Home · Tajwid · Sharaf · Nahwu · Balaghah · Do'a · Daftar Isi

Apakah Istighatsah Diperbolehkan? | Pengertian dan Pembahasan

Apakah Istighatsah Diperbolehkan?

Ustadz : Farid Nu'man Hasan

==================

1. Makna Istighatsah

Di ambil dari kata Al Ghauts – الغوث, yang artinya pertolongan. Maka, istighatsah adalah:

 طلب الغوث والنصر

Meminta pertolongan dan bantuan (Tafsir Al Qurthubi, 5/278)

Apa bedanya dengan isti’anah (thalabul ‘aun)? Secara harfiyah sama-sama meminta pertolongan, tapi ada sedikit perbedaan.

Istightsah adalah meminta pertolongan saat susah (asy syiddah) dan sempit (adh dhiq). Sebagaimana yang dilakukan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam saat perang Badar.

Allah Ta’ala berfirman:

إِذ تَستَغِيثُونَ رَبَّكُم فَٱستَجَابَ لَكُم أَنِّي مُمِدُّكُم بِأَلفٍ مِّنَ ٱلمَلَٰٓئِكَةِ مُردِفِينَ

(Ingatlah), ketika kamu beristighatsah (memohon pertolongan) kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu, “Sungguh, Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.” (QS. Al-Anfal, Ayat 9).

Sedangkan isti’anah, adalah meminta pertolongan secara umum baik keadaan susah, payah, atau biasa saja. Allah Ta’ala berfirman:

وَٱستَعِينُواْ بِٱلصَّبرِ وَٱلصَّلَوٰةِۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى ٱلخَٰشِعِينَ

Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan (shalat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. (QS. Al-Baqarah, Ayat 45)

2. Dalil Istighatsah

Dalil istighatsah begitu banyak, di antaranya surat Al Anfal ayat 9 di atas.

Juga doa-doa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, seperti:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَرَبَهُ أَمْرٌ قَالَ: «يَا حَيُّ يَا قَيُّومُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيثُ»

Anas bin Malik berkata bawah Jika Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam sedang menghadap permasalahan besar, maka Beliau berdoa: “Ya Hayyu Ya Qayyum birahmatika astaghiits – Wahai yang Maha Menghidupkan dan Maha Mematikan, dengan rahmatMu aku minta pertolonganMu.” (HR. At Tirmidzi no. 3524, Al Hakim no. 2052. Beliau mengatakan: shahih sesuai syarat Bukhari Muslim)

Juga doa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam saat menjelang perang Badar, dengan suara keras dan mengangkat kedua tangannya

.. فَاسْتَقْبَلَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقِبْلَةَ ثُمَّ مَدَّ يَدَيْهِ فَجَعَلَ يَهْتِفُ بِرَبِّهِ اللَّهُمَّ أَنْجِزْ لِي مَا وَعَدْتَنِي اللَّهُمَّ آتِ مَا وَعَدْتَنِي اللَّهُمَّ إِنْ تُهْلِكْ هَذِهِ الْعِصَابَةَ مِنْ أَهْلِ الْإِسْلَامِ لَا تُعْبَدْ فِي الْأَرْضِ فَمَا زَالَ يَهْتِفُ بِرَبِّهِ مَادًّا يَدَيْهِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ حَتَّى سَقَطَ رِدَاؤُهُ عَنْ مَنْكِبَيْهِ

Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menghadapkan wajahnya ke arah kiblat sambil menengadahkan tangannya, beliau berteriak: “ALLAHUMMA ANJIZ LII MAA WA’ADTANI, ALLAHUMMA AATI MAA WA’ADTANI, ALLAHUMMA IN TUHLIK HAADZIHIL ‘ISHAABAH MIN AHLIL ISLAM LA TU’BAD FIL ARDHI (Ya Allah, tepatilah janji-Mu kepadaku. Ya Allah, berilah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, jika pasukan Islam yang berjumlah sedikit ini musnah, niscaya tidak ada lagi orang yang akan menyembah-Mua di muka bumi ini).’ Demikianlah, beliau senantiasa berdoa dengan suara keras kepada Rabbnya dengan mengangkat tangannya sambil menghadap ke kiblat. (HR. Muslim no. 3309).

