Home · Tajwid · Sharaf · Nahwu · Balaghah · Do'a · Daftar Isi

Ilmu Bayan (Pengertian dan Pembagian) | Pengantar Balaghah

A. Pengertian  Ilmu Bayan

Definisi ilmu bayan bisa ditinjau dari segi bahasa dan segi istilah.

1. Etimologi

Secara etimologi, kata al-Bayan (البيان) semakna dengan azh-zhuhūr (الظهور), al-kasyf (الكشف) dan al-idhah (الإيضاح) yang berarti menjelaskan atau menerangkan. Sebagaimana disebutkan pada beberapa surat dalam al-Qur’an. Di antaranya adalah firman Allah swt.:

كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آَيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ

Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia supaya mereka bertakwa. (QS. al-Baqarah [2]: 187)

 يُرِيدُ اللَّهُ لِيُبَيِّنَ لَكُمْ

“Allah hendak menerangkan (hukum syariat-Nya) kepada kalian….” (QS. an-Nisā’ [4]: 26).

الرَّحْمَنُ (1) عَلَّمَ الْقُرْآَنَ (2) خَلَقَ الْإِنْسَانَ (3) عَلَّمَهُ الْبَيَانَ (4)

“Ar-Rahmān, Yang mengajarkan al-Qur’an, Menciptakan manusia dan mengajarkannya al-Bayan.” (QS. ar-Rahmān [55]: 1-4).

Al-Bayan disebutkan juga dalam Hadis pada beberapa tempat, di antaranya:

Pertama, Sabda Rasulullah saw:

إِنَّ مِنَ البَيَانِ لَسِحْرًا

“Sesungguhnya sebagian dari al-Bayan itu membuat orang tersihir (terkesima/terhipnotis) dengan kata-kata.”

Dalam konteks ini al-Bayan berarti menyampaikan maksud dan tujuan dengan menggunakan lafaz yang paling indah. Itu semua tentu melalui pemahaman dan kecerdasan hati (spiritual).

Kedua, Sabda Rasulullah saw.:

البِذَاءُ وَالبَيَانُ شُعْبَتَانِ مِنَ النِّفَاقِ

“Berkata yang kotor/jorok dan al-Bayan adalah cabang dari sifat kemunafikan.”

Dalam konteks ini al-Bayan berarti bertindak berlebihan atau over acting dalam berbicara. Biasanya itu muncul disebabkan perasaan ‘ujub (tindakan agar dikagumi oleh orang yang melihatnya dan itu merupakan penyakit hati).

Pada kedua Hadis tersebut di atas, al-Bayan menunjukkan arti menjelaskan dan menerangkan (al-kasyfu wa al-īdhāh).

2. Terminologi

Menurut terminologi, ilmu bayan adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari cara mengungkapkan bahasa dengan susunan kalimat yang beragam, di mana yang sebagian lebih jelas penunjukan maknanya atau lebih berkesan dari yang lain. Jadi ilmu bayan adalah uslub mengungkapkan suatu maksud dengan redaksi yang berbeda-beda. Ilmu bayan juga berkaitan dengan keindahan berbahasa yang pengungkapannya menggunakan kata-kata indah dan mampu meninggalkan kesan yang mendalam di hati pendengar atau pembaca.

Sekarang perhatikan 3 ungkapan berikut yang menunjukkan seseorang yang mempunyai sifat dermawan!

هُوَ كالبَحْر فِي الكَرَمِ

Dia seperti lautan dalam kemurahannya

رَأَيْتُ بَحْرًا فِيْ مَنْزِلِنَا

Saya melihat lautan di rumah kami

هُوَ كَثِيرُ الرَّمَادِ

Dia banyak abunya

Pola kalimat pertama menggunakan uslūb at-tasybīh, yang kedua menggunakan uslūb al-majāz; dan ketiga menggunakan uslūb al-kināyah. Pada kalimat pertama, pembicara atau penulis menyerupakan seseorang dengan lautan dalam kemurahannya. Pada kalimat kedua, pembicara atau penulis melihat lautan yang merupakan kata al-majāz (Isti‘ārah) dari orang yang memiliki sifat pemurah. Pada kalimat ketiga, pembicara atau penulis menyatakan seseorang banyak abunya yang merupakan kinayah dari sifat pemurah.  Seseorang memiliki banyak abu di dapur karena banyak kayu bakar. Seseorang memiliki banyak kayu bakar karena keseringan atau banyak yang dimasak. Seseorang yang banyak atau sering masak karena banyaknya atau seringnya tamu yang bertandang (datang) ke rumahnya. Orang yang seperti itu pasti memiliki sifat pemurah.

