan maja ditatapnya wajah adiknya dalam-dalam dan disesalinya luka akibat tamparannya tadi.

"Perlihatkan lembaran-lembaran tadi yang kalian baca agar aku tahu apa yang Muhammad bawa," pinta Umar.

"Kami khawatir engkau merampas lembaran-lembaran itu." jawab Fathimah.

"Tidak perlu takut, perlihatkanlah. Aku bersumpah akan mengembalikannya" kata Umar.

Pada saat itu, timbul harapan di hati Fatimah agar kakaknya bisa memeluk Islam.

"Kakak engkau adalah penyembah berhala, karena itu engkau kotor, sesungguhnya lembaran ini tidak boleh disentuh kecuali oleh orang yang suci, maka mandilah terlebih dahulu!"

Tanpa berkata lagi, Umar kemudian berdiri lalu mandi, dan setelah itu ia jenydian kembali dan membaca lembaran-lembaran yang berisi surat Thohaa,

طه

Thaahaa.

مَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لِتَشْقَىٰ

Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah;

إِلَّا تَذْكِرَةً لِمَنْ يَخْشَىٰ

tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah),

تَنْزِيلًا مِمَّنْ خَلَقَ الْأَرْضَ وَالسَّمَاوَاتِ الْعُلَى

yaitu diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi.

الرَّحْمَٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَىٰ

(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas ´Arsy.

لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَمَا تَحْتَ الثَّرَىٰ

Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah.

وَإِنْ تَجْهَرْ بِالْقَوْلِ فَإِنَّهُ يَعْلَمُ السِّرَّ وَأَخْفَى

Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi.

اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ لَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ

Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang baik),

dst.

Umarpun kemudian terus membaca sebagian besar lembaran-lembaran tadi, lalu berhenti maka tangannya menjadi terkulai dan matanya menjadi sayu.

Setelah itu kemudian dikembalikannya lembaran-lembaran tadi ke tangan Fatimah.

Dengan rasa heran dan penuh harap, Fatimah kemudian memperhatikan wajah kakaknya, kemudian di dengarnya Umar mendesah,

"Alangkah bagus dan agung kata-kata ini."

Seolah mendadak matahari yang terang benderang muncul dari balik awan menutupinya maka Khattab bin Al Arat segera keluar dari persembunyiannya.

"Wahai Umar!" serunya meluap-luap, "aku sungguh berharap mudah-mudahan Allah mengistimewakan dirimu. Kemarin kudengar Rasulullah berdoa, "Ya Allah! kuatkanlah Islam dari dua Umar, Abu Jahal bin 'Amr bin Hisyam atau Umar bin Khattab!"

Mendengar itu, Umar pun segera bangkit dan bergegas menuju Darul Arqam untuk menemui Rasulullah , namun tangannya masih menghunus pedang dan wajahnya seperti singa padang pasir yang siap bertarung.

7. Keislaman Umar bin Khattab

Berdentum-dentum pintu Darul Arqam diketuk oleh Umar, dan sebelum membuka pintu seorang sahabat ada yang mengintip keluar dan menjadi terkejut seperti baru mengalami mimpi buruk.

"Pengetuk pintu adalah Umar bin Khattab!" desisnya panik kepada Rasulullah dan orang-orang yang ada di dalam, "Dia datang dengan pedang terhunus!"

Hamzah bin Abdul Muthalib kemudian berdiri dan berkata tenang. "Biarkan saja dia masuk, jika dia datang dengan maksud baik kita sambut dengan baik. Namun jika dia datang dengan maksud jahat, kita bunuh saja dia dengan pedangnya"

Setelah berkata begitu, tangan Hamzah bergerak meraba gagang pedangnya maka suasana bertambah semakin mencekam ketika pintu dibuka. Namun Umar tidak juga masuk, dan ia tetap berdiri dengan sikap garang di depan pintu.

Melihat itu, Rasulullah pun berdiri dan berjalan cepat menghampiri Umar maka dengan kecepatan yang bahkan tidak terduga oleh Umar sendiri, tangan Rasulullah yang mulia kemudian bergerak dan mencengkeram leher baju Umar dengan kuat.

Dengan suara tegas yang tidak bisa dibantah maka Rasulullah pun berkata,

"Wahai Umar! Dengan maksud apa engkau datang? Demi Allah, aku tidak akan melihat engkau berhenti dengan sikap dan tindakanmu terhadap kami hingga Allah menurunkan bencana untukmu"

Kerongkongan Umar tersekat karena begitu terkejut dan kesombongannya menjadi runtuh, bahkan rasa takutnya menguasai dirinya. Dengan suara lirih ia berkata "Wahai Rasulullah....... "

Semua orang di Darul Arqam kemudian tercengang, dan mereka lebih tercengang lagi setelah mendengar Umar bin Khattab, sang Singa Quraisy, melanjutkan kata-katanya,

"Aku datang kepadamu untuk beriman kepada Allah dan Utusan-Nya"

Rasulullah kemudian melepaskan cengkeramannya dan berkata penuh rasa syukur, "Subhanallah ....."

Takbir Hamzah membahana.

Pada bulan Dzulhijjah tahun keenam kenabian itu, Umar bin Khattab, Sahabat berperang dan teman minumnya, menjadi saudara seiman. Hati mereka terikat di dalam tali yang tidak bisa putus lagi sampai ke akhirat. Dengan kegembiraan yang tiada tara, Rasulullah kemudian mengusap dada Umar agar sahabat barunya itu tetap dalam keimanan.

Artikel keren lainnya:

Belum ada tanggapan untuk "Kisah Masuk Islamnya Ummar Bin Khattab"

Post a Comment