Dalam hadits ini menunjukkan tidak masalah istighatsah dengan mengeraskan suara dan mengangkat kedua tangan.

Imam an Nawawi Rahimahullah mengatakan:

وَفِيهِ اسْتِحْبَابُ اسْتِقْبَالِ الْقِبْلَةِ في الدعاء ورفع اليدين فيه وأنة لابأس بِرَفْعِ الصَّوْتِ فِي الدُّعَاءِ

Dalam kisah ini menunjukkan hal yang disunnahkan menghadap kiblat dan mengangkat tangan saat berdoa, dan tidak apa-apa meninggikan suara dalam berdoa. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 12/84)

Al Qadhi ‘Iyadh Rahimahullah mengatakan:

وقوله: ” فما زال يهتف بربه “: أى يصيح بالدعاء والاستغاثة به

Perkataan: “beliau senantiasa berdoa dengan suara keras kepada Rabbnya” artinya dia memekikkan suara saat berdoa dan meminta pertolongan. (Ikmal al Mu’ lim, 6/94)

3. Boleh sendiri dan bersama-sama

Dalil-dalil di atas menunjukkan bahwa istighatsah bisa dilakukan sendiri-sendiri, dan juga bersama-sama.

Syaikh Ibnu ‘Asyur Rahimahullah menjelaskan surat Al Anfal ayat 9:

استغاثة النبي صلى الله عليه وسلم والمسلمينَ ربّهم على عدوهم ، حين لقائهم مع عدوهم يومَ بدر ، فكانت استجابة الله لهم بإمدادهم بالملائكة

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan kaum muslimin beristighatsah kepada Rabb mereka untuk melawan musuh-musuhnya, disaat berjumpa dengan mereka pada perang Badar maka Allah Ta’ala mengabulkan doa mereka dengan diturunkannya para malaikat yg berturut-turut. (At Tahrir wat Tanwir, 6/164)

Berjamaah dalam ketaatan itu pada dasarnya dianjurkan, apalagi jika membuahkan banyak manfaat, seperti: keterpautan hati, kuatnya ikatan, menggunakan waktu untuk sesuatu yang bermanfaat, memberi pengajaran kepada orang awam yang belum belajar dengan baik, dan mempublikasikan syi’ar agama Allah Ta’ala. Selama di dalamnya tidak tercampur oleh hal-hal yang mungkar atau melalaikan yang lebih wajib.

Demikian. Istightsah adalah meminta pertolongan kepada Allah Ta’ala dalam doa. INI SUNNAH, bukan syirik. Istighatsah yang Syirik itu jika berdoa minta pertolongan kepada orang yang sudah wafat, atau kepada arwah nenek moyang, atau meminta tolong kepada makhluk dalam hal-hal khusus bagi Allah Ta'ala - misalnya- minta ampunan, atau perlindungan dari api neraka.

Demikian. Wallahu a’lam.

Artikel keren lainnya:

Fi'il Shahih dan Fi'il Mu'tal (Pengertian dan Pembagian)

Bila dilihat dari segi komposisi hurufnya, fi’il dibagi menjadi shahih dan mu’tal.

Fi'il Shahih dan Mu'tal

A. FI’IL SHAHIH (الفعل الصحيح)

Yang dimaksud fi’il shahih adalah:

مَا كَانَتْ حُرُوْفُهُ الْأَصْلِيَّةُ خَالِيًةً مِنْ أَحْرُفِ الْعِلَّةِ

Artinya:

Fi’il shahih adalah fi’il yang huruf aslinya bukan merupakan huruf illah.

Huruf illah adalah alif, wau, dan ya’. Jadi fi’il yang huruf aslinya tidak terdapat huruf illah disebut dengan fi’il shahih. Contoh:

كَتَبَ – قَرَأَ – حَسُنَ

Fi’il shahih dibagi lagi menjadi 3 macam, yaitu fi’il mahmuz, fi’il mudha’af, dan fi’il salim.