B. Topik Bahasan Ilmu Bayan

Ada 3 bahasan pokok dalam ilmu bayan, yaitu: At-Tasybīh (التشبيه), Al-Majaz (المجاز), dan Al-Kinayah (الكناية).

Ilmu Bayan

1. Tasybih

Tasybih adalah menjelaskan bahwa suatu perkara bersekutu dengan yang lainnya dalam satu sifat atau lebih dengan menggunakan perantara yaitu kaf (ك) dan sejenisnya baik secara tersurat maupun tersirat. Contoh:

خَالِدٌ كَالْأَسَدِ فِي الشَّجَاعَةِ

Artinya: "Khalid seperti singa dalam keberanian”.

الْعِلْمُ كَالنُّوْرِ فِي الْهِدَايَةِ

Artinya: “Ilmu itu seperti cahaya dalam hal memberi petunjuk.”

Dari contoh yang pertama didapati bahwa khalid diserupakan dengan singa karena keduanya mempunyai sifat yang sama yaitu sama-sama berani. Disyaratkan pula bahwa musyabbah bih itu lebih kuat daripada musyabbah.

Dalam susunan uslub tasybih, terdapat 4 rukun tasybih, yaitu:

a. Musyabbah (المـُشَبَّهُ) yaitu sesuatu yang diserupakan

b. Musyabbah bih (المـُشَبَّهُ بهِ) yaitu sesuatu yang diserupakan dengan

c. Adat tasybih (أَداةُ التَّشْبيهِ) alat atau perantara tasybih

d. Wajah syabah (وَجْهُ الشَّبَهِ) sifat yang menjadi letak kesamaan.

Rukun tasybih yang pertama dan kedua disebut denga tharaf (طَرَف) dan wajib dimunculkan dalam tasybih. Sedangkan rukun ketiga dan keempat boleh dimunculkan atau dihilangkan.

Mari kita telaah kembali contoh tasybih yang kedua:

الْعِلْمُ كَالنُّوْرِ فِي الْهِدَايَةِ

Dari contoh tersebut kata yang menjadi musyabbah adalah kata (الْعِلْمُ), musyabbah bih adalah kata (النُّوْرِ), adat tasybihnya kata (ك), dan wajah syabahnya adalah kata (الْهِدَايَةِ).

Karena adat dan wajah boleh tidak disebutkan, maka susunan berikut juga termasuk tasybih:

الْعِلْمُ نُوْرٌ

2. Majaz

Majaz adalah kata yang digunakan bukan pada makna aslinya karena adanya hubungan (alaqah) dan alasan yang menghalangi untuk difahami dengan makna aslinya atau makna kamus. Dalam ilmu bayan, majaz dibagi menjadi dua, yaitu majaz aqli dan majaz lughawi.

a. Majaz Aqli

Majaz aqli adalah menyandarkan perbuatan (aktivitas) kepada suatu atau benda yang bukan aslinya karena adanya ‘alaqah ghair al-musyabahah (hubungan tidak adanya unsur kesamaan antara makna asli dan makna yang mengalami perubahan) dan qarinah (susunan kalimat) yang mencegah terjadinya penyandaran makna ke lafaz tersebut. Dinamakan aqli, karena majaz jenis ini bisa diketahui penunjukan maknanya  dengan menggunakan akal.

