Home · Tajwid · Sharaf · Nahwu · Balaghah · Do'a · Daftar Isi

Faedah dan Urgensi Taukid dalam Al-Qur'an

A. Faedah Taukid dalam Al-Qur’an
Dalam kajian balaghah, taukid digunakan apabila audiens dalam keadaan ragu atau ingkar. Kalamnya disebut khabat thalabi dan khabar inkari.
1. Khabar Thalabi
Khabar thalabi adalah apabila mukhathab ragu-ragu atau bingung mengenai kebenaran suatu berita dan diharapkan mukhathab menjadi yakin akan kebenaran berita tersebut. Berita yang disampaikan lebih baik menggunakan taukid. Contoh:
إِنَّ أَبَاكَ مَرِيْضٌ
Artinya: sesungguhnya ayahmu sakit.
2. Khabar Inkari
Khabar inkari adalah apabila mukhathab mengingkari kebenaran suatu pernyataan yang disampaikan. Dalam khabar inkari harus menggunakan taukid lebih dari satu terganting tingkat keingkaran mukhathab. Contoh:
إِنَّ أَبَاكَ لَمَرِيْضٌ
وَاللهِ إِنَّ أَبَاكَ لَمَرِيْضٌ
Artinya: sesungguhnya ayahmu sakit | Demi Allah, sesungguhnya ayahmu sakit.
Catatan: Meskipun dalam bahasa Arab menggunakan taukid lebih dari satu tapi dalam bahasa Indonesia diterjemahkan hanya satu saja. Bila menggunakan banyak “sesungguhnya” dalam bahasa Indonesia termasuk pemborosan kata.
Adapun faidah adanya uslub taukid dalam Al-Qur'an adalah sebagai berikut:
1.  Penegasan atau penguatan.
Nilai penekanan yang dikandung pola takrir setingkat lebih kuat dibanding ta’kid karena takrir mengulang kata yang sama maka makna yang dimaksud akan lebih jelas. Berbeda dengan taukid yang lebih menggunakan huruf atau perngkat yang menegaskan makna yang terkandung, seperti contoh Q.S al-Imron: 42, sebagai berikut:
 وَإِذْ قَالَتِ الْمَلاَئِكَةُ يَا مَرْيَمُ إِنَّ اللّهَ اصْطَفَاكِ وَطَهَّرَكِ وَاصْطَفَاكِ عَلَى نِسَاء الْعَالَمِينَ
Artinya: dan ingatlah ketika malaikat jibril berkata “  hai maryam sesungguhnya Allah telah memilih kamu, mensucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita didunia yang semasa dengan kamu.
Kedua lafad yang tercetak tebal sama menggunakan lafald isthofaki diualang dua kali dengan tujuan agar keistimewwaan yang ada pada Maryam semakin jelas dan sebagai bukti atas kesucin yang dia miliki.
2. Memperjelas dan memperkuat sebuah peringatan.
Hal ini mengimplikasikan kata-kata tersebut dapat dipahami dan diterima. Misalnya lafad ya qoumi (hai kaumku) pada kedua ayat dan saling berdekatan, maknanya saling berkaitan. Contoh Q.S Al-Mu’min: 38-39, sebagai berikut:
وَقَالَ الَّذِي آمَنَ يَا قَوْمِ اتَّبِعُونِ أَهْدِكُمْ سَبِيلَ الرَّشَادِ
“Orang yang beriman itu berkata: “Hai kaumku, ikutilah aku, aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang benar.”
يَا قَوْمِ إِنَّمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَإِنَّ الْآخِرَةَ هِيَ دَارُ الْقَرَارِ
Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.
3. Menghindari sikap lupa yang disebabkan kalimat tertentu terlalu panjang, sehingga jika tidak diulangi maka takutya lupa  kata yang berada di awal.  Seperti pengulangan kata inna rabbaka ( sesungguhnya Tuhanmu) Q.S An-Nahl: 110.
 ثُمَّ إِنَّ رَبَّكَ لِلَّذِينَ هَاجَرُواْ مِن بَعْدِ مَا فُتِنُواْ ثُمَّ جَاهَدُواْ وَصَبَرُواْ إِنَّ رَبَّكَ مِن بَعْدِهَا لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Dan sesungguhnya Tuhanmu (pelindung) bagi orang-orang yang berhijrah sesudah menderita cobaan, kemudian mereka berjihad dan sabar; sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
4. Menggambarkan agungnya sebuah perkara atau sebuah mengisahkan jika betapa sebuah peristiwa itu sungguh menakutkan, seperti penderitaan paada hari kiamat pada Q.S al-Haqqah: 1-2    
الْحَاقَّةُ. مَا الْحَاقَّةُ
Artinya: Hari kiamat. Apakah hari kiamat itu?
5. Pola takrir ditempatkan sebagai ancaman dan intimidasi seperti yang terdapat dalam ayat at-Takatsur: 3-4.
كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ. ثُمَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ
Artinya: janganlah begitu kelak kamu akan mengetahui akibat perbuatanmu itu dan janganlah begitu kelak kamu akan mengetahui.
Ancaman tersebut diulang dua kali seakan mengatakan kepada orang orang lalai hendaknya dia segera bertaubat karena sejatinya dia tidak akan mengetahui sebesar apakah balasan siksa yang dia tanggung.
B. Urgensi Kajian Taukid dalam Al-Qur’an
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa al-Qur’an diturunkan pertama kali kepada penduduk asli Arab yang telah memiliki corak dan tabiat yang sudah mendarah-daging jauh sebelum al-Qur’an diturunkan. Maka tak heran, bila dibeberapa hal di dalam al-Qu’ran kita menjumpai kebiasaan dan tradisi bangsa Arab tersebut, salah satunya adalah kebiasaan mereka mengulang kata dalam melakukan pembicaraan atau dalam menyampaikan berita dengan tujuan untuk menguatkan informasi yang disampaikan dalam pembicaraan tersebut. Sehingga dengan begitu, fungsi taukid untuk menguatkan kebenaran khabar atau berita salah satu bentuknya memakai kaidah tikrar.
 Meski begitu, adanya kalimat taukid (penegasan/penguat) dalam al-Qur’an bukanlah sebagai bentuk ikut-ikutan terhadap tradisi bangsa Arab kala itu, melainkan hanya untuk menguatkan informasi wahyu yang diturunkan Allah SWT melalui Nabi Muhammad SAW, apalagi kondisi jiwa bangsa Arab sebagai penerima wahyu dan kebenaran masih berbeda-beda. Ada yang memiliki  jiwa yang jernih serta hati yang fitrah sehingga dengan mudah dapat menerima petunjuk dan kebenaran hanya dalam waktu yang singkat. Namun ada pula yang memiliki jiwa tertutup oleh kebatilan dan kebodohan sehingga susah menerima petunjuk dan kebenaran tersebut. Maka orang semacam ini perlu diberikan peringatan dan kalimat yang keras, sehingga dengan begitu diharapkan mampu berubah menuju kebaikan. Dengan begitu, kalimat taukid dalam firman Allah melalui al-Qur’an termasuk salah satu cara memperkuat ungkapan kalimat yang diiringi dengan bukti nyata, sehingga mereka (oang yang mengingkari petunjuk) dapat mengakui apa yang semula diingkarinya. Bahkan dengan menyertakan taukid atau kalimat penegas tersebut, tidak ada lagi alasan apapun untuk menantang kebenaran yang disampaikan.

Artikel keren lainnya:

Belum ada tanggapan untuk "Faedah dan Urgensi Taukid dalam Al-Qur'an"

Post a Comment