1. Fi’il Mahmuz (الفعل الْمَهْمُوْزُ)

Yang dimaksud fi’il shahih adalah:

مَا كَانَ أَحَدُ حُرُوْفِهِ الْأَصْلِيَّةً هَمْزَةً

Fi’il mahmuz adalah fi’il yang salah satu huruf aslinya berupa hamzah.

Jadi adabila ada fi’il yang mana salah satu huruf aslinya (bukan huruf tambahan) berupa hamzah, baik pada fa’ fi’il, ain fi’il, atau lam fi’il maka disebut dengan fi’il mahmuz.

Contoh:

 : أَخَدَ – سَأَلَ – قَرَأَ

Kata (أَخَدَ) terdapat hamzah pada huruf pertamanya. Kata (سَأَلَ) huruf keduanya berupa hamzah. Adapun kata (قَرَأَ) diakhiri dengan hamzah.

Fi'il mahmuz dibagi menjadi tiga, yaitu mahmuz fa', mahmuz 'ain, dan mahmuz lam.

a. Mahmuz Fa’

Mahmuz fa’ adalah fi'il yang fa' fi'ilnya berupa huruf hamzah.

Contoh:

أَخَذَ – أَكَلَ - أمَلَ

Contoh tashrif istilahi dari fi’il mu’tal bina mahmuz fa’:

أَكَلَ – يَأْكُلُ – أَكْلًا – آكِلٌ – مَأْكُوْلٌ - كُلْ – لَا تَكُلْ – مَأْكَلٌ - مِئْكَلٌ

b. Mahmuz 'Ain

Mahmuz ain adalah fi'il yang 'ain fi'ilnya berupa hamzah.

Contoh:

سَأَلَ - بَئِسَ

Contoh tashrif istilahi dari fi’il mu’tal bina mahmuz ain:

بَئِسَ – يَبْأَسُ – بُؤْسًا – بَائِسٌ – مَبْئُوْسٌ - اِبْأَسْ – لَا تَبْأَسْ – مَبْأَسٌ

c. Mahmuz Lam

Mahmuz lam adalah fi'il yang lam fi'ilnya berupa hamzah.

Contoh:

قَرَأَ – نَشَأَ - بَرِئَ

Contoh tashrif istilahi dari fi’il mu’tal bina mahmuz lam:

نَشَأَ – يَنْشَأُ – نَشْأَةً – نَاشِئٌ – مَنْشُوْءٌ - اِنْشَأْ – لَا تَنْشَأْ – مَنْشَأٌ – مِنْشَاءٌ

2. Fi’il Mudha'af (الفعل الْمُضَاعَفُ)

Fi'il mudha'af adalah fi'il yang ‘ain fi’il dan lam fi’ilnya merupakan huruf yang sama.

Contoh:

مَدَّ (مَدَدَ)، فَرَّ (فَرَرَ)، عَضَّ (عَضِضَ)

Adapun dalam fi’il rubai’, yang termasuk mudhaaf adalah apabila huruf petama sama dengan huruf ketiga dan huruf  kedua sama dengan huruf keempat.

Contoh:

زَلْزَلَ - وَسْوَسَ

Sedangkan huruf dobel yang merupakan huruf tambahan tidak termasuk fi’il mudhaaf.

Contoh:

فَرَّحَ - تَيَسَّرَ

Contoh tashrif istilahi fi’il mudhaaf:

عَضَّ – يَعَضُّ – عَضًّا – عَاضٌّ – مَعْضُوْضٌ – عَضِّ – لَا تَعَضِّ - مَعَضٌّ

Contoh tashrif lughawi fi’il madhi mudhaaf:

مَدَّ – مَدَّا – مَدُّوْا – مَدَّتْ – مَدَّتَا – مَدَدْنَ – مَدَدْتَ – مَدَدْتُمَا – مَدَدْتُمْ – مَدَدْتِ – مَدَدْتُمَا – مَدَدْتُنَّ – مَدَدْتُ - مَدَدْنَا

3. Fi’il Salim (الفعل السلم)

مَا سَلِمَتْ حُرُوْفُهُ الْأَصْلِيَّةُ مِنَ الْهَمْزَةِ وَالتَّضْعِيْفِ

Fi’il salim adalah fi’il yang huruf asli dan tidak terdiri dari hamzah dan tadh’if (huruf dobel). Contoh:

فَتَحَ – عَلِمَ – كَبُرَ

B. FI’IL MU’TAL

Yang dimaksud dengan fi’il mu’tal adalah:

مَا كَانَ أَحَدُ أَحْرُفِهِ الْأَصْلِيَّةِ أَحَدَ حَرْفِ عِلَّةٍ

Fi’il mu’tal adalah fi’il yang salah satu dari huruf aslinya adalah huruf ‘illah.