Contoh:

وَقَالَ فِرْعَوْنُ يَا هَامَانُ ابْنِ لِي صَرْحًا لَعَلِّي أَبْلُغُ الْأَسْبَابَ (36) أَسْبَابَ السَّمَاوَاتِ فَأَطَّلِعَ إِلَى إِلَهِ مُوسَى وَإِنِّي لَأَظُنُّهُ كَاذِبًا وَكَذَلِكَ زُيِّنَ لِفِرْعَوْنَ سُوءُ عَمَلِهِ وَصُدَّ عَنِ السَّبِيلِ وَمَا كَيْدُ فِرْعَوْنَ إِلَّا فِي تَبَابٍ (37)

Artinya: “Dan berkatalah Fir'aun: "Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi supaya Aku sampai ke pintu-pintu, (yaitu) pintu-pintu langit, supaya Aku dapat melihat Tuhan Musa dan sesungguhnya Aku memandangnya seorang pendusta". Demikianlah dijadikan Fir'aun memandang baik perbuatan yang buruk itu, dan dia dihalangi dari jalan (yang benar); dan tipu daya Fir'aun itu tidak lain hanyalah membawa kerugian.” (QS. Ghafir [40]: 36-37).

Pada ayat ini disebutkan bahwa perbuatan (aktivitas) membangun gedung yang menjulang disandarkan kepada seorang bernama Haman padahal ia bukan pelaku sebenarnya. Yang membangun itu adalah para pekerja, tetapi Haman bertindak sebagai pengawas proses pembangunan itu.

b. Majaz Lughawi

Majaz lughawi adalah kata yang tidak difahami dengan makna aslinya karena ada alaqah dan qarinah yang mencegah makna asli. Dalam majaz lughawi, suatu makna difahami dengan makna lain karena unsur kebahasaan. Majaz lughawi terbagi lagi menjadi istiarah dan majaz mursal.

● Istiarah

Istiarah adalah kata yang tidak difahami dengan makna aslinya dan mulanya uslub tasybih yang dibuang salah satu tharafnya. Maka alaqah atau hubungan makna asli dan makna yang dimaksud dalam istiarah adalah musyabahah.

Contoh:

رَأَيْتُ بَحْرًا فِي السُّوْقِ

Artinya: saya melihat “laut” itu di pasar.

Kata (بَحْرًا) pada contoh di atas tidak dimaknai sebagai hakikat melainkan merujuk pada seseorang yang pemurah.

● Majaz Mursal

Majaz mursal adalah suatu lafaz yang dipergunakan bukan pada makna aslinya karena adanya alaqah ghair musyabahah (hubungan bukan perumpamaan) disertai qarinah (alasan/bukti) yang mencegahnya dari makna asli. Majaz mursal berbeda dengan kinayah karena pada kalimat yang berbentuk kinayah tidak harus ada qarinah yang mencegah suatu lafaz dari makna aslinya. Dinamakan “mursal” karena ia tidak dibatasi oleh pemaknaan tertentu.

Contoh:

إِنَّ الْأَبْرَارَ لَفِي نَعِيمٍ

Artinya:“Sesungghnya orang-orang yang berbakti itu benar-benar berada dalam kenikmatan.” (QS. Al-Muthaffifin: 22)

Yang dimaksud dengan kenikmatan pada ayat tersebut adalah tempatnya kenikmatan yaitu surga.

3. Kinayah

Kinayah adalah lafadz yang disampaikan dan yang dimaksud adalah kelaziman maknanya, disamping boleh juga yang dimaksud pada makna yang sebenarnya. Simpelnya kinayah adalah idiom.

Contoh:

عَلِيٌّ كَثِيْرُ الرَّمَادِ

Artinya: Ali mempunyai banyak abu.

Maksud dari ungkapan di atas adalah bahwa Ali adalah orang yang dermawan. Orang Arab melazimkan bahwa yang dermawan pasti suka menjamu orang dan tentunya sering masak di rumah. Dahulu kala orang masak menggunakan kayu bakar sehingga menghasilkan hasil abu yang banyak.

وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ

Artinya: Dan (begitu pula) istrinya (istri Abu Lahab), pembawa kayu bakar.

Pembawa kayu bakar diartikan penyebar fitnah. Istri Abu Lahab disebut pembawa kayu bakar karena dia selalu menyebar-nyebarkan fitnah untuk memburuk-burukkan nabi Muhammad saw. dan kaum Muslim.

Artikel keren lainnya:

1 Tanggapan untuk "Ilmu Bayan (Pengertian dan Pembagian) | Pengantar Balaghah"