Apakah Istighatsah Diperbolehkan?
Ustadz : Farid Nu'man Hasan
==================
1. Makna Istighatsah
Di ambil dari kata Al Ghauts – الغوث,
yang artinya pertolongan. Maka, istighatsah adalah:
طلب
الغوث والنصر
Meminta pertolongan dan bantuan (Tafsir Al Qurthubi, 5/278)
Apa bedanya dengan isti’anah (thalabul ‘aun)? Secara harfiyah sama-sama
meminta pertolongan, tapi ada sedikit perbedaan.
Istightsah adalah meminta pertolongan saat susah (asy syiddah) dan
sempit (adh dhiq). Sebagaimana yang dilakukan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam saat perang Badar.
Allah Ta’ala berfirman:
إِذ
تَستَغِيثُونَ
رَبَّكُم
فَٱستَجَابَ
لَكُم أَنِّي
مُمِدُّكُم
بِأَلفٍ
مِّنَ
ٱلمَلَٰٓئِكَةِ
مُردِفِينَ
(Ingatlah), ketika kamu beristighatsah (memohon pertolongan) kepada
Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu, “Sungguh, Aku akan mendatangkan bala
bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.” (QS.
Al-Anfal, Ayat 9).
Sedangkan isti’anah, adalah meminta pertolongan secara umum baik
keadaan susah, payah, atau biasa saja. Allah Ta’ala berfirman:
وَٱستَعِينُواْ
بِٱلصَّبرِ
وَٱلصَّلَوٰةِۚ
وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى ٱلخَٰشِعِينَ
Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan (shalat)
itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. (QS. Al-Baqarah, Ayat
45)
2. Dalil Istighatsah
Dalil istighatsah begitu banyak, di antaranya surat Al Anfal ayat 9 di
atas.
Juga doa-doa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, seperti:
عَنْ
أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِذَا كَرَبَهُ أَمْرٌ قَالَ: «يَا حَيُّ يَا قَيُّومُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيثُ»
Anas bin Malik berkata bawah Jika Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
sedang menghadap permasalahan besar, maka Beliau berdoa: “Ya Hayyu Ya Qayyum
birahmatika astaghiits – Wahai yang Maha Menghidupkan dan Maha Mematikan,
dengan rahmatMu aku minta pertolonganMu.” (HR. At Tirmidzi no. 3524, Al Hakim
no. 2052. Beliau mengatakan: shahih sesuai syarat Bukhari Muslim)
Juga doa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam saat menjelang perang
Badar, dengan suara keras dan mengangkat kedua tangannya
.. فَاسْتَقْبَلَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقِبْلَةَ ثُمَّ مَدَّ يَدَيْهِ فَجَعَلَ يَهْتِفُ
بِرَبِّهِ اللَّهُمَّ أَنْجِزْ لِي مَا وَعَدْتَنِي اللَّهُمَّ آتِ مَا
وَعَدْتَنِي اللَّهُمَّ إِنْ تُهْلِكْ هَذِهِ الْعِصَابَةَ مِنْ أَهْلِ الْإِسْلَامِ
لَا تُعْبَدْ فِي الْأَرْضِ فَمَا زَالَ يَهْتِفُ بِرَبِّهِ مَادًّا يَدَيْهِ
مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ حَتَّى سَقَطَ رِدَاؤُهُ عَنْ مَنْكِبَيْهِ…
Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menghadapkan wajahnya ke
arah kiblat sambil menengadahkan tangannya, beliau berteriak: “ALLAHUMMA ANJIZ
LII MAA WA’ADTANI, ALLAHUMMA AATI MAA WA’ADTANI, ALLAHUMMA IN TUHLIK HAADZIHIL
‘ISHAABAH MIN AHLIL ISLAM LA TU’BAD FIL ARDHI (Ya Allah, tepatilah janji-Mu
kepadaku. Ya Allah, berilah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah,
jika pasukan Islam yang berjumlah sedikit ini musnah, niscaya tidak ada lagi
orang yang akan menyembah-Mua di muka bumi ini).’ Demikianlah, beliau
senantiasa berdoa dengan suara keras kepada Rabbnya dengan mengangkat tangannya
sambil menghadap ke kiblat. (HR. Muslim no. 3309).
Dalam hadits ini menunjukkan tidak masalah istighatsah dengan
mengeraskan suara dan mengangkat kedua tangan.
Imam an Nawawi Rahimahullah mengatakan:
وَفِيهِ
اسْتِحْبَابُ اسْتِقْبَالِ الْقِبْلَةِ في الدعاء ورفع اليدين فيه وأنة لابأس
بِرَفْعِ الصَّوْتِ فِي الدُّعَاءِ
Dalam kisah ini menunjukkan hal yang disunnahkan menghadap kiblat dan
mengangkat tangan saat berdoa, dan tidak apa-apa meninggikan suara dalam
berdoa. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 12/84)
Al Qadhi ‘Iyadh Rahimahullah mengatakan:
وقوله:
” فما زال يهتف بربه “: أى يصيح بالدعاء والاستغاثة به
Perkataan: “beliau senantiasa berdoa dengan suara keras kepada Rabbnya”
artinya dia memekikkan suara saat berdoa dan meminta pertolongan. (Ikmal al Mu’
lim, 6/94)
3. Boleh sendiri dan bersama-sama
Dalil-dalil di atas menunjukkan bahwa istighatsah bisa dilakukan
sendiri-sendiri, dan juga bersama-sama.
Syaikh Ibnu ‘Asyur Rahimahullah menjelaskan surat Al Anfal ayat 9:
استغاثة
النبي صلى الله عليه وسلم والمسلمينَ ربّهم على عدوهم ، حين لقائهم مع عدوهم يومَ
بدر ، فكانت استجابة الله لهم بإمدادهم بالملائكة
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan kaum muslimin beristighatsah
kepada Rabb mereka untuk melawan musuh-musuhnya, disaat berjumpa dengan mereka
pada perang Badar maka Allah Ta’ala mengabulkan doa mereka dengan diturunkannya
para malaikat yg berturut-turut. (At Tahrir wat Tanwir, 6/164)
Berjamaah dalam ketaatan itu pada dasarnya dianjurkan, apalagi jika
membuahkan banyak manfaat, seperti: keterpautan hati, kuatnya ikatan,
menggunakan waktu untuk sesuatu yang bermanfaat, memberi pengajaran kepada
orang awam yang belum belajar dengan baik, dan mempublikasikan syi’ar agama
Allah Ta’ala. Selama di dalamnya tidak tercampur oleh hal-hal yang mungkar atau
melalaikan yang lebih wajib.
Demikian. Istightsah adalah meminta pertolongan kepada Allah Ta’ala
dalam doa. INI SUNNAH, bukan syirik. Istighatsah yang Syirik itu jika berdoa
minta pertolongan kepada orang yang sudah wafat, atau kepada arwah nenek
moyang, atau meminta tolong kepada makhluk dalam hal-hal khusus bagi Allah
Ta'ala - misalnya- minta ampunan, atau perlindungan dari api neraka.
Demikian. Wallahu a’lam.