Yang dimaksud dengan huruf illat adalah alif (ا), wau (و), dan ya’ (ي). Perlu diketahui bahwa alif pada huruf asli fi’il merupakan pengganti dari wau atau ya’. Apabila fi’il yang pada huruf aslinya terdapat satu atau dua dari huruf illat tersebut maka termasuk fi’il mu’tal. Dapat kita fahami juga bahwa tidak ada fi’il yang terdapat tiga huruf illat atau lebih.

Contoh fi’il mu’tal:

وَجَدَ – قَالَ – رَمَى

Fi’il mu’tal dibagi menjadi tiga jenis, yaitu Mitsal, Ajwaf, dan Naqish.

1. Mitsal (المثال)

Yang dimaksud fai’il mu’tal bina mitsal adalah:

مَا كَانَ أَوَّلُ حُرُوْفِهِ الْأَصْلِيَّةِ حَرْفَ عِلَّةٍ

Fi’il mu’tal mitsal adalah fi’il yang huruf pertamanya merupakan huruf ‘illah.

Artinya apabila huruf yang sepadan dengan “fa fi’il” berupa huruf illah maka disebut dengan fi’il mu’tal mitsal.

Contoh:

 وَجَدَ – يَسَرَ - وَجِلَ

Contoh tashrif istilahi dari fi’il mu’tal bina mitsal:

وَصَلَ – يَصِلُ – وُصُوْلًا – وَاصِلٌ – مَوْصُوْلٌ - صِلْ – لَا تَصِلْ – مَوْصِلٌ - مِيْصَلٌ

2. Ajwaf (الأجوف)

Yang dimaksud fai’il mu’tal bina ajwaf adalah:

وَهُوَ مَا كَانَ ثَانِيُ حُرُوْفِهِ الْأَصْلِيَّةِ حَرْفَ عِلَّةٍ

Fi’il mu’tal ajwaf adalah fi’il yang huruf keduanya berupa huruf ‘illah.

Contoh:

قَامَ – طَابَ - سَارَ

Contoh tashrif istilahi dari fi’il mu’tal bina ajwaf:

سَارَ – يَيْسِيْرُ – سَيْرًا – سَائِرٌ – مَسِيْرٌ - سِرْ – لَا تَسِرْ – مَسِيْرٌ - مِسْيَرٌ

3. Naqish (الناقص)

Yang dimaksud fai’il mu’tal bina naqish adalah:

وَهُوَ مَا كَانَ آخِرُ حُرُوْفِهِ الْأَصْلِيَّةِ حَرْفَ عِلَّةٍ

Fi’il mu’tal naqish adalah fi’il yang huruf terakhirnya berupa huruf ‘illah.

Contoh:

رَمَي – لَقَي - غَزَا

Contoh tashrif istilahi dari fi’il mu’tal bina naqish:

سَرَي – يَسْرِيْ – سِرَايَة – سَارٍ – مَسْرِيٌّ - اِسْرِ – لَا تَسْرِ – مَسْرًى - مِسْرًى

4. Lafif (اللفيف)

Yang dimaksud fai’il mu’tal bina lafif adalah:

مَا كَانَ فِيْهِ حَرْفَانِ مِنْ أَحْرُفِ الْعِلَّةِ أَصْلِيَانِ

Fi’il mu’tal lafif adalah fi’il yang di dalamnya terdapat dua huruf ‘illah asli (bukan huruf tambahan).

