Pengertian Ithnab dalam Ilmu Balaghah | Faidah
dan Contoh Ithnab
Menulis |
Ithnab adalah mengungkapkan kata-kata dengan lafaz yang panjang dan banyak
tetapi mengandung makna yang sedikit. Ithnab
adalah antonim dari ijaz. Contoh seperti firman Allah dalam Al-Qur’an surat Maryam
ayat 4:
قَالَ
رَبِّ إنِّيْ وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّيْ وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا
Artinya:
Ia berkata “Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku
telah ditumbuhi uban, (QS. Maryam 4).
Maksudnya ayat diatas adalah: “Saya
sudah tua”.
Faidah Ithnab Dan Contohnya
1. Menyebut yang khusus setelah umum
Faidahnya untuk mengingatkan keutamaan atau
kelebihan yang khusus. Contoh:
تَنَزَّلُ
الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوْحُ
Artinya: “Pada malam itu turun
malaikat-malaikat dan ar-Ruh (Jibril)” (QS. al-Qadr : 4)
Pada ayat tersebut, Allah swt ingin
memngingatkan tentang kemuliaan Malaikat Jibril.
2. Menyebut yang umum setelah khusus
Fungsinya untuk menegaskan keumuman dan
menyeluruh serta perhatian pada yang khusus.
Contoh:
رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ
وَلِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنتِ
Artinya: “Ya Allah, ampunilah saya dan kedua
orang tua saya serta orang-orang yang memasuki rumahku dalam keadaan beriman
baik orang yang beriman dari laki-laki atau perempuan” (QS. Nūh : 28).
Pada contoh ini disebutkan lafaz (المؤمنين) dan (المؤمنات) setelah
disebutkannya lafaz (مؤمنا)
yang merupakan bagiaan dari kata setelahnya.
3. Al-Idhah ba’dal ibham
Yaitu menyebutkan lafaz yang jelas setelah kata yang samar. Faidahnya untuk
memperkuat penjelasan suatu makna kepada.
Yaitu penyebutan lafaz yang bermakna jelas setelah disebutkannya
lafaz yang bermakna samar.
Contoh:
هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ
الْغَاشِيَةِ (1) وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ خَاشِعَةٌ (2)
Artinya: “Sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari pembalasan ?
banyak muka pada hari itu tunduk terhina.” (QS Al-Ghasyiyah : 1-2).
Ayat yang kedua merupakan penjelasan dari kata
(الْغَاشِيَةِ).
4. Tikrar (Pengulangan)
Yaitu penyebutan lafaz atau kalimat secara
berulang-ulang. Faidahnya adalah untuk menegaskan suatu makna dan untuk
mengetuk jiwa pendengarnya terhadap makna yang dimaksud untuk menghindari
kesalahpahaman karena banyaknya anak kalimat yang memisahkan unsur pokok
kalimat yang bersangkutan.
Contoh:
كَلاسَوْفَ
تَعْلَمُونَ (٣) ثُمَّ كَلَا سَوْفَ تَعْلَمُونَ (٤)
Artinya: “ Janganlah begitu, kelak kamu akan
mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan
mengetahui.” (QS At-Takatsur : 3-4).
5. I’tiradh (Sisipan)
Yaitu menyisipkan kata-kata di tengah susunan
kalimat atau dua kalimat yang bersambung di mana sisipan tersebut tidak
memiliki kedudukan dalam I’rab. Faidahnya adalah untuk mendo’akan, mengingatkan,
mengukuhkan, memuji, memohon, dll.
Contoh:
إِنَّ
اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى لَطِيْفٌ بِعِبَادِهِ
Artinya: ”Sesungguhnya Allah Yang Mulia dan
Tinggi Maha lemah lembut dengan hamba-hamba-Nya.”
6. Tadzyil
Ialah mengikutkan kalimat pada kalimat
lainnya, padahal kalimat lainnya yang mengikutinya itu mencakup makna yang
terkandung dalam kalimat yang diikutinya itu.
Tadzyil terbagi atas dua macam:
a. Apabila kalimat jumlah kedua sendirian
sudah dapat mencapai tujuan dan tidak bersandar pada kalimat jumlah sebelumnya,
maka ia berlaku sebagai misal.
Contoh:
وَقُلْ
جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا (٨١)
Artinya: “Dan Katakanlah: “Yang benar telah
datang dan yang batil telah lenyap.” Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu
yang pasti lenyap.”
Lafaz (إِنَّ
الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا) adalah
kalimat yang mengikuti kalimat yang lain, yang maksudnya adalah untuk menguatkan.
Andai kalimat ini tidak diikutkan itu pun maknanya sudah cukup, karena maknanya
sudah tercakup pada kalimat sebelumnya.
b. Tidak berlaku sebagai misal, jikalau jumlah
kedua bersandar pada kalimat yang pertama dalam memberikan pengertiannya.
Contoh:
ذَلِكَ
جَزَيْنَاهُمْ بِمَا كَفَرُوا وَهَلْ نُجَازِي إِلَّا الْكَفُورَ
Artinya: “Demikianlah Kami memberi balasan kepada
mereka karena kekafiran mereka. dan Kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian
itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir.” (QS Saba’ : 17).
7. Ighal
Yaitu mengahiri kalam dengan lafaz yang
memberikan suatu faidah yang seandainya tanpa lafaz itu faidah kalam sudah sempurna,
seperti makna mubalaghah.
Contoh:
وَاللهُ
يَرْزُقُ مَنْ يَّشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
Artinya: “Dan Allah memberi rizki kepada
orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas” (QS Al-Baqoroh 212).
8. Ihtiras
Yaitu mengungkapkan kata-kata untuk
memperjelas makna suatu kalimat yang mungkin mendapatkan celaan dari pendengar.
Jadi ihtiras itu terjadi ketika mutakallim menghadirkan suatu makna yang
dimungkinkan akan dicela, lalu ia menambahkan dengan suatu makna yang
menolaknya.
Contoh:
وَيُطْعِمُونَ
الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا
Artinya: “Mereka memberi makan makanan yang
dicintainya kepada orang miskin, anak yatim dan tawanan” (QS. Al-Insān : 8).
Pada contoh di atas lafaz (على حبه) diungkapkan untuk memperjelas makna
yang mungkin kebanyakan orang memberi itu dari harta lebih atau apabila dalam
keadaan kaya. Kata tersebut menunjukkan bahwa dalam keadaan bagaimanapun mereka
tetap memberi makan orang-orang yang berhak.