Fi’il mu’tal lafif dibagi menjadi dua jenis:

a. Lafif Maqrun (اللفيف المقرون)

مَا كَانَ حَرْفَا الْعِلَّةِ فِيْهِ مُجْتَمَعَيْنِ

Lafif maqrun adalah fi’il yang terdapat dua huruf ‘illah secara berdampingan (‘ain fi’il dan lam fi’il).

Contoh:

 طَوَى – شَوَى - رَوِيَ

Contoh tashrif istilahi dari fi’il mu’tal bina lafif maqrun:

شَوَى – يَشْوِى - شَيًّا – شَاوٍ – مَشْوِيٌّ – اِشْوِ – لَا تَشْوِ - مَشْوًى - مِشْوًى

b. Lafif Mafruq (اللفيف المفروق)

مَا كَانَ حَرْفَا الْعِلَّةِ فِيْهِ مُفْتَرِيْقَيْنِ

Lafif mafruq adalah fi’il yang terdapa dua huruf ‘illah secara terpisah (fa’ fi’il dan lam fi’il).
Contoh:

 وَفَى – وَقَى – وَجِيَ

Contoh tashrif istilahi dari fi’il mu’tal bina lafif maqrun:

وَقَى – يَقِي - وِقَايَةً – وَاقٍ – مَوْقِيٌّ – قِ – لَا تَقِ - مَوْقًى - مِيْقًى

Selamat belajar!!!!!!!!!!!!!!!!

Referensi:

Mulakhash Qawaidul Lughah Al-Arabiyyah

Jami'uddurus Al-Arabiyyah

ولله أعلم بالصواب

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم

سبحانك اللهم وبحمدك، أشهد أن لا إله إلا أنت، أستغفرك وأتوب إليك

Artikel keren lainnya:

Nawasikh (Amil yang Masuk ke Mubtada dan Khabar) | Nahwu

Nahwu: Amil Nawasikh (Pengertian, Pembagian, dan Contoh)

Nawasikh adalah amil yang masuk ke mubtada dan khabar serta mengubah keadaan ‘irabnya. Nawasikh ada 3 macam, yaitu:

1. kana (كَانَ) dan saudaranya,

2. inna (إِنَّ) dan saudaranya,

3. zhonna (ظَنَّ) dan saudaranya.

Amil Nawasikh

Berikut penjelasan dari ketiga amil tersebut:

1. Kana (كَانَ) dan Saudaranya

Kana (كَانَ) dan saudara-saudaranya adalah amil yang masuk ke mubtada’ dan khabarrnya serta beramal merafa’kan mubtada’ dan menashabkan khabar. Mubtada’ yang telah dimasuki kana dan saudaranya disebut dengan isim kana dan khabarnya menjadi khabar kana.

Contoh:

كَانَ أَحْمَدُ مُدَرِّسًا

Artinya:

Ahmad adalah seorang guru.

Adakalanya kana ini tidak diterjemahkan secara tersurat. Artinya terjemahan mubtda’ khabar yang ada kana atau yang tidak ada kana sama saja.

Saudara-saudara Kana

Amil kana dan kawan-kawannya merupakan fi’il. Akan tetapi, ada yang mutsharrif dan ada pula yang jamid.

Saudara-saudara Kana adalah:

1. (أَصْبَحَ)

Artinya menjadi atau pada pagi hari. Contoh:

أَصْبَحَتِ الشَّجَرَةُ مُثْمِرَةً

2. (أَضْحَى)

Artinya menjadi atau pada waktu dhuha. Contoh:

أَضْحَى المُهَنْدِسُونَ مُهْتَمِّينَ بِعَمَلِهِمْ

3. (ظَلَّ)

Artinya menjadi atau pada siang hari. Contoh:

ظَلَّ العَامِلُ مُكِبًّا عَلَى عَمَلهِ

4. (أَمْسَى)

Artinya menjadi atau pada waktu sore. Contoh:

أَمسَتِ السَّمَاءُ مُمْتِرَةً

5. (بَاتَ)

Artinya menjadi atau pada malam hari. Contoh:

بَاتَ النَّجْمُ لامِعًا

6. (صارَ)

Artinya menjadi dan menunjukkan perubahan. Contoh:

صارَ القُطْنُ نَسِيْجًا

7. (لَيسَ)

Artinya bukan atau tidak. Contoh:

لَيسَ النَّجَاحُ سَهْلًا

8. (مَا زَالَ)

Artinya masih. Contoh:

مَا زَالَ الطِّفْلُ نَائِمًا

9. (مَا بَرِحَ)

Artinya masih. Contoh:

مَا بَرِحَ الطِّفْلُ نَائِمًا

10. (مَا انْفَكَّ)

Artinya masih. Contoh:

مَا انْفَكَّ الطِّفْلُ نَائِمًا

11. (مَا فَتِئَ)

Artinya masih. Contoh:

مَا فَتِئَ الطِّفْلُ نَائِمًا

11. (مَا دامَ)

Artinya selama dan harus diawali dengan jumlah. Contoh:

لَنْ يَنتَصِرَ العَدُوُّ مَا دامَ التَّعَاوُنُ قَائِمًا

2. Inna (إِنَّ) dan Saudaranya

Inna (إِنَّ) dan saudaranya atau huruf nasikhah adalah amil yang masuk ke mubtada’ khabar dan beramal menashabkan mubtada’ dan merafa’kan khabar. Kemudian mubtada’ disebut dengan isim inna dan khabar menjadi khabar inna. Disebut huruf nasikhah karena inna dan teman-temannya mengubah keadaan mubtada’ khabar.

Contoh:

إِنَّ الْكِتَابَ جَدِيْدٌ

Asalnya:

الْكِتَابُ جَدِيْدٌ

Pada contoh di atas kata (الْكِتَابَ) dibaca nashab dengan ditandai fathah diujungnya. Kedudukannya sebagai isim inna. Apabila tidak dimasuki inna maka irabnya rafa’ dan berkedudukan sebagai mubtada’. Adapun kata (جَدِيْدٌ) berkedudukan sebagai khabar inna dan berirab rafa’.

Saudara Inna (إِنَّ)

1. Inna (إِنَّ)

Kata (إِنَّ) memiliki makna (تَوْكِيْد) yaitu menguatkan dan diterjemahkan sesungguhnya. Contoh:

إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا

2. Anna (أَنَّ)

Kata (أَنَّ) memiliki makna (تَوْكِيْد) yaitu menguatkan dan diterjemahkan sesungguhnya. Anna harus berada setelah kalam. Contoh:

 أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ

3. Kaanna (كَأَنَّ)

Kata (كَأَنَّ) memiliki makna (تَشْبِيْه) yaitu menyerupakan atau menyangkakan dan diterjemahkan seakan-akan atau seperti jika khabarnya isim jamid serta diterjemahkan seakan-akan jika khabarnya isim musytaq. Contoh:

كَأَنَّ أَحْمَدَ أَسَدٌ

كَأَنَّ أَحْمَدَ مُهَنْدِسٌ

4. Lakinna (لَكِنَّ)

Kata (لَكِنَّ) memiliki makna (إِسْتِدْرَاك) yaitu menetapkan setelahnya dan menganulir pernyataan sebelumnya. Artinya sebelum lakinna harus ada kalam terlebih dahulu. Lakinna diterjemahkan tetapi. Contoh:

عِرْفَانُ قَوِيٌّ وَلَكِنَّ أَحْمَدَ أَقْوَى مِنْهُ

5. Laalla (لَعَلَّ)

Kata (لَعَلَّ) memiliki makna (تَرَجِي) yaitu mengharap sesuatu yang dekat atau mudah didapatkan dan diterjemahkan semoga atau mudah-mudahan. Contoh:

لَعَلَّ النَّصْرَ قَرِيْبٌ

6. Laita (لَيْتَ)

Kata (لَيْتَ) memiliki makna (تَمَـــنِّى) yaitu mengharapkan sesuatu yang berat untuk dicapai bahkan tidak mungkin tercapai. Biasanya diterjemahkan ingin sekali atau andai. Contoh:

لَيْتَ الْإِمْتِحَانَ سَهْلٌ

7. La nafi (لَا)

Kata (لَا) memiliki makna (نَفِي)  yakni meniadakan dan diterjemahkan tidak atau tidak ada. Contoh:

لَا رَجُلَ فِي الْبَيْتِ

3. Zhonna (ظَنَّ) dan Saudaranya

Fi’il zhonna dan saudaranya apabila masuk ke mubtada dan khabar akan beramal menashabkan keduanya karena berposisi sebagai maf’ul. Artinya mubtada menjadi maf’ul pertama dan khabar menjadi maf’ul kedua.

Contoh:

Asalnya:

زَيْدٌ طَالِبٌ

Artinya: Zaid seorang murid.

Kemudian dimasuki fi’il zhonna, sehingga menjadi:

 ظَنَنْتُ زَيْدًا طَالِبًا

Artinya: Saya menyangka Zaid seorang murid.

Kata (زَيْدًا) dan (طَالِبًا) beruabah ‘irabnya menjadi nashab setelah didahului oleh fi’i zhonna.

Perlu diingat bahwa zhonna itu termasuk fi’il. Oleh karena itu harus ada fa’il yang mendampinginya, baik berupa fa’il zhahir atau fa’il dhamir.

Mubtada’ dan khabar yang berubah menjadi ‘irab nashab tentunya harus berupa mufrad. Apabila mubtada’ dan khabarnya berupa isim mabni atau berupa jumlah atau syibhul jumlah, maka tidak ada perubahan tetapi ‘irabnya menduduki tempat manshub. Contoh:

ظَنَّ أَحْمَدُ خَالِدًا يَنَامُ فِي الْغُرْفَةِ

Zhonna dan Saudaranya

Adapun yang dimaksud dengan zhonna dan saudaranya fi’il yang menashabkan mubtada’ dan kahabrnya karena keduanya dianggap sebagai maf’ul. Fi’il zhonna dan saudaranya dikelompokkan menjadi 4 macam:

a. Berfaedah menunjukkan makna prasangka, yaitu (ظَنَّ), (حَسِبَ), (خَالَ), dan (زَعَمَ).

b. Berfaedah menunjukkan makna yakin, yaitu (رَأَى), (عَلِمَ), dan (وَجَدَ).

c. Berfaedah menunjukkan makna perubahan atau pergantian, yaitu (اتَّخَذَ) dan (جَعَلَ).

d. Berfaedah menunjukkan makna penglihatan, yaitu (سَمِعَ).

Berikut penjelasannya:

1. (ظَنَّ)

Artinya menyangka atau menduga. Contoh:

ظَنَنْتُ زَيْدًا فِي الْبَيْتِ

2. (حَسِبَ)

Artinya menyangka atau menduga. Contoh:

حَسِبْتُ الْمَالَ نَافِعًا

3. (خَالَ)

Artinya membayangkan atau mengira. Contoh:

خِلْتُ الشَّجَرَةَ مُثْمِرَةً

4. (زَعَمَ)

Artinya menganggap atau mengklem. Contoh:

زَعَمْتُ خَالِدًا شُجَاعًا

5. (رَأَى)

Artinya meyakini. Contoh:

رَأَيْتُ الْعِلْمَ نَافِعًا

Apabila artinya “melihat” maka tidak termasuk saudara zhonna dan hanya perlu satu maf’ul saja.

6. (عَلِمَ)

Artinya mengetahui. Contoh:

عَلِمْتُ الْخِيَانَةَ عَارًا

7. (وَجَدَ)

Artinya mendapati atau menemukan. Contoh:

وَجَدْتُ زَيْدًا بَاكِيًا

8. (اتَّخَذَ)

Artinya mengambil atau menjadikan. Contoh:

اتَّخَذَ أَحْمَدَ الْكِتَابَ جَلِيْسًا

9. (جَعَلَ)

Artinya menjadikan atau membuat. Contoh:

جَعَلَ أَحْمَدُ الطِّيْنَ جَرَّةً

“Ahmad membuat tanah menjadi guci”

10. (سَمِعَ)

سَمِعْتُ خَلِيْلًا مَرِيْضًا

*************

ولله أعلم بالصواب

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم

سبحانك اللهم وبحمدك، أشهد أن لا إله إلا أنت، أستغفرك وأتوب إليك

Artikel keren lainnya: